OLEH: WURI WIGUNANINGSIH
Penelitian terhadap kali Surabaya yang menjadi pusat konsumsi air minum masyarakat kota Surabaya dan sekitarnya, terus dilakukan beberapa pihak. Hasil sebuah penelitian menunjukkan, jumlah bahan yang mencemari kali Surabaya terus bertambah. Laporan terakhir Prokasih (Program Kali Bersih) menyebut, parameter BOD (Biological Oxygen Demand) kali Surabaya selalu di atas ambang batas. Bahkan hasil analisis buangan limbah delapan industri pencemar menunjukkan BOD dan COD (Chemical Oxygen Demand) sangat besar.
Sebelumnya, penelitian yang pernah dilakukan Prof Dr Ir Soetiman pada tahun 1987 menunjukkan, kali Surabaya sudah dicemari 20 ton limbah. Sementara tahun 1996, hasil penelitian Ecoton menunjukkan, sepanjang kali Surabaya telah dibuang 25 ton limbah oleh sekitar 70 industri dengan penyumbang terbesar pabrik kertas, pulp dan penyedap rasa.
Meski standar Bapedalda Jatim menyebut BOD hanya 6%, namun fakta lain menyebut BOD kali Surabaya hingga 30%. Untuk COD ukuran standar cuma 10%, justru di kali Surabaya sudah 60%. Kadar BOD dan COD akan meningkat per Oktober (puncak kemarau). Kondisi itu membuat daya tampung limbah kali Surabaya menurun. Jika tahun 1990 masih menampung 8 juta kg/tahun kini merosot tajam dan tinggal 1,5 juta kg/tahun.
Konon, pembuangan limbah terbanyak justru berasal dari sebuah perusahaan kertas yang berlokasi di hulu dari kali tengah. Per hari limbah cair yang digelontor perusahaan itu mencapai 22.000 m3, dan secara langsung dapat merasakan aroma amoniak, dan asam limbah cair. Selain itu bisa dilihat langsung perubahan air sungai sebelum terkontaminasi limbah hingga air yang bercampur limbah.
Menurut Kepala Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL) Surabaya, Maryadi Broto S, sebenarnya yang tercemar logam berat itu adalah lumpur di kali Jagir Wonokromo dan sungai-sungai kecil yang bermuara ke Pantai Kenjeran. Kandungan logam berat pada lumpur beberapa sungai di Surabaya sudah melebihi ambang batas. Logam berat yang sudah mencemari lumpur sungai di Surabaya rata-rata merkuri di atas 0,001 ppm, timah hitam 0,05 ppm dan tembaga 0,1 ppm. ‘’Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan kandungan logam berat pada kerang yang berkembang biak dalam lumpur umumnya di atas angka normal itu. Tak jarang kandungan mencapai empat hingga lima kali lipat dari angka normal," ujar Maryadi.
Di pantai Kenjeran, hasil penelitian yang dilakukan staf pengajar Fakultas Psikologi Universitas Surabaya (Ubaya) menyebut, 80% murid SD di wilayah itu lamban menerima pelajaran dan berkualitas intelektual rendah. Ini dipicu ulah perusahaan di sepanjang bantara kali Surabaya yang membuang langsung limbah pabrik ke sungai. Di sisi lain, daerah itu dulunya jadi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah sehingga mungkin terjadi perembesan bahan pencemar. Maklum, TPA bisa berarti tempat pembuangan apa saja termasuk limbah industri.
Meski air sungai di Surabaya sudah dicemari logam berat, upaya hukum belum pernah diterapkan. Ancaman Pemda Jatim untuk menyeret 12 perusahaan yang diduga mencemari sungai berdasarkan temuan Ecoton misalnya, tidak jelas juntrungan. Padahal sudah terbukti pencemaran erat berkaitan dengan kesehatan manusia. Pada tahun 2005 tercatat 7 kasus dugaan pencemaran yang ditangani pihak kepolisian yakni PT Bintang Apolo, PT Suparma, PT UBS, PT Peti Kemas dan PT Sarimas Permai. Di Gresik dan Mojokerto masing-masing 5 kasus, Sidoarjo 2 kasus dan Pasuruan 1 kasus.
Data Dinas Kesehatan Kota Surabaya menunjukkan, jumlah kunjungan pasien di beberapa Puskesmas meningkat di wilayah padat industri seperti Kali Rungkut, Gunung Anyar dan Jemursari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar