Dr.Charles Saerang Ketua Umum GP Jamu
Berbagai persoalan perjamuan menjadi konsen Gabungan Pengusaha (GP) Jamu dalam Munas ke-V di Jakarta baru-baru ini. Di antaranya menyoal tentang peredaran jamu berbahan baku kimia obat, legalitas dan perizinan yang berbelit, penelitian tanaman obat serta sosialisasi ke masyarakat yang kurang serta upaya menjadikan obat tradisional menjadi obat fitofarmaka yang bisa disejajarkan dengan obat modern. Berikut ini, wawancara dengan Ketua Umum GP Jamu, Dr.Charles Saerang tentang kondisi rill, per-jamu-an di Indonesia. Berikut petikannya:
Munas GP Jamu V sudah lewat, poin-poin apa yang menarik dan menjadi
pekerjaan rumah GP Jamu?
Penyelenggaraan Munas V baru-baru ini merumuskan formula untuk mempertahankan bahkan meningkatkan eksistensi industri jamu dan obat tradisional di Indonesia. Jadi pembinaan industri dan pengusaha jamu menjadi prioritas, selain tentunya melakukan konsolidasi internal, memantapkan program kerja yang relevan dengan kondisi saat ini,
penyempurnaan AD/ART serta regenerasi kepemimpinan dan keanggotaan GP Jamu. Dengan harapan dapat mengembangkan kualitas dan eksistensi jamu di berbagai kalangan masyarakat Indonesia, dunia internasional serta menggalang persatuan pengusaha jamu.
Sebenarnya bagaimana kondisi dunia jamu di Indonesia?
Dari bidang ekonomi, kiprah industri jamu sekarang ini mampu memberikan lapangan kerja bagi ribuan tenaga kerja yang tersebar di seluruh Indonesia. Secara nasional, omzet industri jamu mencapai Rp 2,7 hingga Rp 3 triliun per tahun. Kita juga tidak mengimpor bahan baku, karena semua tersedia di dalam negeri. Selain itu, kita juga sudah mengekspor produk jamu ke Korea Selatan, Hong Kong, Rusia, dan Timur Tengah. GP Jamu juga mengharapkan dukungan pemerintah yang terintegrasi terhadap industri jamu
tradisional, mengingat industri ini banyak digeluti UKM dan mampu menyerap
tenaga kerja yang besar yang diproyeksikan mampu mempekerjakan sekitar 5-6
juta orang pada 2010.
Berapa sebenarnya jumlah anggota GP Jamu di seluruh Indonesia?
Sekarang ini, GP jamu memiliki jumlah anggota yang aktif sebanyak 800 perusahaan. Terdiri dari industri obat tradisional besar dan kecil, usaha jamu racikan, usaha jamu gendong, penyalur, pengecer, termasuk usaha bidang simplisia. Data terakhir yang dapat disampaikan tercatat ada sebanyak 1247 industri obat tradisional terdiri dari 129 Industri Kategori Besar (IOT) dan selebihnya 1118 adalah industri kecil obat tradisional
(IKOT) termasuk industri rumah tangga.
Dari jumlah itu, diantaranya terdiri dari 129 industri obat tradisional (IOT) dan selebihnya sebanyak 621 adalah industri kecil Obat tradisonal (IKOT) telah dibina oleh GP Jamu di 14 propinsi. Sedangkan yang belum dapat dibina antara lain di propinsi Riau, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat dan Maluku. Dalam waktu dekat ini, di 4 propinsi tersebut akan dibentuk pengurus DPD GP Jamu.
Melihat perkembangan ini apa yang menjadi harapan Anda?
Jamu sebagai sarana pengobatan tradisional kini mampu disejajarkan peranannya dengan obat modern melalui penerapan uji klinis. Ini bertujuan agar mutu jamu lebih teruji dan terbukti khasiatnya. Pada akhirnya jamu harus semakin eksis menjadi tuan rumah di negara sendiri. Bila dikembangkan dengan baik, jamu bisa berperan besar menjadi bagian dari identitas Indonesia, khususnya dalam tradisi pengobatan tradisional.
Dalam kasus jamu berbahan baku kimia obat (BKO), bagaimana Anda
menilainya?
Maraknya produksi dan peredaran jamu berbahan kimia obat itu akibat masih kurangnya pendidikan maupun pembinaan yang berkelanjutan dari pemerintah terhadap perajin jamu tradisional. GP Jamu sangat terbuka dan selalu siap memberikan dukungan baik dalam meningkatkan pembinaan maupun edukasi kepada sesama industri jamu. Bahkan, GP Jamu selalu siap memberi informasi kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan, agar dilakukan penyelidikan. Langkah ini untuk melindungi anggota GP Jamu yang membawahi ribuan pengusaha kecil jamu tradisional. Dan, saya juga meminta pemerintah untuk lebih melakukan pengawasan terhadap peredaran jamu yang mengandung bahan
kimia obat. Melakukan sweeping yang berkesinambungan terhadap jamu yang mengandung bahan berbahaya tersebut.
Bagaimana peredaran jamu tersebut di pasaran?
Jalur distribusi jamu BKO ini, adalah pasar gelap dan bisnis haram ini sangat menggiurkan. Selain biaya produksi rendah dan keuntungan cukup besar sehingga jamu BKO ini laris di pasaran. Tingkat konsumsi produk ini berkaitan dengan rendahnya kesadaran masyarakat terhadap standar kesehatan.
Selain membahayakan kesehatan konsumen, apa dampaknya bagi industri jamu
nasional?
Meluasnya peredaran jamu BKO amat menekan industri jamu yang berusaha mempertahankan kemurnian produknya sesuai tradisi dan standar kesehatan. Di Malaysia, jamu Indonesia disebut jamu racun. Ini jelas menghancurkan citra jamu Indonesia dan betul-betul memukul industri yang memang membikin jamu dengan benar, baik industri kecil maupun besar. Perbaikan citra jamu Indonesia makin krusial. ASEAN akan menerapkan harmonisasi standar jamu atau obat tradisional pada tahun 2010. Tanpa
perbaikan citra, pasar ekspor makin menciut. Di sisi lain, produk impor semakin leluasa menyerbu pasar dalam negeri. Di tengah kerasnya pukulan bisnis gelap jamu BKO, justru berembus bahwa isu dilarangnya peredaran sejumlah produk jamu BKO merupakan bagian dari skenario pertarungan industri jamu kecil dengan industri berskala besar.
Jadi bagaimana menjadikan jamu sebagai tuan rumah di negeri sendiri dan
menjadi tamu kehormatan di negeri lain?
Indonesia adalah negara yang memiliki biodiversitas terkaya kedua di dunia setelah Brasil. Kekayaan alam yang antara lain berpotensi diolah menjadi jamu itu masih jauh dari pengembangan optimal. Bukan sekadar industri jamu, industri pendukung yang antara lain mengolah bahan baku jamu menjadi produk siap pakai juga bernilai tinggi dalam perdagangan dunia. Indonesia yang mempunyai sejarah panjang tanaman obat tradisional dan kebun tanaman obat berkualitas juga berpotensi mengembangkan wisata industri jamu. Peta pengembangan industri jamu sebagai industri berbasis nilai kultur layak dikembangkan. Sayangnya, pengembangan potensi itu akan cuma jadi mimpi jika pemangku kebijakan tidak segera menyatukan langkah secara konkret menyelamatkan industri ini. Untuk itu, lanjut dia, pemerintah harus secara maksimal melakukan pembelajaran dan pelatihan kepada industri kecil dan menengah, mengenai cara produksi jamu yang higienis, agar jamu memenuhi standar obat herbal. Apalagi saat ini sedang disusun standar jamu di tingkat ASEAN. Namun dengan kerja keras kita semua, dan komitmen pemerintah seperti yang disampaikan Presiden SBY dalam pembukaan Munas V GP Jamu lalu, saya yakin suatu saat jamu akan menjadi tuan rumah di negara sendiri dan menjadi tamu kehormatan di negara lain.
(Pewawancara: Agus Salam)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar