OLEH: WURI WIGUNANINGSIH
Warna, sejak zaman Mesir kuno sudah dipercaya mempunyai pengaruh yang besar pada tubuh (fisik, emosi, dan mental) manusia. Warna mempengaruhi aura tubuh sehingga jika tubuh kelebihan atau kekurangan salah satu warna, akan terjadi ketidakseimbangan tubuh yang akhirnya mempengaruhi mood dan kesehatan tubuh. Seseorang yang sakit, berarti tubuhnya kekurangan satu atau beberapa unsur warna tertentu. Dengan mengaplikasikan warna yang kurang tersebut, diharapkan terbentuk kembali keseimbangan energi dalam tubuh.
Dalam bidang kedokteran, terapi warna digolongkan sebagai electromagnetic medicine atau pengobatan dengan gelombang elektromagnetik. Perlu diketahui, tubuh memiliki respon bawaan yang otomatis terhadap warna dan cahaya tanpa disadari serta terprogram secara genetik. Hal itu dapat terjadi karena pada dasarnya warna merupakan unsur dari cahaya, dan cahaya adalah salah satu bentuk energi. Pemberian energi pada tubuh akan menimbulkan efek yang positif.
Menurut psikolog Nurul Hartini S Psi, warna memiliki karakteristik energi tersendiri bila diaplikasikan pada tubuh. Penentuan kebutuhan warna tentu bergantung pada permasalahan yang dialami seseorang. Khususnya seorang anak. Misalnya, apakah ia hiperaktif, mengalami gangguan pertumbuhan, sulit makan, ketergantungan obat, stress, depresi dan sebagainya. Untuk mendeteksinya digunakan aura imaging (foto aura) atau tes wawancara untuk anak yang sudah besar. “Namun, perlu dipahami bahwa terapi warna merupakan pelengkap pengobatan. Jadi, bukan terapi tunggal. Pasien dengan berbagai permasalahan medis tetap harus berobat dengan standar pengobatan yang ada,” katanya.
Ada beberapa variasi metode terapi warna yang digunakan. Di antaranya metode penyinaran, pakaian, makanan (buah-buahan dan sayuran), solarized water (air berenergi matahari), unsur dekorasi, serta visualisasi. Lamanya bisa berlangsung selama 20-30 menit setiap kali terapi, bergantung pada kebutuhan setiap orang. Misalnya warna merah, berhubungan dengan cakra dasar yang mempengaruhi vitalitas, kekuatan atau kesadaran. Merah berkaitan dengan sistem pencernaan. Merah juga memberi stimulasi secara emosional dan fisik. Merah digunakan untuk mengatasi anemia, tekanan darah rendah, penyakit kulit, infeksi saluran kencing. Baik pula diterapkan pada anak yang membutuhkan latihan, misalnya keterlambatan motorik.
Kemudian warna oranye dapat mengatur sirkulasi dan metabolisme. Warna ini berhubungan dengan kegembiraan atau keceriaan dan mampu mengatasi kelainan ginjal dan paru, asma, bronkhitis maupun sembelit. Spektrumnya dekat dengan warna merah, sangat bagus bagi kegiatan anak yang bersifat konstruktif. Warna ini dapat juga meningkatkan nafsu makan anak. Warna pelengkapnya adalah biru. Sedangkan bagi mereka yang ingin menekan nafsu makan, salah satu cara dengan menutup meja dengan taplak hitam. Tapi warna ini jarang digunakan pada kasus anak. Untuk warna pink diyakini dapat meningkatkan rasa kasih. Juga memberikan daya penyembuhan.
Warna, sejak zaman Mesir kuno sudah dipercaya mempunyai pengaruh yang besar pada tubuh (fisik, emosi, dan mental) manusia. Warna mempengaruhi aura tubuh sehingga jika tubuh kelebihan atau kekurangan salah satu warna, akan terjadi ketidakseimbangan tubuh yang akhirnya mempengaruhi mood dan kesehatan tubuh. Seseorang yang sakit, berarti tubuhnya kekurangan satu atau beberapa unsur warna tertentu. Dengan mengaplikasikan warna yang kurang tersebut, diharapkan terbentuk kembali keseimbangan energi dalam tubuh.
Dalam bidang kedokteran, terapi warna digolongkan sebagai electromagnetic medicine atau pengobatan dengan gelombang elektromagnetik. Perlu diketahui, tubuh memiliki respon bawaan yang otomatis terhadap warna dan cahaya tanpa disadari serta terprogram secara genetik. Hal itu dapat terjadi karena pada dasarnya warna merupakan unsur dari cahaya, dan cahaya adalah salah satu bentuk energi. Pemberian energi pada tubuh akan menimbulkan efek yang positif.
Menurut psikolog Nurul Hartini S Psi, warna memiliki karakteristik energi tersendiri bila diaplikasikan pada tubuh. Penentuan kebutuhan warna tentu bergantung pada permasalahan yang dialami seseorang. Khususnya seorang anak. Misalnya, apakah ia hiperaktif, mengalami gangguan pertumbuhan, sulit makan, ketergantungan obat, stress, depresi dan sebagainya. Untuk mendeteksinya digunakan aura imaging (foto aura) atau tes wawancara untuk anak yang sudah besar. “Namun, perlu dipahami bahwa terapi warna merupakan pelengkap pengobatan. Jadi, bukan terapi tunggal. Pasien dengan berbagai permasalahan medis tetap harus berobat dengan standar pengobatan yang ada,” katanya.
Ada beberapa variasi metode terapi warna yang digunakan. Di antaranya metode penyinaran, pakaian, makanan (buah-buahan dan sayuran), solarized water (air berenergi matahari), unsur dekorasi, serta visualisasi. Lamanya bisa berlangsung selama 20-30 menit setiap kali terapi, bergantung pada kebutuhan setiap orang. Misalnya warna merah, berhubungan dengan cakra dasar yang mempengaruhi vitalitas, kekuatan atau kesadaran. Merah berkaitan dengan sistem pencernaan. Merah juga memberi stimulasi secara emosional dan fisik. Merah digunakan untuk mengatasi anemia, tekanan darah rendah, penyakit kulit, infeksi saluran kencing. Baik pula diterapkan pada anak yang membutuhkan latihan, misalnya keterlambatan motorik.
Kemudian warna oranye dapat mengatur sirkulasi dan metabolisme. Warna ini berhubungan dengan kegembiraan atau keceriaan dan mampu mengatasi kelainan ginjal dan paru, asma, bronkhitis maupun sembelit. Spektrumnya dekat dengan warna merah, sangat bagus bagi kegiatan anak yang bersifat konstruktif. Warna ini dapat juga meningkatkan nafsu makan anak. Warna pelengkapnya adalah biru. Sedangkan bagi mereka yang ingin menekan nafsu makan, salah satu cara dengan menutup meja dengan taplak hitam. Tapi warna ini jarang digunakan pada kasus anak. Untuk warna pink diyakini dapat meningkatkan rasa kasih. Juga memberikan daya penyembuhan.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar