Mereka Terus Berjualan Meski Omzet Menurun
OLEH: INDAH WULANDARI
Fenomena para pedagang kaki
Seperti yang terjadi di Kabupaten Bondowoso. Walaupun aparat Satpol PP rutin menertibkan para pedagang di sekitar Jl Ahmad Dahlan, Jl A Yani, dan sepanjang pasar induk, namun mereka masih membandel. Walhasil, lalu lintas dan keindahan
Mereka kini ditempatkan di dua titik yakni Jl Ciliwung (sebelah Bank Mandiri) sebanyak 20 PK5 dan taman Loka Dharma (dalam area alun-alun) dipakai 30 PK5. Pemkab Jember pun tak lepas tangan begitu saja, mereka difasilitasi rombong dan terop tanpa dipungut biaya apapun. Sedangkan Kabupaten Lumajang menyusul dengan membuka Pusat Jajanan Rakyat (PJR) di bilangan Jl Wahid Hasyim, Jl Dr Sutomo, dan Jl Dr Kusnadi sebulan kemudian. Kurang lebih 55 PK5 mangkal dengan gerobak dorong dari Pemkab. Pembagiannya pun dengan sistem lotere agar tak ada saling iri.
Usaha relokasi ini ternyata masih kurang efektif sebab masih banyak PK5 yang belum tertampung. Pasalnya, Pemkab masih terfokus pada area terdekat kantor pemerintahan dan pusat
Basuki, Ketua Paguyuban PKL Jember mengetahui niat Pemkab yang bagus untuk menertibkan PK5, namun ia banyak menerima keluhan teman sesama pedagang bahwa sejak direlokasi omzet dagangan menurun hingga 30 persen. ‘’Penyebabnya karena penataannya yang kurang strategis, agak jauh dari jalan umum dan tempat parkir yang kurang sehingga pengunjung enggan mampir,” ujarnya. Kebanyakan para pedagang di kawasan relokasi Jember ini sudah melakoni profesinya 7-10 tahunan, dan baru kali ini mereka merasakan dampak kurang baik relokasi bagi kelangsungan usaha.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar