Sabtu

Deteksi Dini Kelainan Anak

OLEH: HENI KURNIAWATI

Anak terlahir normal atau tidak bisa dideteksi sejak masa kandungan. Dr. Luh Kamiati, Sp.RM, dokter spesialis rehabilitas medik anak cacat RS Sanglah Denpasar mengatakan, anak terlahir cacat dipengaruhi gangguan saat dalam proses kehamilan, dalam kandungan dan setelah lahir. Pada tiga fase tersebut kelainan anak bisa dideteksi baik melalui USG ataupun konseling dokter anak yang mengetahui tentang gejala kecacatan pada anak agar dapat ditangani sedini mungkin.

Penyebabnya bisa dilihat saat ibu hamil, gangguan infeksi kandungan (herpes,tourch), pendarahan, kelainan hormonal sebagai akibat perkawinan sedarah. Selama dalam kandungan janin tidak boleh kekurangan oksigen dan pecahnya ketuban berpengaruh karena bisa terhirup janin. Riwayat anak setelah lahir lalu sakit karena terdapat infeksi dalam otak yang menyebabkan penyakit kuning, dehidrasi tanpa diketahui secara dini membuat anak cacat. ”Untuk cacat fisik terdapat gangguan dalam gerakan dan postur akibat penyakit yang menyerang otak pada saat otak belum matang,” kata lulusan S2 Universitas Erlangga, Surabaya, Jawa Timur.

Deteksi dini dapat dilakukan dengan melihat sistem motorik anak setelah lahir dengan memperhatikan sistem motorik kasar, halus dan personal sosialisasi anak. Sistem motorik kasar lebih pada proses anak dalam menggerakan bibir, berbicara, proses menelan. Untuk motorik halus merangsang keseharian anak dalam mengerakkan tangan koordinasi mata, mulut dan tangan. Personal sosialisasi, mengarah pada cara anak dalam berinteraksi dengan sekelilingnya. Bagi anak yang mengalami gangguan dalam tiga sistem tersebut dapat dipastikan mengalami kelainan baik cacat fisik, wicara, mata atau pendengaran.

Bagi penyandang cacat, kesembuhan ditentukan ringan dan beratnya kecacatan. Untuk cacat ringan dapat direhab sedini mungkin agar tidak parah. Sementara peran obat proteksi syaraf otak tidak optimal dalam menagani cacat. Karena kecacatan membutuhkan rehabilitasi untuk merangsang sistem motorik agar bisa berkembang senormal mungkin. Fungsi rehabilitas anak cacat di RS Sanglah bukan menjadikan anak dapat bergerak secara normal tetapi untuk meningkatkan fungsional tubuh yang megalami cacat agar dapat bergerak lebih baik. ”Rehabilitasi bukan membantu menormalkan anak cacat agar seperti anak kebanyakan tetapi meningkatkan fungsi tubuh cacat untuk bisa berfungsi secara mandiri. Untuk penyandang cacat baik fisik ataupun bukan, peran rehabilitas atau terapi memperkecil kecacatan yang telah terdeteksi sejak dini. Sementara obat tidak membantu meyembuhkan atau membuat normal tetapi dengan latihan atau terapi kecacatan bisa diminimalkan,” ungkapnya

Autis Tidak Bisa Sembuh Total

Sementara autis merupakan gangguan perkembangan anak yang membuat seorang anak tidak mampu mengadakan interaksi sosial dan seperti memiliki dunia sendiri yang tidak bisa dimasuki orang lain. Penderita autis biasanya kurang mampu berbahasa dan tidak mampu bergaul dengan lingkungan sosialnya. Gejala autis timbul sebelum anak mencapai usia 3 tahun. Yang sangat menonjol adalah tidak adanya atau sangat kurangnya tatap mata. Anak autis dapat berkembang secara mandiri layaknya anak normal, meski tidak dapat sembuh total.

Menurut Drs. I Ketut Sumartawan, Mpil,SNE, Guru Sekolah Layanan Khusus (SLK), di Dria Raba, Serma Gede No 3 Denpasar, mengatasi anak autis butuh kesabaran yang ekstra dan harus memperlakukan mereka dengan hati. Anak autis tidak mampu untuk sekolah di sekolah umum, mereka kesulitan untuk menyesuaikan kurikulum dan teman-temannya. Selain itu anak autis juga tidak mampu untuk konsentrasi sehingga sering terjadi kekacauan dalam sekolah biasa. Dari itu terbentuk SLK sebagai jawaban untuk mengatasi anak autis. ”Anak autis tidak diterima di sekolah biasa karena mereka tidak mampu menyesuaikan dengan kurikulum dan juga mengganggu proses belajar mengajar,” ungkapnya.

SLK memberi terapi dengan membaurkan anak autis menjadi satu dan membiarkan bersosialisasi antara satu dengan yang lainnya sehingga komunikasi dapat terjalin, meski dalam keterbatasan mereka. Selain itu, SLK juga memberikan pelajaran yang disesuaikan dengan keinginan mereka. Terapi yang diberikan SLK berbeda dengan terapi biasanya, yang menangani satu per satu anak autis. ”Sangat sulit dalam mencari kemauan anak autis karena mereka memiliki perbedaan karakter. Untuk itu dengan membiarkan mereka bermain bersama teman, maka dapat merangsang apa yang mereka mau dan inginkan dari kebiasaannya. Karena peran SLK untuk membuat anak autis mandiri dan dapat bersosialisasi dengan lingkungan,” imbuhnya.

Menurut Dra. Niwayan Ratih Tritamanti, MPd, Sekretaris Yayasan Dria Raba, SLK tetap mengikutsertakan orangtua sehingga anak tetap dalam pengawasan dan kasih sayang orangtua. Karena anak autis membutuhkan perhatian yang ekstra. Penyebab autis belum diketahui secara pasti. Tetapi diduga akibat gangguan neurobiologis pada susunan syaraf pusat, yaitu faktor generik, gangguan pertumbuhan sel otak pada janin, gangguan pencernaan, keracunan logam berat, dan gangguan autoimun. Untuk kesembuhan penyakit autis, tergantung pada penyebabnya. Jika penyebabnya gangguan pada otak, maka autis tidak dapat sembuh total, meski gejalanya dapat dikurangi dan perilakunya dapat diubah ke arah positif dengan berbagai terapi.

Tidak ada komentar:

Statistik pengunjung