Sabtu

Sanggar Setu Babakan, Pentas Setiap Minggu

OLEH: AGUS SALAM
Untuk melestarikan nilai-nilai budaya bangsa, terutama tari di tanah betawi ini, banyak cara ditempuh. Di kampoeng Betawi Setu Babakan, Jakarta Selatan setiap hari Sabtu dan Minggu tari betawi. Tarianini merupakan budaya nasional yang mulai pudar. Tidak heran bila tempat rekreasi di Jakarta Selatan ini menyelenggarakan kursus tari betawi.
Sanggar tari betawi yang dipimpin Bang Roni banyak diminati anak-anak sekitar. Pada hari minggu, tampak anak-anak kecil berumur 8-14 tahun, berselendang sedang anak prianya bersarung yang diselendangkan dibahu. Puluhan anak ini tampak senang mengikuti gerakan dan alunan lagu khas betawi sembari mengikuti sang pembimbing.
Menurut Roni (26), tari yang diajarkan di sanggar tari betawi Setu Babakan adalah Ronggeng Blantek, tari Ngarojeng, tari Topeng Gong, tari Lambang Sari dan tari Cokek. Juga diajarkan berbagai alat musik betawi seperti tanjidor dan nyelenong. Untuk menjaring siswa, Roni mengaku tidak melakukan strategi promosi khusus. Hanya secara lisan dan pengunjung tempat wisata ini yang kepengen anaknya diajarkan tari betawi, tinggal daftar.
Namun, tidak berarti tak ada kendala. Roni mengungkapkan dirinya kesulitan menghadapi para orang tua siswa yang menginginkan anaknya segera tampil di pentas. Padahal, untuk tampil harus dilihat dulu dan dilakukan secara bertahap. Selain itu, yang postur tubuhnya tidak mendukung juga tidak bisa,' katanya lagi. Meski banyak permintaan, Sanggar Tari Betawi Setu Babakan masih belum melebarkan sayap latihan. ‘’Meski sejak kecil saya belajar tari Jawa, tari Bali dan Sunda, tapi saya memilih dalami tari-tarian Betawi. Ini merupakan proses penyesuaian saya dengan kota di mana saya tinggal. Seni tari Betawi juga tidak semaju Jawa atau Bali. Jadi saya merasa tertantang untuk mengembangkan,’’ katanya.
Sekarang, lanjut Roni, sebagian tari Betawi telah dimodifikasi dan sering ditampilkan di panggung. Sebut saja tari Ronggeng Blantek, tari Ngarojeng, tari Topeng Gong, tari Lambang Sari dan tari Cokek. "Untuk menciptakan tari-tarian lepas itu butuh waktu minimal tiga bulan termasuk desain kostum, jelasnya.
Kebanggaan Roni memimpin sanggar tari ini, jika anak-anak didiknya menarik dengan baik saat pementasan dan syukur-syukur bisa dinikmati penonton. Tapi merasa sedih jika yang ditampilkan anak didiknya kurang pas dan tidak mendapat sambutan baik dari penonton. Untuk menjaga khasanah tari betawi dari kepunahan, Roni berharap agar pemerintah melalui dinas kebudayaan lebih memopulerkan, tak hanya para perayaan yang sifatnya lokal, nasional tetapi juga internasional. Bagi masyarakat betawi agar lebih peduli dengan tarian betawi ini dengan ikut belajar sehingga budaya warisan nenek moyang kita tidak punah, saran Roni.

3 komentar:

afiah mengatakan...

Kegiatan melestarikan budaya betawi ini baik sekali, jangan sampai budaya betawi hilang di tanah sendiri, sekarang kita bisa melihat bahwa orang2 asli betawi banyak tersingkir dari tengah kota,contoh warung buncit tahun 1978 90 % penduduknya orang betawi,sekarang entah kemana mereka tersingkir.Yang bisa dilakukan sekarang adalah jangan sampai budayanya juga ikut tersingkir dari tempat kelahiran orang2 betawi itu sendiri...Hidup Pak Toni !

neneng ceriwis mengatakan...

sanggar ini alamatnya dimana ya? Bisa mohon diinformasikan?

trims,

-tya-

Anonim mengatakan...

alamatnya dimanaaa??

Statistik pengunjung