Senin

Anggota TPI Jangan Bermental Proyek

Muh Kholid AS*
Meski mendapatkan gugatan dari banyak pihak sebagai bentuk perampasan legal terhadap masa depan ribuan anak bangsa, kebijakan Ujian Nasional (UN) tahun ini tetap terus berjalan. Ritual tahunan dunia pendidikan nasional ini berlangsung pada 17-19 April 2007 untuk tingkat SMA/SMK/MA, dan 24-26 April 2007 untuk tingkat SMP/MTs/SMPLB/SMALB. Seperti tahun-tahun sebelumnya, penyelenggaraan UN pun tidak lepas dari adanya berbagai insiden yang justru mencederai nilai-nilai kejujuran, kebenaran, dan kepercayaan.
Berbeda dengan perhelatan tahun-tahun sebelumnya, penyelenggaraan UN 2007 ini memiliki kekhususan. Selain membagi soal UN dalam dua paket yang berbeda untuk satu ruang, Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) juga berusaha mengoptimalkan tim pemantau independen (TPI) yang berasal dari perguruan tinggi di wilayah setempat. Jika TPI tahun 2006 lalu ditunjuk langsung oleh sekolah penyelenggara UN yang bersangkutan, TPI 2007 diangkat oleh BNSP. Jika TPI 2006 tidak mendapatkan surat keputusan (SK) resmi dalam bertugas, maka TPI 2007 menggunakan SK yang dikeluarkan BNSP.
Adapun keberadaan TPI ini secara legal-formal diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 45 Tahun 2006 tentang UN 2006/2007 dan Nomor 01 Tahun 2007. Kehadiran TPI diharapkan mampu membantu pemantauan pelaksanaan ritual tahunan yang memakan uang negara Rp 244 miliar ini agar sesuai prosedur operasional standar (POS) yang ditetapkan BSNP. Dalam menjalankan tugas, setiap anggota TPI dibekali dengan blangko khusus yang berisi 24 butir kemungkinan penyimpangan, ditambah lampiran jika ada kasus istimewa.
Dalam pasal 13, 14, dan 15 Permendiknas 45/2006, disebutkan bahwa tugas TPI di tingkat sekolah adalah memantau penerimaan dan penyimpanan soal, pelaksanaan pengawasan UN, pengumpulan lembar jawaban, pengiriman lembar jawaban ke penyelenggara UN kabupaten/kota. Tugas pemantauan TPI tingkat sekolah ini kurang lebih sama dengan tugas pemantau di tingkat kabupaten/kota, dengan lingkup tingkatan yang lebih tinggi. Adapun tugas TPI di tingkat provinsi meliputi pemantauan pencetakan, penyimpanan, distribusi soal ujian, pengumpulan dan pemindaian lembar jawaban.
Secara kronologis, pembentukan TPI tidak lepas dari longgarnya pengawasan UN di tahun-tahun sebelumnya, yang ternyata masih memiliki sejumlah kelemahan. Selain meminimalkan kemungkinan terjadinya kebocoran soal, TPI bertugas memantau jalannya UN agar tidak ternoda dengan perilaku kecurangan, baik yang dilakukan oleh guru, peserta didik, atau pihak lainnya. Sehingga keberhasilan peserta didik dalam UN diharapkan benar-benar dikarenakan jerih payah mereka sendiri, bukan usaha keras guru dan atau panitia penyelenggara sekolah.
Berangkat pada pengalaman UN tahun-tahun sebelumnya, fungsi pengawasan yang diserahkan kepada guru saja, meski melalui penyilangan murni, ternyata belum menjamin pelaksanaan UN bersih dari kecurangan. Bahkan dalam beberapa kasus, penyilangan ini malah menumbuhkan kerja sama untuk membantu peserta didik agar bisa lulus. Tidak heran jika berbagai kecurangan muncul dalam pelaksanaan UN, seperti membiarkan peserta didik menyontek, bocoran jawaban melalui layanan pesan singkat telepon seluler, sampai koreksi jawaban peserta didik oleh guru sebelum lembar jawaban diperiksa.
Dengan kata lain, pengawasan UN yang sudah berjalan selama ini masih membuka ruang terjadinya kecurangan dengan berbagai modus yang cukup canggih. Seakan terdapat komitmen di antara para pengawas UN untuk membantu peserta didik agar bisa lulus, kendati dilakukan dengan cara yang tidak dibenarkan. Dengan kode tahu sama tahu antarsekolah dan pengawas, terbentuklah sebuah kolusi untuk menyelamatkan masa depan peserta didik dari kiamat yang bernama tidak lulus.
Berbagai kecurangan dalam meraih kesuksesan semacam ini sudah tentu tidak bisa dibiarkan berkembang dalam institusi pendidikan. Sebab, kecurangan dalam UN justru akan merugikan semua peserta didik, kendati hasilnya cukup menguntungkan untuk sementara waktu. Kecurangan ini akan menyulitkan untuk mendapatkan lulusan yang tidak jelas antara yang lulus dan lolos. Lulus artinya benar-benar lulus UN dikarenakan kualitas yang dimiliki seseorang, atau lolos tidak ketahuan melakukan kecurangan dan dinyatakan lulus.Dalam keterbatasan fungsi pengawasan inilah, kehadiran TPI diharapkan bisa mengisi ruang-ruang kosong yang ditinggalkan para pengawas resmi tersebut. TPI bertugas untuk menjamin dilaksanakannya tata tertib penyelenggaraan UN di tingkat provinsi, kota/kabupaten, hingga sekolah. Karena itu, pemantauan TPI dimulai sejak pencetakan, penyimpanan, distribusi soal ujian, penerimaan dan penyimpanan soal, pelaksanaan pengawasan UN, pengumpulan lembar jawaban, pengiriman lembar jawaban ke penyelenggara UN kabupaten/kota dan provinsi, hingga pemindaian lembar jawaban.
Sayangnya, idealisasi TPI sebagai lembaga yang diharapkan bisa mengurangi kecurangan penyelenggaranan UN ternyata tidak seindah dalam tugas pokok yang termaktub dalam POS UN. Dalam lapangan, dapat dijumpai tidak sedikit pemantau yang tidak melakukan fungsinya secara optimal dalam mengawal distribusi paket soal dari kepolisian, maupun penyerahan lembar jawab ujian nasional (LJUN) dari penyelenggara UN ke Dinas Pendidikan (Diknas) kabupaten/kota setempat. Seringkali para pemantau hanya titip tanda tangan dalam lembar kerjanya hanya untuk memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan BNSP.
Oleh karena itu, tampaknya diperlukan pembenahan terhadap TPI pada penyelenggaraan UN di masa-masa mendatang. Lembaga TPI sudah seharusnya diisi dengan berbagai person yang benar-benar konsen kepada dunia pendidikan, bukan dari mereka yang suka proyek. Apalagi lembaga yang idealnya menjadi bagian dari upaya mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan UN ini menghabiskan uang negara Rp 15 miliar, sebuah jumlah yang tidak sedikit. Tentu amatlah sayang jika nominal ini tidak diimbangi dengan hasil yang memuaskan.
*)Anggota Tim Pemantau Independen UN 2007 Kabupaten Sidoarjo

Tidak ada komentar:

Statistik pengunjung