Kian eksisnya menu-menu siap saji berlabel merek asing di berbagai sudut kota-kota besar, seakan menjadikan makanan tradisional kalah populer. Anggapan segelintir konsumen bahwa lebih bergengsi menyantap masakan berlabel McDonald atau KFC ketimbang nasi jamblang ala Cirebon atau nasi timbel khas Sunda, ikut menyempitkan ruang pasar bagi aneka makanan tradisional khas Indonesia.
Di tengah himpitan dan serbuan menu siap saji ala barat itu, masih terdapat ’’pejuang-pejuang’’ bisnis yang tetap kokoh mempertahankan menu-menu khas sebuah daerah yang memang sudah lama dikenal luas oleh mayoritas pemilik sah republik ini.
Empek-empek Palembang asal Sumatera Selatan (Sumsel) misalnya, masih tetap disukai konsumen di Indonesia. Di Sumsel sendiri, terdapat lebih dari 30 produk berlabel Empek-empek. Linda (30), yang seharian sebagai pedagang Empek-empek di Pasar Cinde, Kota Palembang mengaku, dari puluhan produk itu, jenis empek-empek yang paling banyak mendapat tempat di hati konsumen adalah kapal selam, lenjer, tekwan, lenggang dan rujak mie.
’’Yang jarang dibeli adalah jenis laksan, cilimpungan, lenggang panggang, pastel, empek-empek panggang dan model. Di Palembang, empek-empek sudah menjadi salah satu menu makanan yang bisa dimakan kapan saja dan bisa di mana saja. Menu ini bisa dijadikan sarapan, makan siang maupun makan malam. Untuk sarapan, biasanya empek-empek laksan dan cilimpungan. Semua tergantung kualitas bahan dengan rasanya yang berbeda-beda, tapi tetap bisa dinikmati,’’ jelas Linda.
Karena menjadi sebuah makanan khas, masyarakat Sumsel mendandani produk ini dalam ragam hiasan sebelum disajikan pada sebuah pesta perkawinan dan suguhan wajib saat hari Lebaran. Empek-empek terbuat dari tepung tapioca, dan di
Saat ini, jenis ikan belida sulit untuk ditemukan di perairan sungai di Sumsel. Rusli, pengelola RM Pempek Pak Raden menyatakan, meski jenis ini sudah sulit diperoleh, namun demi mempertahankan kualitas menu, harus tetap dicari. ’’Masyarakat dan konsumen empek-empek masih mengandalkan ikan belida sebagai bahan baku utama. Untuk stok, saya biasanya memasok ikan belida dari Sumatera Utara, Jambi dan Riau. Ikan dengan berat 3 kilogram per ekor itu digunakan untuk bahan baku pempek. Ikan ini sulit dibudidayakan. Di daerah lain, ikan ini hanya bisa digoreng dan jadi lembek serta dagingnya amat berlemak,’’ katanya.
Masuk Carrefour
Di Bali, jenis makanan khas Sumsel itu dikembangkan oleh Andy Lakimen, SE. Lakimen justru berani membuka sejumlah rumah makan berbasis bahan baku empek-empek di beberapa tempat strategis seperti Pempek Corner di Jl Raya Sesetan dan Jl Raya Tuban, Kuta serta tembus Mall Bali Galeria Simpang Siur dan Carrefour di Jl Sunseat Roud Denpasar.
Sebelum ke
“Kualitas makanan yang bagus pantas saja diberi harga mahal karena kepuasan pelanggan merupakan kunci utama kesuksesan dan itu yang membuat seorang konsumen bisa menjadi pelanggan tetap,” tegas Andy. Untuk menarik pelanggan, saya merintis delivery order (pesan antar, --Red)) untuk pemesanan di atas Rp 100.000 dari dan ke seluruh wilayah
Bahan
‘’Resep pembuatan adonan langsung didapatkan dari sang ibu yang terkenal jago membuat pempek, sekalipun hanya menggunakan ikan tenggiri tulen tanpa dicampur ikan lain dan tepung kanji. Itu salah satu alasan yang membuat turis Jepang banyak yang menjadi pelanggan di sini,” jelasnya.
Lebih unik lagi, ungkap Lekiman, dalam pembuatan Pempek Kapal Selam, telur ayam mentah jadi salah satu bahan andalan yang langsung dimasukkan ke dalam adonan tanpa harus memecah kuning telur. Jadi, dibutuhkan pegawai yang punya skill karena adonan harus tetap kenyal tanpa memecahkan kuning telur. Cuka menjadi kunci kelezatan pempek. Selain Pempek, Lekiman menjual aneka makanan tradisional khas Palembang seperti Kemplang, Lapis Legit, Lapis Kojo, Lapis Legit, Mie Celor, Gandum dan Kue Srikayo. (Agus Salam dan Wayan Nita)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar