OLEH: DIDIK PURWANTO
Manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk yang sempurna dan terbaik dibandingkan dengan makhluk hidup lainnya. Manusia dilengkapi dengan akal. Sisi lain kesempurnaan manusia itu sangat tergantung pada hatinya. Kalau hati itu baik, maka baiklah seluruh badannya, tapi kalau hati itu rusak maka rusaklah seluruh badan (HR.Muttafaqun ‘alaih).
Prof.DR.dr. Rusdi Lamsudin, guru besar Fakultas Kedokteran UGM menyatakan dalam teori kedokteran tidak ada seorang dokterpun menegaskan hati yang mana yang dimaksudkan oleh pernyataan hadits di atas.
Menurut Imam Ghazali, hati dibedakan menjadi dua yaitu hati yang kasar (fisik) yang berupa liver/hepar/heart, sedangkan hati yang halus (nonfisik) disebut dengan akal. Dengan demikian yang dimaksud dengan membangun kecerdasan hati adalah membangun kecerdasan hati yang halus yaitu kecerdasan akal.
Akal terdiri dari tiga bagian penting yaitu iman, rasio dan rasa. Secara pemahaman iman melahirkan SI (Spiritual Intelligence) yaitu kecerdasan spiritual, seperti ingin masuk surga, hidup dalam kedamaian, keikhlasan, kasih sayang, dan lain-lain. Sedang rasio melahirkan IQ (Intelligence Quotient) yaitu kecerdasan rasio seperti ingin mempunyai mobil, rumah mewah, kedudukan, keberhasilan dan lain-lain. Serta kemampuan seseorang untuk dapat merasakan apa yang ada pada sekelilingnya disebut kecerdasan emosi melahirkan EI (Emotional Intelligence) seperti empati, tidak cuek, dan lain-lain.
Untuk menyucikan atau membersihkan semua yang menghalangi kefitrahan (kesucian) hati manusia adalah dengan keikhlasan. Proses membangun kecerdasan hati agar selalu ikhlas adalah menyinergikan ketiga potensi fitrah manusia itu yaitu antara rasio (IQ) sehingga cerdas dan melahirkan simpati, rasa (EI) sehingga lahirlah terampil dan melahirkan empati dan iman (SI) sehingga taqwa dan lahirlah telepati. Perpaduan kecerdasan intelektual, emosi dan spiritual tersebut melahirkan heart intelligence (HI) dengan harapan akan dijadikan stimulan untuk terciptanya manusia unggul..
Manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk yang sempurna dan terbaik dibandingkan dengan makhluk hidup lainnya. Manusia dilengkapi dengan akal. Sisi lain kesempurnaan manusia itu sangat tergantung pada hatinya. Kalau hati itu baik, maka baiklah seluruh badannya, tapi kalau hati itu rusak maka rusaklah seluruh badan (HR.Muttafaqun ‘alaih).
Prof.DR.dr. Rusdi Lamsudin, guru besar Fakultas Kedokteran UGM menyatakan dalam teori kedokteran tidak ada seorang dokterpun menegaskan hati yang mana yang dimaksudkan oleh pernyataan hadits di atas.
Menurut Imam Ghazali, hati dibedakan menjadi dua yaitu hati yang kasar (fisik) yang berupa liver/hepar/heart, sedangkan hati yang halus (nonfisik) disebut dengan akal. Dengan demikian yang dimaksud dengan membangun kecerdasan hati adalah membangun kecerdasan hati yang halus yaitu kecerdasan akal.
Akal terdiri dari tiga bagian penting yaitu iman, rasio dan rasa. Secara pemahaman iman melahirkan SI (Spiritual Intelligence) yaitu kecerdasan spiritual, seperti ingin masuk surga, hidup dalam kedamaian, keikhlasan, kasih sayang, dan lain-lain. Sedang rasio melahirkan IQ (Intelligence Quotient) yaitu kecerdasan rasio seperti ingin mempunyai mobil, rumah mewah, kedudukan, keberhasilan dan lain-lain. Serta kemampuan seseorang untuk dapat merasakan apa yang ada pada sekelilingnya disebut kecerdasan emosi melahirkan EI (Emotional Intelligence) seperti empati, tidak cuek, dan lain-lain.
Untuk menyucikan atau membersihkan semua yang menghalangi kefitrahan (kesucian) hati manusia adalah dengan keikhlasan. Proses membangun kecerdasan hati agar selalu ikhlas adalah menyinergikan ketiga potensi fitrah manusia itu yaitu antara rasio (IQ) sehingga cerdas dan melahirkan simpati, rasa (EI) sehingga lahirlah terampil dan melahirkan empati dan iman (SI) sehingga taqwa dan lahirlah telepati. Perpaduan kecerdasan intelektual, emosi dan spiritual tersebut melahirkan heart intelligence (HI) dengan harapan akan dijadikan stimulan untuk terciptanya manusia unggul..

Tidak ada komentar:
Posting Komentar