Sabtu

Eksistensi Pendidikan Golden Age

OLEH: HERNAWARDI

Golden Age merupakan usia emas bagi anak-anak 0-6 tahun yang perlu didukung untuk mengenyam pendidikan karena tingkat kecerdasan (otak) masih sangat cepat, dan konon mencapai 80% dengan daya tangkap dan daya ingat hingga ribuan kalori. Pada usia emas, anak-anak dibekali kecakapan hidup (life skill) melalui program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).

Di Kabupaten Lombok Barat (Lobar), NTB misalnya, sudah dibentuk 10 lembaga PAUD. Sebelumnya di NTB sendiri sudah terbentuk 12 unit PAUD, dan terkategori mendapat bantuan dana Block Grand Rp 25 juta dari Pemprop NTB yang siap diteruskan ke setiap kabupaten/kota. Melihat begitu strategisnya, lembaga PAUD untuk Golden Age, pemerintah setempat siap sosialisasikan program PAUD ke 15 kecamatan se-Lobar.

Dana Block Grand difungsikan untuk mendukung pengadaan Alat Peraga Edukasi (APE) dari TK sampai TPA. ‘’Perhatian pemerintah cukup tinggi terhadap PAUD. Bahkan APBD Lombok Barat memberikan uang honor bagi tutor PAUD Rp 600 ribu setahun. Jadi rata-rata Rp 50 ribu per bulan,’’ ungkap Kasi Pendidikan Luar sekolah (PLS) Dikpora Lombok Barat, HM Saleh S.Pd.

Eksisnya Program PAUD di Lobar, sebut Saleh, tidak terlepas dari partisipasi masyarakat setempat. Dari tahun 2002-2004 tercatat 60 lembaga PAUD, dan sampai Juni 2007 meningkat jadi 151 unit, yang dikawal seorang penilik Pendidikan Luar Sekolah (PLS) per kecamatan. PLS mengembangkan PAUD bersama masyarakat dan mitra kerja seperti unit-unit Posyandu di setiap kecamatan. Khusus kabupaten Lobar, telah dirintis 3 lembaga PAUD yang menyatu dengan Posyandu. Jadi, saat ada kegiatan Posyandu, ibu-ibu bisa membawa anaknya. Selain ibu-ibu mengikuti penyuluhan, anak-anak diberi pembelajaran yang bersifat permainan untuk merangsang otak anak di bawah 2 tahun.

Meski partisipasi masyarakat cukup tinggi untuk mendirikan TK (Play Group), HM Saleh berharap agar tetap diikuti kualitas didikan. Untuk mendirikan PAUD, perlu ada izin operasional dari Diknas tentang program PAUD yang meliputi kesetaraan, keaksaraan dan life skill. ‘’Semua pelaksanaan program PLS wajib memenuhi petunjuk teknis pusat dan harus ada ijin operasional program. Karena PAUD sebagai titik tolak menciptakan generasi tangguh, maka hendaknya tetap dibekali unsur pendidikan. Intinya melatih perkembangan mental, kecerdasan emosional, intelektual dan kecerdasan spritual serta melatih anak bisa baca tulis,’’ tegas Saleh.

Peran Yayasan

Meski begitu, secara kumulatif, pembangunan TK sebagai sarana belajar dan wadah bermain bagi anak-anak di daerah itu lebih banyak ditangani swasta atau yayasan. Kasubdin Dikdas Diknas Lobar, Akbar Ali menyebutkan, di daerah Gumi Patut Patuh Patju itu, hanya 3 dari 108 TK yang ditangani pemerintah. Ketiga TK itu adalah TKN Lobar di Gerung, TKN Pedesaan di Dasan Tapen dan TKN Tanjung, Lombok Utara. ’’Sisanya ditangani swasta atau yayasan. Artinya, peran dan partisipasi masyarakat untuk menyekolahkan anak mereka di TK cukup tinggi,’’ tegas Ali.

Untuk membangun sebuah TK, jelas membutuhkan dana besar, karena selain lokasi belajar, juga sarana bermain yang bebas dan luas bagi anak-anak. Di samping itu, pembangunan gedung dan penyediaan sarana belajar seperti alat-alat peraga maupun alat-alat bermain.

Ni Ketut Tantri, pengelola plus Kepala Sekolah TK Karya Budi, Labuapi, Lombok Barat mengakui, untuk membangun sebuah TK sangat membutuhkan biaya besar. Apalagi area yang disiapkan untuk lokasi bermain anak, idealnya harus memadai dan didukung alat-alat bermain yang cukup. ’’TK Karya Budi dengan jumlah 48 murid ini dibangun di atas tanah seluas 4,6 are. Sampai sekarang masih berjuang untuk menyiapkan sarana dan alat-alat permainan bagi anak-anak. Karena dana yang dimiliki masih sangat terbatas, selama ini alat-alat bermain anak masih bersumber dari wali murid. Bantuan pemerintah belum sebanding dengan jumlah anak yang terus bertambah setiap tahun,’’ jelas Ketut Tantri.

Meski peran lembaga PAUD di NTB untuk mendongkrak animo anak seusia Golden Age cukup tinggi, namun kendala klasik yang masih tetap menggejala adalah soal keterbatasan dana. Akibatnya, banyak tenaga tutor yang belum menerima honor. Di Lobar, misalnya, baru diajukan 180 dari 300 orang tutor. Rinciannya, 20 orang diserahkan ke setiap TK dan 160 diserahkan ke tutor PAUD.

Tidak ada komentar:

Statistik pengunjung