WACANA
OLEH: AHMAD FATONI*
Selubung kematian artis Alda Rhizma akhirnya terkuak. Tewasnya penyanyi yang melejit lewat hits Aku Tak Biasa ini ternyata memang tidak biasa, terkait dengan narkoba. Isu yang santer beredar, Alda mengalami over dosis setelah mengonsumsi obat terlarang. Ketenaran, kekayaan dan kenalan rupanya telah mengantarkan artis itu menemui ajalnya dalam cengkraman barang laknat.
Kasus kepergian Alda yang tak wajar membuka lebar-lebar mata setiap anak bangsa yang sadar, betapa kuatnya jejaring narkoba beroperasi di tanah air. Data kepolisian menyebut, jumlah pengguna narkoba di Indonesia mencapai 3,6 juta jiwa. Sementara Ketua Gerakan Anti Narkoba Henry Yosodiningrat menyatakan, ada sekitar 4 juta orang. Dari angka ini, jumlah korban yang tewas akibat narkoba diperkirakan 15.000 orang per tahun atau 40 orang per hari.
Itu baru kerugian nyawa, dan belum termasuk kerugian finansial. Jika seorang pemakai diasumsikan menghabiskan rata-rata Rp 200 ribu per hari dikalikan 4 juta orang, maka rupiah yang menguap sia-sia mencapai Rp 800 miliar sehari atau Rp 292 triliun per tahun. Sebuah jumlah nominal yang fantastis! Bayangkan jika uang sebesar itu dimanfaatkan untuk mengentas kemiskinan dan membantu orang-orang yang kelaparan akibat berbagai bencana.
Berapa lagi kematian tragis yang perlu dibutuhkan untuk menyadarkan semua pihak, --para pengedar dan pemakai narkoba. Berapa triliun lagi yang harus terkuras untuk melawan teror yang terus mengincar anak-anak, keluarga dan sanak kerabat. Narkoba seakan sudah menjadi epidemi yang menular ke seluruh organ lapisan masyarakat, mulai jelata, mahasiswa, pejabat dan oknum-oknum aparat. Sangat ironis, memang karena realitasnya sudah menyeruak sedemikian kuat, rapi dan lagi pula tertutup.
Dari sisi kesehatan, baik fisik, jiwa, sosial, ekonomi, politik maupun ragam sudut pandang lain, narkoba merupakan salah satu bencana terbesar bagi kehidupan. Generasi terkini yang sudah akrab dengan narkoba misalnya, kelak akan menjadi manusia pecundang, kerdil, dan ingin hidup senang meski dengan meminta-minta.
Cerita kematian Alda di awal tulisan ini hanyalah salah satu dari pengalaman getir yang harus dipikul korban pengguna narkoba. Tidak saja nama pribadi dan keluarganya hancur, para penggemar Alda juga merasa dikhianati karena orang yang selama ini diidolakan ternyata berselingkuh dengan makhluk haram; narkoba.
Tulisan Narkoba, Jangan Coba-Coba, dan sebagainya di berbagai sudut kota, menyiratkan sebuah peringatan untuk mewaspadai bahaya narkoba. Pribadi, keluarga, institusi pemerintah, bahkan negara akan hancur jika narkoba telah menjangkiti setiap anak bangsa. Narkoba adalah lonceng kematian yang karenanya slogan anti narkoba harus lebih digerakkan.
Perang melawan narkoba tidak bisa hanya bergema secara seremonial semata, tetapi harus nyata, total dan menyentuh hingga ke akar-akarnya. Diskotik-diskotik yang disinyalir sebagai sarang-sarang peredaran narkoba wajib diselidiki dan dibubarkan. Jejaring narkoba juga harus diputus tuntas. Di sini, sangat dibutuhkan dukungan penuh semua pihak, dan bagi mereka yang terlibat dalam jaringan peredaran narkoba termasuk oknum aparat, harus diseret ke meja peradilan. Untuk itu diperlukan sebuah Komisi Pemberantasan Narkoba yang memiliki wewenang khusus guna memburu dan menangkap para sindikat pengedaran narkoba tanpa pandang bulu.
Jenis Narkoba
Secara umum, narkoba (narkotik dan obat-obat berbahaya dapat dikategorikan ke dalam tiga jenis. Pertama, narkotik alami, --terbuat dari tumbuh-tumbuhan seperti ganja, opium, koka, alkot dan sebagainya. Kedua, narkotik semi sentesis. Jenis ini merupakan modifikasi dari bahan-bahan alami yang kemudian diproses secara kimiawi supaya memberikan pengaruh lebih kuat seperti morfin, heroin dan kokain. Ketiga, narkotik sintesis, --segala obat yang terbuat dari bahan kimia murni yang berpengaruh dan berefek seperti narkotik alami dan semi sintesis. Dikemas dalam beragam bentuk seperti pil, kapsul, tablet, minuman serbuk dan cairan injeksi. (Musdah Mulia, 2005: 495)
Secara medis, narkoba merupakan sejenis zat yang dapat menyebabkan si pemakai terganggu akal sehatnya dan hilang ingatan sesuai dosis yang digunakan. Jika dikonsumsi tanpa dosis yang tepat akan membuat si pemakai kehilangan stamina tubuh dan keseimbangan jiwa. Karena itu, secara hukum penggunaan narkoba dilarang, baik bagi si pemakai, penjual maupun pengedar. Akan tetapi, barang terlarang itu tetap saja diproduksi karena sebagian masyarakat tertentu masih membutuhkan sebagai obat. Misalnya untuk obat bius, stimulan atau obat penahan rasa sakit bagi penderita penyakit tertentu.
Masalahnya, bagaimana pemerintah menertibkan agar zat terlarang dan mematikan itu betul-betul hanya dimanfaatkan untuk hal-hal yang dianggap positif. Untuk itu, undang-undang yang mengatur pemakaian narkoba harus lebih ketat dan menyiapkan sanksi berat bagi para pelanggarnya. Di titik ini, komitmen politik dari para penguasa betul-betul dinanti.
Selanjutnya para orang tua hendaknya mengenal narkoba dengan baik untuk bersikap awas terhadap semua yang berhubungan dengan penyalahgunaan narkoba. Antara lain, mengenal bentuk-bentuk narkoba dan efek buruk bagi kesehatan, mengenal ciri-ciri orang yang kecanduan narkoba, dan mengetahui cara-cara yang biasa dipakai dalam pengedaran narkoba. Pengetahuan terhadap hal-hal tersebut sedikit banyaknya bermanfaat guna menghindarkan anak-anak dan sesama dari ancaman maut narkoba.
Pemahaman yang benar akan bahaya narkoba dapat mendorong solidaritas antar individu untuk membentuk gerakan anti narkoba secara efektif. Bagaimanapun, effective drug education provides young people with accurate information, social resistance and problem solving skills, and understanding of the consequences of drug use. Pada simpul ini, sudah saatnya semua pihak merapatkan barisan untuk menjauhi barang laknat itu seraya giat menggemakan slogan ‘’Narkoba, No Way’’.
*) Pengajar Universitas Muhammadiyah Malang.
OLEH: AHMAD FATONI*
Selubung kematian artis Alda Rhizma akhirnya terkuak. Tewasnya penyanyi yang melejit lewat hits Aku Tak Biasa ini ternyata memang tidak biasa, terkait dengan narkoba. Isu yang santer beredar, Alda mengalami over dosis setelah mengonsumsi obat terlarang. Ketenaran, kekayaan dan kenalan rupanya telah mengantarkan artis itu menemui ajalnya dalam cengkraman barang laknat.
Kasus kepergian Alda yang tak wajar membuka lebar-lebar mata setiap anak bangsa yang sadar, betapa kuatnya jejaring narkoba beroperasi di tanah air. Data kepolisian menyebut, jumlah pengguna narkoba di Indonesia mencapai 3,6 juta jiwa. Sementara Ketua Gerakan Anti Narkoba Henry Yosodiningrat menyatakan, ada sekitar 4 juta orang. Dari angka ini, jumlah korban yang tewas akibat narkoba diperkirakan 15.000 orang per tahun atau 40 orang per hari.
Itu baru kerugian nyawa, dan belum termasuk kerugian finansial. Jika seorang pemakai diasumsikan menghabiskan rata-rata Rp 200 ribu per hari dikalikan 4 juta orang, maka rupiah yang menguap sia-sia mencapai Rp 800 miliar sehari atau Rp 292 triliun per tahun. Sebuah jumlah nominal yang fantastis! Bayangkan jika uang sebesar itu dimanfaatkan untuk mengentas kemiskinan dan membantu orang-orang yang kelaparan akibat berbagai bencana.
Berapa lagi kematian tragis yang perlu dibutuhkan untuk menyadarkan semua pihak, --para pengedar dan pemakai narkoba. Berapa triliun lagi yang harus terkuras untuk melawan teror yang terus mengincar anak-anak, keluarga dan sanak kerabat. Narkoba seakan sudah menjadi epidemi yang menular ke seluruh organ lapisan masyarakat, mulai jelata, mahasiswa, pejabat dan oknum-oknum aparat. Sangat ironis, memang karena realitasnya sudah menyeruak sedemikian kuat, rapi dan lagi pula tertutup.
Dari sisi kesehatan, baik fisik, jiwa, sosial, ekonomi, politik maupun ragam sudut pandang lain, narkoba merupakan salah satu bencana terbesar bagi kehidupan. Generasi terkini yang sudah akrab dengan narkoba misalnya, kelak akan menjadi manusia pecundang, kerdil, dan ingin hidup senang meski dengan meminta-minta.
Cerita kematian Alda di awal tulisan ini hanyalah salah satu dari pengalaman getir yang harus dipikul korban pengguna narkoba. Tidak saja nama pribadi dan keluarganya hancur, para penggemar Alda juga merasa dikhianati karena orang yang selama ini diidolakan ternyata berselingkuh dengan makhluk haram; narkoba.
Tulisan Narkoba, Jangan Coba-Coba, dan sebagainya di berbagai sudut kota, menyiratkan sebuah peringatan untuk mewaspadai bahaya narkoba. Pribadi, keluarga, institusi pemerintah, bahkan negara akan hancur jika narkoba telah menjangkiti setiap anak bangsa. Narkoba adalah lonceng kematian yang karenanya slogan anti narkoba harus lebih digerakkan.
Perang melawan narkoba tidak bisa hanya bergema secara seremonial semata, tetapi harus nyata, total dan menyentuh hingga ke akar-akarnya. Diskotik-diskotik yang disinyalir sebagai sarang-sarang peredaran narkoba wajib diselidiki dan dibubarkan. Jejaring narkoba juga harus diputus tuntas. Di sini, sangat dibutuhkan dukungan penuh semua pihak, dan bagi mereka yang terlibat dalam jaringan peredaran narkoba termasuk oknum aparat, harus diseret ke meja peradilan. Untuk itu diperlukan sebuah Komisi Pemberantasan Narkoba yang memiliki wewenang khusus guna memburu dan menangkap para sindikat pengedaran narkoba tanpa pandang bulu.
Jenis Narkoba
Secara umum, narkoba (narkotik dan obat-obat berbahaya dapat dikategorikan ke dalam tiga jenis. Pertama, narkotik alami, --terbuat dari tumbuh-tumbuhan seperti ganja, opium, koka, alkot dan sebagainya. Kedua, narkotik semi sentesis. Jenis ini merupakan modifikasi dari bahan-bahan alami yang kemudian diproses secara kimiawi supaya memberikan pengaruh lebih kuat seperti morfin, heroin dan kokain. Ketiga, narkotik sintesis, --segala obat yang terbuat dari bahan kimia murni yang berpengaruh dan berefek seperti narkotik alami dan semi sintesis. Dikemas dalam beragam bentuk seperti pil, kapsul, tablet, minuman serbuk dan cairan injeksi. (Musdah Mulia, 2005: 495)
Secara medis, narkoba merupakan sejenis zat yang dapat menyebabkan si pemakai terganggu akal sehatnya dan hilang ingatan sesuai dosis yang digunakan. Jika dikonsumsi tanpa dosis yang tepat akan membuat si pemakai kehilangan stamina tubuh dan keseimbangan jiwa. Karena itu, secara hukum penggunaan narkoba dilarang, baik bagi si pemakai, penjual maupun pengedar. Akan tetapi, barang terlarang itu tetap saja diproduksi karena sebagian masyarakat tertentu masih membutuhkan sebagai obat. Misalnya untuk obat bius, stimulan atau obat penahan rasa sakit bagi penderita penyakit tertentu.
Masalahnya, bagaimana pemerintah menertibkan agar zat terlarang dan mematikan itu betul-betul hanya dimanfaatkan untuk hal-hal yang dianggap positif. Untuk itu, undang-undang yang mengatur pemakaian narkoba harus lebih ketat dan menyiapkan sanksi berat bagi para pelanggarnya. Di titik ini, komitmen politik dari para penguasa betul-betul dinanti.
Selanjutnya para orang tua hendaknya mengenal narkoba dengan baik untuk bersikap awas terhadap semua yang berhubungan dengan penyalahgunaan narkoba. Antara lain, mengenal bentuk-bentuk narkoba dan efek buruk bagi kesehatan, mengenal ciri-ciri orang yang kecanduan narkoba, dan mengetahui cara-cara yang biasa dipakai dalam pengedaran narkoba. Pengetahuan terhadap hal-hal tersebut sedikit banyaknya bermanfaat guna menghindarkan anak-anak dan sesama dari ancaman maut narkoba.
Pemahaman yang benar akan bahaya narkoba dapat mendorong solidaritas antar individu untuk membentuk gerakan anti narkoba secara efektif. Bagaimanapun, effective drug education provides young people with accurate information, social resistance and problem solving skills, and understanding of the consequences of drug use. Pada simpul ini, sudah saatnya semua pihak merapatkan barisan untuk menjauhi barang laknat itu seraya giat menggemakan slogan ‘’Narkoba, No Way’’.
*) Pengajar Universitas Muhammadiyah Malang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar