Rabu

Bajak Membajak Sudah Biasa

Dr. Sofyan Saad SPd
Persoalan membajak di Indonesia adalah hal biasa, membajak sawah, membajak hak cipta, karya dan dan membeli barang bajakan sudah biasa. Sangat ironis memang. Pemberlakuan UU No 19 Tahun 2002 menjadi sangat dilematis dari sisi konsumen. Indonesia masuk dalam daftar terbesar pelaku pembajakan hak karya cipta. Bagaimana membangun kesadaran agar masyarakat memberikan apresiasi tinggi kepada hak cipta. Berikut ini wawancara media ini dengan pengamat sosial dari Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah, Buya Hamka (UHAMKA), Dr. Sofyan Saad SPd. Berikut kutipannya;

Indonesia dianggap negara yang memiliki rekor cukup tinggi dalam hal bajak-membajak, menurut Anda?

Di tengah semangat untuk mencintai produk-produk dalam negeri, ada sentimen negatif menyatakan bahwa Indonesia adalah sarang pembajak. Kasus ini memang sangat mencemaskan sebab aksi pembajakan di Indonesia telah merugikan negara. Harus kita akui, sampai sekarang keberadaan produk-produk yang melanggar HaKI, khususnya merek dan hak cipta dengan sangat mudah bisa kita dapatkan. Mulai di tempat perbelanjaan kelas bawah hingga mal dan pusat perbelanjaan mewah. Contohnya produk software, musik dan film VCD atau DVD.

Kenapa masyarakat gandrung memilih barang bajakan?

Murah, itu yang menjadi alasan utama. Walau kualitas tidak sebagus yang asli, tetapi kan lumayanlah. Dengan perbedaan harga yang cukup jauh, masyarakat pasti akan tergoda untuk membeli barang bajakan seperti VCD, elektronik atau juga perlengkapan kebutuhan lainnya. Nah, parahnya lagi demam membeli barang bajakan itu ternyata juga melanda seluruh lapisan masyarakat. Tak hanya masyarakat kelas bawah, tetapi juga masyarakat menengah ke atas. Coba lihat di kawasan perkantoran seperti jalan Sudirman. Perhatikan setiap ada bazar, pegawai kantoran yang berdasi atau ibu-ibunya memborong barang-barang bajakan. VCD bajakan termasuk salah satu barang yang laris manis.

Apakah masyarakat tidak tahu atau sengaja melanggar?

Kebanyakan masyarakat tidak tahu dan tidak mau tahu, bahkan ada yang berpikiran ‘saya tidak mencuri’ tetapi membeli. Masyarakat banyak juga yang mengerti namun kesadaran memberikan apresiasi tinggi kepada hak cipta sangat rendah. Mahasiswa umumnya mengerti tentang hak cipta tetapi banyak koleksi musik-musik kesayangannya adalah VCD atau DVD bajakan. Untuk itu harus dimulai dibangun kesadaran agar masyarakat memberikan apresisasi tinggi kepada hak cipta.

Bagaimana cara membangun kesadaran masyarakat?

Bagi pemerintah, upaya pemberantasannya sangat sulit. Sebab, selain karena kepiawaian produsen barang bajakan dalam soal ‘mencuri’, konsumen Indonesia pun menyukai barang-barang haram ini karena harganya yang murah. Sekalipun pelanggaran hak cipta dibicarakan di berbagai seminar maupun diskusi, tapi kecenderungan pelanggaran malah makin membesar. Upaya pemberantasan pelanggaran hak cipta itu menjadi sia-sia, karena semakin dibahas semakin besar pula kecenderungan oknum masyarakat melakukan pelanggaran hak cipta.

Kenapa demikian?

Ada beberapa alasan yang mendasarinya. Pertama, konsep dan perlunya HaKI belum dipahami secara benar di kalangan masyarakat. Kedua, kurang optimalnya upaya penegakan, baik oleh pemilik HaKI itu sendiri maupun aparat penegak hukum. Ketiga, tidak adanya kesamaan pandangan dan pengertian mengenai pentingnya perlindungan dan penegakan HaKI di kalangan pemilik HaKI dan aparat penegak hukum, baik itu aparat kepolisian, kejaksaan maupun hakim.

Jadi perlu sosialisasi yang lebih intensif?

Benar, tanpa usaha sosialisasi di berbagai lapisan masyarakat, kesadaran akan keberadaan HaKI tidak akan tercipta. Sosialisasi HaKI harus dilakukan pada semua kalangan terkait, seperti aparat penegak hukum, pelajar, masyarakat pemakai, para pencipta dan yang tak kalah pentingnya adalah kalangan pers karena dengan kekuatan tinta kalangan jurnalis upaya kesadaran akan pentingnya HAKI akan relatif lebih mudah terwujud. Upaya sosialisasi yang dilakukan oleh semua stakeholder secara sistematis, terarah dan berkelanjutan. Selain itu target audience dari kegiatan sosialisasi tersebut harus dengan jelas teridentifikasi dalam setiap bentuk sosialisasi, seperti diskusi ilmiah untuk kalangan akademisi, perbandingan sistem hukum dan pelaksanaannya bagi aparat dan praktisi hukum, dan lain-lain.

Apa upaya yang sudah dilakukanan sejauh ini?

Selama ini berbagai usaha untuk menyosialisasikan penghargaan atas Hak atas Kekayaaan Intelektual telah dilakukan secara bersama-sama oleh aparat pemerintah terkait beserta lembaga-lembaga pendidikan dan lembaga swadaya masyarakat. Akan tetapi sejauh ini upaya sosialisasi tersebut tampaknya belum cukup berhasil. Tapi tak perlu menyerah dan terus harus tetap dilakukan.

Bagaimana komitmen pemerintah?

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga turut mengkampanyekan masalah ini. Menurutnya, pembajakan akan menjadi agenda yang segera ditanggulangi, di samping sejuta masalah lain yang tengah dihadapi oleh negeri tercinta ini. Begitu juga dalam dunia infotainmen, pembajakan CD lagu sudah merupakan momok menakutkan bagi artis-artis di Indonesia . Mereka bersama-sama menkampanyekan umbul-umbul bendera HaKI yang mereka percayai sebagai bagian dari proses preventif pembajakan.

Ke depan Anda melihat bagaimana?

Tentunya, sosialisasi pemerintah dalam pemberlakuan HaKI di Indonesia memerlukan waktu lama dan goodwill dari berbagai pihak dalam mendukung implementasinya sehingga masyarakat benar-benar sadar dan menghargai akan hak cipta orang lain dan membeli sesuatu yang bajakan menjadi sesuatu yang haram.
(Pewawancara: Agus salam)

Tidak ada komentar:

Statistik pengunjung