TEROPONG
Penyebaran penyakit flu burung dalam satu bulan terakhir ini memberikan dampak yang sangat besar terhadap pelaku usaha peternakan unggas. Jatuhnya korban jiwa akibat flu burung menjadikan masyarakat lebih waspada untuk mencegah penyebarannya. Kewaspadaan tersebut diapresiasikan dalam banyak hal, salah satunya dengan cara mengurangi konsumsi ayam dan telur. Flu burung menyebabkan permintaan (demand) masyarakat terhadap ayam dan telur menjadi sangat rendah.
Di lain pihak, rendahnya konsumsi ayam dan telur menimbulkan penderitaan tersendiri bagi para pelaku usaha peternakan unggas. Peternak tetap melakukan proses produksi dan menjual produknya ke pasaran, namun permintaan masyarakat terhadap produknya semakin berkurang. Hal ini menyebabkan persediaan ayam dan telur di pasaran terus menerus bertambah. Hukum ekonomi yang sederhana menyatakan, banyaknya penawaran produk di pasar akan menyebabkan turunnya harga pada produk tersebut.
Misinformasi
Media
Sebagian besar pemberitaan media
Perlu diketahui, penyebaran flu burung kepada manusia yang terjadi akhir-akhir ini selalu berawal dari unggas-unggas peliharaan yang berada di sekitar rumah pemiliknya. Unggas-unggas tersebut dipelihara untuk memenuhi kebutuhan keluarga tanpa tujuan komersial. Kondisi tersebut akan menciptakan pola pemeliharaan unggas yang tidak sehat dan tidak memenuhi syarat-syarat dari segi budidaya perunggasan. Pada akhirnya, penyakit akan semakin mudah menjangkiti unggas yang dipelihara, termasuk penyakit flu burung.
Pasien-pasien yang selama ini diduga (suspect) terkena penyakit flu burung adalah mereka yang melakukan kontak langsung dengan unggas. Sebagian besar suspect tersebut memelihara beberapa ekor unggas di sekitar rumahnya atau memiliki tetangga yang memelihara unggas. Flu burung tidak hanya ditularkan oleh unggas (ayam, itik, bebek, merpati, dan sebagainya) saja, namun Menkes Siti Fadhilah Supari pernah menyatakan, flu burung dapat pula berada dalam seekor kucing.
Sementara itu, unggas-unggas yang dipelihara secara komersial oleh para peternak tidak pernah diberitakan terjangkit flu burung. Unggas yang menjadi sumber penularan flu burung kepada manusia tidak pernah berasal dari sebuah peternakan unggas yang dipelihara secara komersial. Pemeliharaan unggas untuk tujuan komersial sangat memerhatikan aspek kesehatan, sanitasi, dan kebersihan. Lokasi pemeliharaan pun memiliki jarak yang cukup jauh dari tempat tinggal dan jumlah unggas yang dipelihara mencapai lebih dari ribuan ekor.
Pemeliharan unggas untuk tujuan komersial mendorong peternak untuk menjalan proses produksi yang baik untuk menghasilkan produk yang baik pula. Hal tersebut dimasifestasikan dengan menerapkan kaidah-kaidah yang tepat dalam budidaya unggas, sehingga unggas yang dipelihara akan lebih tahan terhadap penyakit dibandingkan unggas yang dipelihara tanpa tujuan komersial. Dalam konteks ini, terbukti bahwa flu burung tidak disebabkan oleh unggas yang dipelihara, namun disebabkan oleh cara pemeliharaan unggas yang tidak benar.
Proses Edukasi
Masyarakat harus mendapat informasi yang benar mengenai flu burung. Produk-produk perunggasan adalah bahan pangan berkualitas dan sama sekali tidak berbahaya jika kebersihan selalu dijadikan pertimbangan utama dalam setiap proses produksinya. Penyakit flu burung yang terdapat dalam unggas tidak dapat dijadikan alasan untuk menggeneralisir setiap unggas dapat berpotensi terjangkit flu burung. Unggas yang dipelihara dengan pola pemeliharaan yang baik dan dimasak melalui pemanasan sempurna tidak akan menimbulkan efek samping bagi manusia yang mengonsumsinya.
Penyebab utama timbulnya flu burung adalah pola pemeliharaan yang tidak sehat. Minimnya pengetahuan masyarakat mengenai flu burung akan menyebabkan rendahnya tingkat konsumsi ayam dan telur. Kondisi tersebut akan menyebabkan penderitaan dan kerugian di kalangan peternak yang memelihara unggas secara komersial. Masyarakat pun tidak akan mendapat manfaat dari ayam dan telur sebagai bahan pangan sumber protein hewani.
Produk-produk perunggasan harus dipulihkan kembali nama baiknya. Perunggasan merupakan roda penggerak perekonomian masyarakat, khususnya di pedesaan. Tingkat konsumsi masyarakat terhadap produk perunggasan harus kembali bangkit melalui peningkatan pemahaman mengenai unggas yang sehat. Pelaku usaha perunggasan juga harus menjaga kualitas produk-produknya agar dapat diterima masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar