



Mini, Simpel dan Longgar (MSL). Itulah tren busana tahun 2008 yang ditampilkan pada Bali Fashion Week (BFW) 2007, di Discovery Shopping Mall Kuta, (22-25/11). Peragaan busana bertajuk From Bali to the World ini menghadirkan parade busana besutan 31 desainer lokal, nasional dan manca benua. Pilihan mode, motif dan warna busana yang dibawakan para model di atas catwalk dengan gaya atraktif mencerminkan selera berpakaian masyarakat di tahun 2008 untuk gaun formal. Busana mini dengan bentuk simpel dan longgar mewakili karakter dan pola masyarakat digital yang bergerak lepas, bebas, cepat, efisien dan instan.
Ajang tersebut menyedot animo warga lokal dan wisawatan asing yang kebetulan sedang berada di sekitar kawasan Pantai Kuta untuk menonton aksi para model. Gaun pesta nan glamour berbalut warna lembut seperti hitam, silver, putih dan emas seakan menambah kesegaran udara malam Pantai Kuta. Tangan-tangan lincah paparazi asal Australia, Jepang, Korea, Hongkong dan Amerika tak luput merekam dan membidik ajang pamer kreativitas anak bangsa itu. ‘’Kali ini kami panitia sengaja mengundang para jurnalis lokal dan luar negeri. Mereka ikut mengabadikan momen indah ini. Saya optimis mereka senang dan tidak kecewa. Begitu pula dengan para wisatawan tidak merasa sia-sia datang melihat BFW 2007," kata Ketua Panitia Penyelenggara BFW 2007, Mardiana Ika.
Dwi Iskandar, desainer asal Tuban, Jatim menyebut, masyarakat di tahun 2008 cenderung menyukai pakaian mini, simpel dan longgar. Pemakaian warna lembut dan natural akan menghiasi baju-baju tahun 2008. Busana dengan model balon seperti saat ini akan ditinggalkan dan berganti busana yang longgar seperti rok berbentuk A (payung) siap menyerbu pasar.



Bagi seorang Ketua Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia (APPMI) Bali, Ali Charisma, pemakaian bahan kain katun dicocokkan dengan situasi tahun 2008 yang mengalami musim panas. “Keadaan iklim yang hangat di wilayah Asia mempengaruhi masyarakat untuk memilih pakaian yang nyaman dan simpel. Pada siang hari pakaian terusan mini atau rok di atas lutut akan menjadi pilihan pasar,” jelasnya.
Pendapat senada dilontarkan desainer asal Filipina, Rajo Laurel. Menurut Rajo, keadaan iklim yang hangat membuat masyarakat memilih pakaian dari bahan yang nyaman dan tipis seperti kain katun dan sutra. ”Cuaca hangat akan membuat masyarakat Asia memilih pakaian yang simpel. Untuk warna akan lebih bermain pada warna abu-abu, silver, emas, hitam krem dan putih,” ujarnya.
Event tahunan itu diisi dengan seminar dan diskusi seputar busana dan desainer, pameran dagang dan expo, serta diramaikan dengan parade karnaval jalanan (fashion on the street) oleh 20 kelompok dengan busana unik. Mereka melintasi dari Jl Dewi Sartika, Jl Bakung Sari menuju Bemo Corner hingga Pantai Kuta. Karnaval diawali tarian Cak oleh masyarakat Kuta. Peserta karnaval mengenakan kostum sangat kreatif dan beragam.
Keriuhan terjadi saat rombongan Jember Fashion Carnaval (JFC) pimpinan Dynand Fariz melintas dalam usungan aneka tema. Kostum unik ditunjang riasan penuh warna dan aksesoris, menjadi magnet khusus bagi perhatian masyarakat dunia. Setiap anak mengusung tema berbeda, dari budaya Cina, Dayak sampai kreasi bertema modern.
Penonton yang memadati setiap trotoar jalan terpukau melihat karya-karya kreatif desainer fashion yang dibawa dokar. Siswi Sekolah Desain Bali menampilkan busana bahan daur ulang dari botol bekas dan pakaian dari bekas serutan kayu. Semuanya tampak sangat indah pasca dikenakan. Desainer Oka Diputra langsung turun ke jalan mengikuti karnaval hingga usai. Akademi Seni Rupa dan Desain ISMI Jakarta menurunkan 20 karya mahasiswa dalam ragam kreasi, baik bertema klasik maupun modern. Kreasi para desainer lokal, nasional maupun internasional seakan mengajak dunia untuk tetap melihat Bali itu cantik penuh suguhan keindahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar