OPSI
OLEH : SULIS STYAWAN*
Setiap tanggal 26 Juni, masyarakat dunia internasional --tak terkecuali masyarakat Indonesia-- memperingati Hari Anti Narkoba Internasional (HANI). Dalam peringatan tersebut, para pengguna kendaraan bermotor di berbagai daerah/kota besar di seluruh Indonesia biasanya secara serentak menyalakan lampu kendaraan (light on).
Selain sebagai bentuk peringatan Hari Anti Narkoba, nyala lampu kendaran juga sebagai bentuk simpati, sekaligus simbol penyadaran dan peringatan kepada seluruh masyarakat akan bahaya narkoba. Light on juga menjadi simbol "penerangan" dan pencerahan (enlightenment) bagi mereka yang sudah telanjur terjerumus dalam jerat dan ketergantungan narkoba agar dapat segera keluar, lepas, dan terbebas dari lembah hitam penyalahgunaan, pemakaian, dan peredaran narkoba.
Fakta Peredaran Narkoba
Memang, saat ini, masyarakat --khususnya kalangan orang tua--, harus ekstra waspada terhadap bahaya peredaran narkoba. Di Indonesia sendiri, peredaran narkotika, psikotropika, zat adiktif, dan obat-obatan terlarang (narkoba/napza) semakin mengkhawatirkan.
Faktanya, hingga Desember 2006, data statistik dari Badan Narkotika Nasional (BNN) menyebutkan bahwa di seluruh Indonesia, kasus narkoba mencapai 8.406 kasus. Ironisnya lagi, yang menduduki urutan pertama sebagai pengguna narkoba justru para pelajar, bukan artis maupun masyarakat umum. Jumlahnya pun sangat mencengangkan dan kian bertambah setiap tahun. Senyatanya, 4 juta warga Indonesia (20 persennya adalah remaja) telah terjangkit narkoba sehingga harus ditangani secara intensif.
Dari ribuan kasus tersebut, kasus pelajar yang menggunakan narkoba atau yang lebih dikenal dengan istilah nge-drug justru mendominasi, yakni mencapai 15.101 orang. Rinciannya, dari kalangan SMP mencapai 4.012 orang, sedangkan dari kalangan SMA 11.089 orang. Dari sisi pekerjaan, pegawai swasta yang terlibat dalam narkoba mencapai 6.833 orang, buruh 3.046 orang, dan penganggur 3.885 orang.
Secara empiris-faktual, pengguna narkoba telah tersebar pada seluruh lapisan masyarakat. Memang, harus diakui, bahwa saat ini pengguna narkoba tidak kenal batas wilayah, jenis kelamin, status sosial, usia pangkat, dan jabatan. Jajaran birokrasi, politisi, artis, serta atlet saat ini sudah masuk dalam jeratan narkoba. Narkoba juga tidak hanya masuk ke kalangan pemuda secara umum, akan tetapi sudah masuk terlampau jauh ke kalangan pelajar. Sungguh ironis!
Pun, berbagai media massa telah meliput banyaknya generasi muda yang terjerumus ke dalam persoalan narkoba. Mereka telah mengonsumsi, bahkan ada yang inklud dalam rangkaian perdagangan narkoba. Dan semua itu, jelas akan memberikan deskripsi yang buruk bagi tatanan sosial. Sebab, peredaran narkoba sudah merambat pada bagian-bagian yang sebelumnya tidak tersentuh narkoba.
Dengan melihat data ini, sudah seharusnya para orangtua yang memiliki anak remaja khawatir, anaknya terjerumus ke lembah narkoba. Sekali saja terjerumus, maka mereka akan sangat sulit menemukan jalan untuk kembali.
Tak dipungkiri pula, bahwa selama ini narkoba menjadi salah satu segmen hukum yang semakin hari menunjukkan akselerasi yang meningkat. Sementara dalam bidang penegakan hukum, hal ini juga telah ditangani dengan serius oleh yang berkompeten, meski tak jarang ada satu-dua oknum yang "bermain-main" di balik hukum.
Idealnya, dengan cara itu, kejahatan dalam penggunaan narkoba semakin menurun. Namun, sungguh ironis, karena realitasnya tidak demikian. Justru, persoalan narkoba kian cepat memasuki seluruh lini kehidupan sosial masyarakat. Mulai dari lembaga pendidikan dasar sampai kepada masyarakat luas. Semuanya telah terkontaminasi narkoba.
Masa Depan Bangsa
Pemberantasan narkoba merupakan upaya perbaikan bagi generasi muda di masa mendatang. Titik kulminasinya adalah mempersiapkan masa depan bangsa tanpa narkoba harus dilakukan semua pihak secara komprehensif. Hal ini dipandang penting mengingat selama ini, narkoba telah mengincar kehidupan generasi muda bangsa ini.
Berdasarkan sebuah riset di Amerika Serikat, model penyuluhan ternyata sudah tidak mempan lagi menekan peredaran narkoba. Hasil riset itu menyebutkan, bahwa kasus penggunaan narkoba pada pelajar kelas III SMP justru meningkat, padahal selama di kelas I mereka sudah diberi penyuluhan.
Jadi, saat ini, upaya yang paling tepat untuk menciptakan masa depan tanpa narkoba adalah dengan pendidikan preventif, terutama kepada orangtua yang mendampingi anak. Hal ini mengingat peran vital keluarga sebagai benteng pertama dan utama untuk menanggulangi narkoba.
Selain itu, cara persuasif bagi para pelajar (generasi muda) untuk menjauhi narkoba juga menjadi sebuah keniscayaan. Sebab, upaya persuasif bagi generasi muda akan lebih efektif dibanding dengan cara-cara lainnya. Pendekatan persuasif ini diarahkan baik kepada generasi muda yang sudah terkontaminasi narkoba ataupun yang belum.
Mengingat pendekatan persuasif dalam pemberantasan narkoba memerlukan kordinasi yang menyeluruh, maka semua pihak harus merasa terpanggil untuk membebaskan masa depan generasi muda. Kesadaran ini perlu dibangun atas dasar kepentingan bersama, yakni kepentingan untuk membangun kembali bangsa ini. Sebab, jika narkoba telah merusak generasi muda, bukan tidak mungkin akan tercipta generasi muda yang lemah dan tanpa daya (weakness generation), dalam berbagai dimensi. Lebih dari itu, kita tentu tidak ingin ada istilah "generasi yang hilang" (the lost generation) dan hancur karena penyalahgunaan narkoba di negeri ini. Tentu kita semua tidak menginginkannya bukan? Pilihan lain tidak ada. Say No To Narkoba!
*) Mahasiswa Jurdik. Fisika, FMIPA, Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).
OLEH : SULIS STYAWAN*
Setiap tanggal 26 Juni, masyarakat dunia internasional --tak terkecuali masyarakat Indonesia-- memperingati Hari Anti Narkoba Internasional (HANI). Dalam peringatan tersebut, para pengguna kendaraan bermotor di berbagai daerah/kota besar di seluruh Indonesia biasanya secara serentak menyalakan lampu kendaraan (light on).
Selain sebagai bentuk peringatan Hari Anti Narkoba, nyala lampu kendaran juga sebagai bentuk simpati, sekaligus simbol penyadaran dan peringatan kepada seluruh masyarakat akan bahaya narkoba. Light on juga menjadi simbol "penerangan" dan pencerahan (enlightenment) bagi mereka yang sudah telanjur terjerumus dalam jerat dan ketergantungan narkoba agar dapat segera keluar, lepas, dan terbebas dari lembah hitam penyalahgunaan, pemakaian, dan peredaran narkoba.
Fakta Peredaran Narkoba
Memang, saat ini, masyarakat --khususnya kalangan orang tua--, harus ekstra waspada terhadap bahaya peredaran narkoba. Di Indonesia sendiri, peredaran narkotika, psikotropika, zat adiktif, dan obat-obatan terlarang (narkoba/napza) semakin mengkhawatirkan.
Faktanya, hingga Desember 2006, data statistik dari Badan Narkotika Nasional (BNN) menyebutkan bahwa di seluruh Indonesia, kasus narkoba mencapai 8.406 kasus. Ironisnya lagi, yang menduduki urutan pertama sebagai pengguna narkoba justru para pelajar, bukan artis maupun masyarakat umum. Jumlahnya pun sangat mencengangkan dan kian bertambah setiap tahun. Senyatanya, 4 juta warga Indonesia (20 persennya adalah remaja) telah terjangkit narkoba sehingga harus ditangani secara intensif.
Dari ribuan kasus tersebut, kasus pelajar yang menggunakan narkoba atau yang lebih dikenal dengan istilah nge-drug justru mendominasi, yakni mencapai 15.101 orang. Rinciannya, dari kalangan SMP mencapai 4.012 orang, sedangkan dari kalangan SMA 11.089 orang. Dari sisi pekerjaan, pegawai swasta yang terlibat dalam narkoba mencapai 6.833 orang, buruh 3.046 orang, dan penganggur 3.885 orang.
Secara empiris-faktual, pengguna narkoba telah tersebar pada seluruh lapisan masyarakat. Memang, harus diakui, bahwa saat ini pengguna narkoba tidak kenal batas wilayah, jenis kelamin, status sosial, usia pangkat, dan jabatan. Jajaran birokrasi, politisi, artis, serta atlet saat ini sudah masuk dalam jeratan narkoba. Narkoba juga tidak hanya masuk ke kalangan pemuda secara umum, akan tetapi sudah masuk terlampau jauh ke kalangan pelajar. Sungguh ironis!
Pun, berbagai media massa telah meliput banyaknya generasi muda yang terjerumus ke dalam persoalan narkoba. Mereka telah mengonsumsi, bahkan ada yang inklud dalam rangkaian perdagangan narkoba. Dan semua itu, jelas akan memberikan deskripsi yang buruk bagi tatanan sosial. Sebab, peredaran narkoba sudah merambat pada bagian-bagian yang sebelumnya tidak tersentuh narkoba.
Dengan melihat data ini, sudah seharusnya para orangtua yang memiliki anak remaja khawatir, anaknya terjerumus ke lembah narkoba. Sekali saja terjerumus, maka mereka akan sangat sulit menemukan jalan untuk kembali.
Tak dipungkiri pula, bahwa selama ini narkoba menjadi salah satu segmen hukum yang semakin hari menunjukkan akselerasi yang meningkat. Sementara dalam bidang penegakan hukum, hal ini juga telah ditangani dengan serius oleh yang berkompeten, meski tak jarang ada satu-dua oknum yang "bermain-main" di balik hukum.
Idealnya, dengan cara itu, kejahatan dalam penggunaan narkoba semakin menurun. Namun, sungguh ironis, karena realitasnya tidak demikian. Justru, persoalan narkoba kian cepat memasuki seluruh lini kehidupan sosial masyarakat. Mulai dari lembaga pendidikan dasar sampai kepada masyarakat luas. Semuanya telah terkontaminasi narkoba.
Masa Depan Bangsa
Pemberantasan narkoba merupakan upaya perbaikan bagi generasi muda di masa mendatang. Titik kulminasinya adalah mempersiapkan masa depan bangsa tanpa narkoba harus dilakukan semua pihak secara komprehensif. Hal ini dipandang penting mengingat selama ini, narkoba telah mengincar kehidupan generasi muda bangsa ini.
Berdasarkan sebuah riset di Amerika Serikat, model penyuluhan ternyata sudah tidak mempan lagi menekan peredaran narkoba. Hasil riset itu menyebutkan, bahwa kasus penggunaan narkoba pada pelajar kelas III SMP justru meningkat, padahal selama di kelas I mereka sudah diberi penyuluhan.
Jadi, saat ini, upaya yang paling tepat untuk menciptakan masa depan tanpa narkoba adalah dengan pendidikan preventif, terutama kepada orangtua yang mendampingi anak. Hal ini mengingat peran vital keluarga sebagai benteng pertama dan utama untuk menanggulangi narkoba.
Selain itu, cara persuasif bagi para pelajar (generasi muda) untuk menjauhi narkoba juga menjadi sebuah keniscayaan. Sebab, upaya persuasif bagi generasi muda akan lebih efektif dibanding dengan cara-cara lainnya. Pendekatan persuasif ini diarahkan baik kepada generasi muda yang sudah terkontaminasi narkoba ataupun yang belum.
Mengingat pendekatan persuasif dalam pemberantasan narkoba memerlukan kordinasi yang menyeluruh, maka semua pihak harus merasa terpanggil untuk membebaskan masa depan generasi muda. Kesadaran ini perlu dibangun atas dasar kepentingan bersama, yakni kepentingan untuk membangun kembali bangsa ini. Sebab, jika narkoba telah merusak generasi muda, bukan tidak mungkin akan tercipta generasi muda yang lemah dan tanpa daya (weakness generation), dalam berbagai dimensi. Lebih dari itu, kita tentu tidak ingin ada istilah "generasi yang hilang" (the lost generation) dan hancur karena penyalahgunaan narkoba di negeri ini. Tentu kita semua tidak menginginkannya bukan? Pilihan lain tidak ada. Say No To Narkoba!
*) Mahasiswa Jurdik. Fisika, FMIPA, Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar