Sabtu

Relokasi PK5 Di Jember Dan Lumajang

Mereka Terus Berjualan Meski Omzet Menurun
OLEH: INDAH WULANDARI

Fenomena para pedagang kaki lima (PK5) kini telah berkembang menjadi beberapa masalah baru yang cukup pelik. Keberadaan mereka mengindikasikan sebuah semangat berwirausaha sekaligus bisa memenuhi kebutuhan para konsumen kelas menengah. Di sisi lain, pihak pemerintah daerah dibuat pusing sebab tempat berdagang para PK5 merusak tatanan kota.
Seperti yang terjadi di Kabupaten Bondowoso. Walaupun aparat Satpol PP rutin menertibkan para pedagang di sekitar Jl Ahmad Dahlan, Jl A Yani, dan sepanjang pasar induk, namun mereka masih membandel. Walhasil, lalu lintas dan keindahan kota yang dipimpin Dr Mashoed, M.Si ini terganggu. Nampaknya Bondowoso perlu mencontoh dua kota tetangganya, Jember dan Lumajang dalam hal penataan PK5. Program kedua kota ini memang mempunyai beberapa kesamaan. Konsep wisata kuliner di tengah kota mulai diciptakan di dua kabupaten ini. Kabupaten Jember mengawali dengan merelokasi para pedagang di sekitar alun-alun, masjid Jami’ Al Baitul Amien sampai Jl A Yani sejak November 2006 silam.
Mereka kini ditempatkan di dua titik yakni Jl Ciliwung (sebelah Bank Mandiri) sebanyak 20 PK5 dan taman Loka Dharma (dalam area alun-alun) dipakai 30 PK5. Pemkab Jember pun tak lepas tangan begitu saja, mereka difasilitasi rombong dan terop tanpa dipungut biaya apapun. Sedangkan Kabupaten Lumajang menyusul dengan membuka Pusat Jajanan Rakyat (PJR) di bilangan Jl Wahid Hasyim, Jl Dr Sutomo, dan Jl Dr Kusnadi sebulan kemudian. Kurang lebih 55 PK5 mangkal dengan gerobak dorong dari Pemkab. Pembagiannya pun dengan sistem lotere agar tak ada saling iri. Para pedagang cukup membayar retribusi Rp 1500-3000 per hari. Makanan yang disajikan beragam mulai dari sate, lalapan, hingga berbagai minuman tersedia mulai jam 18.00 sampai dini hari. ‘’Karena tempat ini berfungsi sebagai jalan umum, maka harus bersih sebelum jam 4 pagi,” jelas Ebi, salah seorang PKL di kawasan Jember.
Usaha relokasi ini ternyata masih kurang efektif sebab masih banyak PK5 yang belum tertampung. Pasalnya, Pemkab masih terfokus pada area terdekat kantor pemerintahan dan pusat kota. Begitu pula pertumbuhan PK5 yang makin tak terkendali membuat titik tempat baru. Selain di tempat relokasi, titik terbanyak para PK5 Jember berada di daerah kampus Jl Jawa, Jl Kalimantan, Jl Sumatra dan Jl Karimata. Namun, keberadaan mereka belum terjamah Satpol PP. Sedangkan di Lumajang masih tersebar di jalan raya sebelah utara alun-alun.
Basuki, Ketua Paguyuban PKL Jember mengetahui niat Pemkab yang bagus untuk menertibkan PK5, namun ia banyak menerima keluhan teman sesama pedagang bahwa sejak direlokasi omzet dagangan menurun hingga 30 persen. ‘’Penyebabnya karena penataannya yang kurang strategis, agak jauh dari jalan umum dan tempat parkir yang kurang sehingga pengunjung enggan mampir,” ujarnya. Kebanyakan para pedagang di kawasan relokasi Jember ini sudah melakoni profesinya 7-10 tahunan, dan baru kali ini mereka merasakan dampak kurang baik relokasi bagi kelangsungan usaha.

Tidak ada komentar:

Statistik pengunjung