Jumat

Saat Villa Jadi Akomodasi Alternatif

OLEH: DIDIK PURWANTO

Kecenderungan perubahan pola perjalanan wisatawan yang terjadi sejak dekade 1990-an dari mass tourism ke yang lebih individual berdampak pada perubahan pola pemilihan akomodasi. Biasanya, wisatawan manca negara (Wisman) lebih melirik jumlah kamar yang banyak dengan pelayanan standar internasional, namun belakang cenderung ke jenis akomodasi dengan pelayanan yang lebih privasi.

Keamanan menjadi faktor urgen dan dominan bagi wisatawan untuk memilih sarana akomodasi. Maraknya aksi terorisme di hotel berbintang dan sejumlah destinasi favorit sangat potensial berimbas pada perubahan permintaan jenis akomodasi yang lebih privasi. Villa sendiri jadi salah satu akomodasi alternatif yang dibidik para pemilik dollar.

Perubahan pola permintaan wisatawan itu menjadi ceruk bisnis bagi investor untuk meraih keuntungan dengan merenovasi fasilitas kamar, menambah fasilitas villa dalam sarana akomodasi hingga membangun villa di tempat terpencil, jauh dari kebisingan kota.

Berdasarkan hasil penelitian Team Tourism Field Study (TFS) 2006 Mahasiswa Manajemen Kepariwisataan Sekolah Tinggi Pariwisata (MKP STP) Bali, jumlah villa di Kabupaten Badung sebanyak 624 unit termasuk empat kompleks villa yang terdiri dari 56 unit dengan total 3.958 kamar. Persebaran jumlah villa terbanyak di Kecamatan Kuta Utara (45.6%), Kecamatan Kuta (18.31%), Kuta Selatan (17.78%), Mengwi (17.61%), Abiansemal (0.7%) dan tidak ditemukan villa di kecamatan Petang. Sebagian besar villa dibangun di daerah pedesaan (57.41%) dan di pinggir pantai (14.83%).

Pemanfaatan villa secara komersial (54%), pribadi (25%) dan komersial (21%). Segmen pasar villa didominasi wisatawan Eropa (36.79%), Asia (30.71%), Australia (19.29%), Amerika (11.79%) dan domestik (1.42%). Rentang usia yang menginap di villa berumur antara 26 – 55 tahun dan datang bersama keluarga untuk liburan. Jenis pekerjaan para penghuni villa pun beragam seperti dokter, guru, arsitek, manager dan sebagainya. “Keberadaan villa diharapkan dapat memberikan kontribusi yang besar bagi masyarakat, pemerintah dan desa adat,” tegas I Wayan Mertha, dosen pembimbing TFS tahun 2006.

Ketua Bali Villa Association (BVA), Ismoyo S Soemarlan mengatakan, hingga akhir Desember, ada 48 villa yang sudah terdaftar sebagai anggota BVA. Namun dari sekian banyak villa di Bali, ada yang menjadi anggota BVA, Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Bali Hotel Association (BHA) dan bahkan ada yang mendaftar di ketiga perhimpunan tersebut.

Dalam seminar yang digagas MKP STP Bali itu diberikan rekomendasi untuk mengatur definisi villa secara jelas, tegas, kajian aspek sosial, budaya dan lingkungan terhadap maraknya pembangunan villa, ketersediaan tata ruang serta payung hukum usaha villa, ucap Drs I Nyoman Madiun, M.Sc, dosen tetap STP.

Sementara Kadispar Bali, Drs I Gede Nurjaya MM mengaku, selama tahun 2006 tingkat kunjungan wisata ke Bali menunjukan trend yang meningkat, meski ada pergeseran length of stay akibat terjadinya pergeseran pasar. Pasar wisata tradisional seperti Eropa dengan length of stay panjang beralih ke wisatawan Asia Pasifik dengan lama tinggal yang pendek. Soal spending power sangat dipengaruhi produk wisata yang dijual, yang tidak bisa diatur pemerintah karena harus mengikuti mekanisme pasar. Pengusaha juga berperan menentukan wisatawan untuk merogoh kocek dengan menyediakan produk bagus dan pelayanan baik.

Dikaitkan dengan kondisi perekonomian Bali, sebut Nurjaya, tingkat kunjungan wisata belum memuaskan. Artinya masih harus bekerja lebih keras. Hasil penelitian BI menyebut, industri tanpa cerobong asap di Bali bergerak signifikan. Jika pariwisata belum mampu menarik sektor lain itu fakta karena masih dipengaruhi kenaikan BBM, lambannya investasi, isu-isu keamanan dan penerbangan yang berimbas pada penurunan 13% kunjungan wisatawan selama 2006.

Tidak ada komentar:

Statistik pengunjung