WACANA
OLEH: CHOIRUL MAHFUD*
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kembali berjanji kepada publik Indonesia, bahwa di Tahun 2007, kepemimpinannya akan melakukan tindakan yang konkret, langsung, dan menggunakan bahasa yang terang dalam mengelola berbagai masalah yang sedang melanda Negeri Indonesia ini (Radar Surabaya, 26/12).
Tentu saja, pernyataan tersebut menjadi harapan baru yang pantas diapresiasi dan didukung dengan sepenuhnya. Apa yang telah dilakukan oleh Prof. Syafii Maarif dkk beberapa waktu lalu di Jakarta menggelar orasi dan dukungan atas keinginan presiden lebih baik dan konkret dibanding tahun sebelumnya merupakan teladan yang baik dan perlu diikuti, agar kepemimpinan SBY-JK makin mantap dan tidak ragu. Setidaknya, bila SBY tidak melakukan komitmennya, maka ia akan kena malu sendiri. Bukankah ada filosofi Jawa yang mengatakan, “becik ketitik olo ketoro”. Maksudnya, barang siapa yang melakukan kebaikan, maka akan ditandai sebagai orang yang baik, dan sebaliknya bila kita melakukan keburukan, maka akan kelihatan meskipun kita tutup-tutupi keburukan tersebut.
Harapan baru tersebut bila nanti betul-betul terwujud tentu akan sangat menggembirakan hati masyarakat Indonesia. Sebab, selama dua tahun kepemimpinannya, SBY telah banyak melakukan tindakan persuasif. Memasuki tahun ketiga dalam pemerintahannya sekarang inilah, Presiden akan berusaha untuk mengubah gaya kepemimpinan yang selama ini mereka lakukan. Presiden akan menjadikan kepemimpinannya menjadi lebih tegas dan terbuka, sehingga pers bisa mengaudit apa yang dilakukan birokrasi dalam mengelola negara. “Yang kurang katakanlah kurang dan yang baik katakanlah baik, dengan demikian tidak akan ada dusta di antara kita,” begitulah cuplikan pidato Presiden Yudhoyono dalam rangka menyambut ulang tahun ke-69 Kantor Berita Antara beberapa waktu lalu.
Figur Komunikatif
Presiden SBY bisa dibilang memiliki kelebihan “komunikatif” dibanding presiden sebelumnya seperti Megawati, Habibie, Gus Dur maupun Soeharto. SBY dalam menjelaskan berbagai persoalan bangsa dengan bahasa yang lebih teratur, dan sangat sistematis, kaya argumen, serta ekspresi penyampaian yang begitu persuasif dan jelas dibanding mantan Presiden Soeharto yang sering menggunakan huruf e saat mengucapkan huruf A, misalnya. Mungkin karena kelihaian SBY itulah salah satu kekuatan yang membuat SBY bisa merebut popularitas serta dapat dipilih rakyat dan diberi wewenang dan tanggung jawab untuk memimpin negara Indonesia ini.
Sayang, memimpin sebuah negara tidak hanya dibutuhkan kepiawaian dalam orasi saja, seperti SBY. Sebab, kenyataannya selama dua tahun ini, SBY ternyata belum bisa mengemban tugas dan tanggung jawab yang dipercayakan kepada dirinya sesuai dengan harapan dari berbagai kalangan masyarakat. Karena dalam masa kepemimpinan Presiden SBY ternyata menyadarkan kita, bahwa persoalan-persoalan bangsa bukan terselesaikan, namun justru sebaliknya, berbagai macam persoalan justru bertambah dan selalu bertambah. Berbagai macam persoalan yang menimpa Negara Indonesia tidak akan bisa terselesaikan kalau hanya mengandalkan tindakan persuasi seperti apa yang dilakukan Presiden selama ini. Namun dalam memimpin suatu negara yang sangat kita perlukan adalah tindakan yang konkret dan ketegasan, karena yang dituntut pada akhirnya bukan hanya impian saja, namun yang diharapkan adalah hasil yang nyata. Dan efektivitas kepemimpinan yang membuahkan hasil itulah yang ditunggu-tunggu oleh rakyat bukan hanya janji tapi juga bukti.
Bila kita amati bersama, tampaknya posisi negara Indonesia tidak mengalami perubahan yang signifikan. Bahkan, bisa disebut negara ini telah mengalami apa yang disebut failure state (negara gagal). Sebab, petaka selalu silih berganti datang beruntun, tidak saja petaka di bumi tapi juga di langit dan laut, darat serta udara. Pendek kata, negara telah mengalami berbagai kemerosotan yang luar biasa. Indikator kemerosotan tersebut terlihat saat terjadi peningkatan angka kemiskinan dari 15,97 persen (Februari 2005 ) menjadi 17,75 persen (Maret 2006). Kemerosotan kualitas hidup manusia juga ditunjukkan dalam laporan regional pencapaian Millenium Development Goal Asia Pasific Yang diluncurkan 16 Oktober oleh ADB-UN-DP-UNESCAP.
Di samping terjadi berbagai kemerosotan, dalam masa pemerintahan Presiden SBY juga banyak mengalami berbagai bencana alam yang sangat menyedihkan dan selalu terjadi seolah-olah tidak akan berhenti. Mulai dari Tsunami yang terjadi di Aceh, gempa bumi di Yogyakarta, banjir lumpur di Sidoarjo, busung lapar, pengangguran yang sangat membludak serta masih banyak persoalan-persoalan lainnya. Dan ironisnya, meskipun para birokrasi pemerintah sudah mengetahui, namun pihak pemerintah ternyata kurang memperhatikan dan mengabaikan situasi tersebut, bahkan mereka terkesan seolah-olah tidak mau peduli dengan situasi yang sedang dialami oleh negara Indonesia. Mereka hanya bersantai-santai sambil beristirahat di ruangan ber-AC, padahal di sisi lain juga masih banyak balita dan anak-anak yang tidur tanpa alas dan atap.
Di tahun 2007 ini, muncul harapan baru bagi rakyat Indonesia setelah Presiden SBY memberikan sebuah janji pada kita, untuk bisa membuat negara Indonesia lebih maju dan siap saing serta dapat mengimbangi serta dapat menjawab perkembangan zaman. Namun, tiap kali kita mendengar argumen dan janji dari pihak birokrasi pemerintah, kita juga pasti akan selalu dihantui rasa gelisah dan bimbang. Apakah semua yang diucapkan benar-benar akan terlaksana dan menjadi kenyataan, ataukah hanya sebuah wacana dan sekedar janji saja.
Kita saksikan sejak dulu, pihak-pihak pemerintah hanya bisa berjanji dan berjanji, namun semua janjinya tersebut tidak dapat terbukti.
Kalau hanya berbicara dan berjanji, rakyat pun bisa melakukannya, namun yang dibutuhkan adalah suatu tindakan yang konkret dan membuahkan hasil. Rakyat Indonesia sudah tidak butuh dengan wacana dan janji yang muluk-muluk. Saat ini rakyat Indonesia rindu suatu tindakan yang konkret dalam mengentaskan negara Indonesia dari kemiskinan dan mendapatkan solusi yang tepat untuk menjawab berbagai masalah yang sedang melanda bangsa Indonesia. Semoga saja harapan yang diberikan SBY kepada rakyat Indonesia bisa menjadi kenyataan, agar negara Indonesia bisa menjadi negara yang maju dan sesuai dengan harapan dari berbagai elemen masyarakat.
*) Staf pengajar FAI Universitas Muhammadiyah Surabaya (UMS), tinggal di Surabaya.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kembali berjanji kepada publik Indonesia, bahwa di Tahun 2007, kepemimpinannya akan melakukan tindakan yang konkret, langsung, dan menggunakan bahasa yang terang dalam mengelola berbagai masalah yang sedang melanda Negeri Indonesia ini (Radar Surabaya, 26/12).
Tentu saja, pernyataan tersebut menjadi harapan baru yang pantas diapresiasi dan didukung dengan sepenuhnya. Apa yang telah dilakukan oleh Prof. Syafii Maarif dkk beberapa waktu lalu di Jakarta menggelar orasi dan dukungan atas keinginan presiden lebih baik dan konkret dibanding tahun sebelumnya merupakan teladan yang baik dan perlu diikuti, agar kepemimpinan SBY-JK makin mantap dan tidak ragu. Setidaknya, bila SBY tidak melakukan komitmennya, maka ia akan kena malu sendiri. Bukankah ada filosofi Jawa yang mengatakan, “becik ketitik olo ketoro”. Maksudnya, barang siapa yang melakukan kebaikan, maka akan ditandai sebagai orang yang baik, dan sebaliknya bila kita melakukan keburukan, maka akan kelihatan meskipun kita tutup-tutupi keburukan tersebut.
Harapan baru tersebut bila nanti betul-betul terwujud tentu akan sangat menggembirakan hati masyarakat Indonesia. Sebab, selama dua tahun kepemimpinannya, SBY telah banyak melakukan tindakan persuasif. Memasuki tahun ketiga dalam pemerintahannya sekarang inilah, Presiden akan berusaha untuk mengubah gaya kepemimpinan yang selama ini mereka lakukan. Presiden akan menjadikan kepemimpinannya menjadi lebih tegas dan terbuka, sehingga pers bisa mengaudit apa yang dilakukan birokrasi dalam mengelola negara. “Yang kurang katakanlah kurang dan yang baik katakanlah baik, dengan demikian tidak akan ada dusta di antara kita,” begitulah cuplikan pidato Presiden Yudhoyono dalam rangka menyambut ulang tahun ke-69 Kantor Berita Antara beberapa waktu lalu.
Figur Komunikatif
Presiden SBY bisa dibilang memiliki kelebihan “komunikatif” dibanding presiden sebelumnya seperti Megawati, Habibie, Gus Dur maupun Soeharto. SBY dalam menjelaskan berbagai persoalan bangsa dengan bahasa yang lebih teratur, dan sangat sistematis, kaya argumen, serta ekspresi penyampaian yang begitu persuasif dan jelas dibanding mantan Presiden Soeharto yang sering menggunakan huruf e saat mengucapkan huruf A, misalnya. Mungkin karena kelihaian SBY itulah salah satu kekuatan yang membuat SBY bisa merebut popularitas serta dapat dipilih rakyat dan diberi wewenang dan tanggung jawab untuk memimpin negara Indonesia ini.
Sayang, memimpin sebuah negara tidak hanya dibutuhkan kepiawaian dalam orasi saja, seperti SBY. Sebab, kenyataannya selama dua tahun ini, SBY ternyata belum bisa mengemban tugas dan tanggung jawab yang dipercayakan kepada dirinya sesuai dengan harapan dari berbagai kalangan masyarakat. Karena dalam masa kepemimpinan Presiden SBY ternyata menyadarkan kita, bahwa persoalan-persoalan bangsa bukan terselesaikan, namun justru sebaliknya, berbagai macam persoalan justru bertambah dan selalu bertambah. Berbagai macam persoalan yang menimpa Negara Indonesia tidak akan bisa terselesaikan kalau hanya mengandalkan tindakan persuasi seperti apa yang dilakukan Presiden selama ini. Namun dalam memimpin suatu negara yang sangat kita perlukan adalah tindakan yang konkret dan ketegasan, karena yang dituntut pada akhirnya bukan hanya impian saja, namun yang diharapkan adalah hasil yang nyata. Dan efektivitas kepemimpinan yang membuahkan hasil itulah yang ditunggu-tunggu oleh rakyat bukan hanya janji tapi juga bukti.
Bila kita amati bersama, tampaknya posisi negara Indonesia tidak mengalami perubahan yang signifikan. Bahkan, bisa disebut negara ini telah mengalami apa yang disebut failure state (negara gagal). Sebab, petaka selalu silih berganti datang beruntun, tidak saja petaka di bumi tapi juga di langit dan laut, darat serta udara. Pendek kata, negara telah mengalami berbagai kemerosotan yang luar biasa. Indikator kemerosotan tersebut terlihat saat terjadi peningkatan angka kemiskinan dari 15,97 persen (Februari 2005 ) menjadi 17,75 persen (Maret 2006). Kemerosotan kualitas hidup manusia juga ditunjukkan dalam laporan regional pencapaian Millenium Development Goal Asia Pasific Yang diluncurkan 16 Oktober oleh ADB-UN-DP-UNESCAP.
Di samping terjadi berbagai kemerosotan, dalam masa pemerintahan Presiden SBY juga banyak mengalami berbagai bencana alam yang sangat menyedihkan dan selalu terjadi seolah-olah tidak akan berhenti. Mulai dari Tsunami yang terjadi di Aceh, gempa bumi di Yogyakarta, banjir lumpur di Sidoarjo, busung lapar, pengangguran yang sangat membludak serta masih banyak persoalan-persoalan lainnya. Dan ironisnya, meskipun para birokrasi pemerintah sudah mengetahui, namun pihak pemerintah ternyata kurang memperhatikan dan mengabaikan situasi tersebut, bahkan mereka terkesan seolah-olah tidak mau peduli dengan situasi yang sedang dialami oleh negara Indonesia. Mereka hanya bersantai-santai sambil beristirahat di ruangan ber-AC, padahal di sisi lain juga masih banyak balita dan anak-anak yang tidur tanpa alas dan atap.
Di tahun 2007 ini, muncul harapan baru bagi rakyat Indonesia setelah Presiden SBY memberikan sebuah janji pada kita, untuk bisa membuat negara Indonesia lebih maju dan siap saing serta dapat mengimbangi serta dapat menjawab perkembangan zaman. Namun, tiap kali kita mendengar argumen dan janji dari pihak birokrasi pemerintah, kita juga pasti akan selalu dihantui rasa gelisah dan bimbang. Apakah semua yang diucapkan benar-benar akan terlaksana dan menjadi kenyataan, ataukah hanya sebuah wacana dan sekedar janji saja.
Kita saksikan sejak dulu, pihak-pihak pemerintah hanya bisa berjanji dan berjanji, namun semua janjinya tersebut tidak dapat terbukti.
Kalau hanya berbicara dan berjanji, rakyat pun bisa melakukannya, namun yang dibutuhkan adalah suatu tindakan yang konkret dan membuahkan hasil. Rakyat Indonesia sudah tidak butuh dengan wacana dan janji yang muluk-muluk. Saat ini rakyat Indonesia rindu suatu tindakan yang konkret dalam mengentaskan negara Indonesia dari kemiskinan dan mendapatkan solusi yang tepat untuk menjawab berbagai masalah yang sedang melanda bangsa Indonesia. Semoga saja harapan yang diberikan SBY kepada rakyat Indonesia bisa menjadi kenyataan, agar negara Indonesia bisa menjadi negara yang maju dan sesuai dengan harapan dari berbagai elemen masyarakat.
*) Staf pengajar FAI Universitas Muhammadiyah Surabaya (UMS), tinggal di Surabaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar