Inspirasi Mode ABG
OLEH: INDAH WULANDARI
Puluhan anak baru gede alias ABG berdandan nyentrik bergerombol di pinggir jalan. Mereka menunggu pintu masuk tempat gig (pertunjukan musik) band-band komunitas skinhead dibuka. Sebagian besar berambut botak, sebagian lagi klimis dan rapi. Bermacam aksesoris turut menghias tongkrongan ‘aneh’-nya. Tak segan, mereka menenggak bir sambil ngobrol tentang kabar, musik, bahkan ideologi hidup.
Skinhead semacam apresiasi pada pakaian dan musik. Penampilan para anggotanya memang terlihat ekstrem dan keras. Kultur tersebut sudah lama tertanam di benak orang umum. Komunitas skinhead mudah diidentifikasi dari keunikan tampilan. Sepatu boot, celana jeans berpotongan sempit, strapless, topi bolero, kaos berkrah ataupun kaos oblong terlihat saat anggota komunitas ini berkumpul. ‘’Semua pelengkap tampilan kami sebagai simbol mengenang perintis Skinhead dari kaum pekerja kelas bawah Jamaika yang selalu mengenakan kostum tadi,” terang Centong, seorang skinhead dari Denpasar.
Namun, di keseharian mereka berbagai aksesoris tadi seringkali ditanggalkan. Pasalnya, kalangan skinhead sebagian besar berkecimpung di berbagai bidang mulai pelajar, pekerja swasta, dan wiraswasta. Hanya rambut-rambut plontos, kegemaran pada sepak bola ataupun tunggangan skuter mereka yang tidak ekstrem di mata masyarakat. Jangan salah, walaupun kelompok ini dicap keras, beberapa aksesorisnya diterima kalangan umum, bahkan pernah jadi tren mode di Indonesia. Misalnya, di awal 90-an sepatu boot Doc Marten diburu para wanita dan pelajar. Yang lalu, potongan rambut plontos juga digemari anak-anak muda di awal tahun 2000 hingga 2004. Kini, celana denim sempit dan celana pendek bubble ala skingirl sedang diincar cewek-cewek ABG modis. Booming baju clothing dan distro tak terelakkan lagi.
Diakui pula oleh Jocky, seorang skinhead sekaligus pemilik distro di Bandung jika komunitas skinhead cenderung menyukai produk indie label. Mereka mendesain dan membuat sendiri pernak-pernik dandanannya. ‘’Biasanya bertuliskan nama-nama band skinhead atau ideologinya,” ujar mojang Priangan ini. Kini konsep distro dan indie label banyak ditiru para pebisnis sablon untuk meraup untung dengan membuat label baju sendiri.
Tak dapat dipungkiri jika budaya skinhead yang berasal dari negara asing membawa beberapa dampak serta ada yang tak sesuai dengan budaya Indonesia. Aget, ketua panitia Bali Skinhead Jambore – Indonesia Bersatu menjelaskan segi positif menjadi seorang skinhead yang pastinya mempunyai jiwa untuk berontak pada ketidakbenaran, loyal, setia dan kritis. Namun rasa loyalitas tinggi pada kawan menjadi bumerang bagi image mereka di mata umum. Tak pelak, tradisi minum bir atau minuman beralkohol serta cap tukang rusuh telah melekat. Padahal mereka menganggap kedua hal tersebut bentuk ungkapan kebersamaan antarkawan dan membela yang benar.
OLEH: INDAH WULANDARI
Puluhan anak baru gede alias ABG berdandan nyentrik bergerombol di pinggir jalan. Mereka menunggu pintu masuk tempat gig (pertunjukan musik) band-band komunitas skinhead dibuka. Sebagian besar berambut botak, sebagian lagi klimis dan rapi. Bermacam aksesoris turut menghias tongkrongan ‘aneh’-nya. Tak segan, mereka menenggak bir sambil ngobrol tentang kabar, musik, bahkan ideologi hidup.
Skinhead semacam apresiasi pada pakaian dan musik. Penampilan para anggotanya memang terlihat ekstrem dan keras. Kultur tersebut sudah lama tertanam di benak orang umum. Komunitas skinhead mudah diidentifikasi dari keunikan tampilan. Sepatu boot, celana jeans berpotongan sempit, strapless, topi bolero, kaos berkrah ataupun kaos oblong terlihat saat anggota komunitas ini berkumpul. ‘’Semua pelengkap tampilan kami sebagai simbol mengenang perintis Skinhead dari kaum pekerja kelas bawah Jamaika yang selalu mengenakan kostum tadi,” terang Centong, seorang skinhead dari Denpasar.
Namun, di keseharian mereka berbagai aksesoris tadi seringkali ditanggalkan. Pasalnya, kalangan skinhead sebagian besar berkecimpung di berbagai bidang mulai pelajar, pekerja swasta, dan wiraswasta. Hanya rambut-rambut plontos, kegemaran pada sepak bola ataupun tunggangan skuter mereka yang tidak ekstrem di mata masyarakat. Jangan salah, walaupun kelompok ini dicap keras, beberapa aksesorisnya diterima kalangan umum, bahkan pernah jadi tren mode di Indonesia. Misalnya, di awal 90-an sepatu boot Doc Marten diburu para wanita dan pelajar. Yang lalu, potongan rambut plontos juga digemari anak-anak muda di awal tahun 2000 hingga 2004. Kini, celana denim sempit dan celana pendek bubble ala skingirl sedang diincar cewek-cewek ABG modis. Booming baju clothing dan distro tak terelakkan lagi.
Diakui pula oleh Jocky, seorang skinhead sekaligus pemilik distro di Bandung jika komunitas skinhead cenderung menyukai produk indie label. Mereka mendesain dan membuat sendiri pernak-pernik dandanannya. ‘’Biasanya bertuliskan nama-nama band skinhead atau ideologinya,” ujar mojang Priangan ini. Kini konsep distro dan indie label banyak ditiru para pebisnis sablon untuk meraup untung dengan membuat label baju sendiri.
Tak dapat dipungkiri jika budaya skinhead yang berasal dari negara asing membawa beberapa dampak serta ada yang tak sesuai dengan budaya Indonesia. Aget, ketua panitia Bali Skinhead Jambore – Indonesia Bersatu menjelaskan segi positif menjadi seorang skinhead yang pastinya mempunyai jiwa untuk berontak pada ketidakbenaran, loyal, setia dan kritis. Namun rasa loyalitas tinggi pada kawan menjadi bumerang bagi image mereka di mata umum. Tak pelak, tradisi minum bir atau minuman beralkohol serta cap tukang rusuh telah melekat. Padahal mereka menganggap kedua hal tersebut bentuk ungkapan kebersamaan antarkawan dan membela yang benar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar