Selasa

Indonesia Produsen Gas Rumah Kaca

PENGANTAR REDAKSI: Ramalan bahwa semua penduduk bumi akan bersatu melawan ancaman kelangsung hidup dunia sudah mendekati kenyataan. Pemanasan global sudah menjadi ancaman serius di berbagai belahan dunia. Sayang, rekayasa budaya hidup untuk mengurangi pemanasan global atau yang disebut efek rumah kaca belum menjadi gaya hidup global. Bahkan, negara-negara maju terkesan bersifat munafik alias masa bodoh terhadap dampak negatifnya.

Pemanasan Global Meningkat
OLEH: DIDIK PURWANTO

Pemanasan pada permukaan bumi yang dikenal dengan istilah 'Efek Rumah Kaca' atau Greenhouse Effect berawal dari sinar matahari yang menembus lapisan udara (atmosfer) dan memanasi permukaan bumi. Permukaan tersebut menjadi panas menghangatkan udara yang berada tepat di atasnya. Karena menjadi ringan, udara panas tersebut naik dan posisinya digantikan oleh udara sejuk. Sebagian dari udara panas yang naik ke atas ditahan dan dipantulkan kembali ke permukaan oleh lapisan gas di atmosfer bumi yang terdiri dari karbondioksida, metan dan natrium oksida. Udara panas yang dipantulkan tersebut berfungsi untuk menjaga temperatur bumi supaya tidak menjadi beku. Proses pemantulan udara panas untuk menghangatkan bumi inilah yang disebut dengan efek rumah kaca.
Pemanasan global, suhu udara meningkat, melelehnya salju dunia, serta naiknya permukaan laut pada akhirnya dapat menyebabkan perubahan iklim. Isu lingkungan sudah menjadi isu global dan perubahan iklim merupakan ancaman paling serius terhadap pembangunan berkelanjutan. Indikasinya adalah penggunaan rumah kaca, pemakaian bahan bakar fosil (batubara, gas, minyak bumi), dan industri yang menghasilkan polutan metana, chlorofluorocarbon (CFC), nitrat oksida, nitrogen dan karbondioksida. “Indonesia penghasil gas rumah kaca terbesar keempat di dunia setelah Amerika Serikat, Cina dan Uni Eropa,” papar James Orehmie Monday dari Bank Dunia.
Pendapat tersebut diamini oleh Torry Kuswardono, Manager Kampanye Energi Eksekutif WALHI Jakarta. Indonesia dan dunia saat ini berada pada tingkat polusi yang sudah membahayakan bagi kesehatan penduduknya. Sebelum terjadi era industrialisasi, atmosfer bumi mengandung 280 ppm (parts per million) karbon dioksida. Kini jumlah itu meningkat hingga 370 ppm dan akan meningkat terus tiap tahun. Satu-satunya kesepakatan internasional untuk mengurangi gas rumah kaca adalah Protokol Kyoto yang menetapkan negara-negara industri agar mengurangi emisi global dalam jangka waktu tahun 2008-2012. Namun kesepakatan itu menghadapi tantangan besar, beberapa kesepakatannya tidak diindahkan oleh Amerika Serikat, produsen karbondioksida terbesar dunia. “Amerika tidak memiliki komitmen mereduksi emisi rumah kaca padahal 76% industrinya menguasai minyak dunia,” tegas Torry, dalam dialog publik “Perubahan Iklim dan Dampaknya Bagi Keberlangsungan Hidup” di Denpasar (16/6).
Pemanasan global yang terjadi karena perbuatan manusia memang memiliki efek negatif yang tidak bisa dipandang sepele. Dan kita pun, suka tidak suka, tercatat sebagai salah satu pelakunya. Kebiasaan menggunakan kadar gas karbon dioksida berlebih harus dikurangi. Caranya? Cukup memakai listrik seperlunya, memilih alat rumah tangga atau elektronik yang hemat energi, dan kalau bisa menanam pohon untuk menyerap gas karbondioksida yang ada di udara.

Tidak ada komentar:

Statistik pengunjung