Rabu

Penyandang Cacat Berhak Hidup Layak

Ni Made Dharmika
Para penyandang cacat (peca) mempunyai hak yang sama dengan yang mereka yang normal. Baik itu hak untuk hidup, melakukan interaksi sosial maupun berpolitik. Tapi sayang, di negara kita, untuk mendapatkan pengakuan hak tersebut perlu usaha yang sangat keras. Meskipun si peca ini sendiri sudah menunjukkan kemampuannya. Masih perlu usaha keras untuk memperoleh pengakuan dari masyarakat. Karena itulah, beberapa organisasi penyandang cacat banyak terbentuk di Indonesia untuk memperjuangkan persamaan hak tersebut. Jika diberi kesempatan, para peca ini diyakini mampu memberikan sesuatu demi kemajuan bangsa dan negara. Mereka juga mempu mengisi pembangunan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Berikut wawancara dengan Ketua Perhimpunan Penyandang Cacat Indonesia (PPCI) DPD Jawa Timur, Ni Made Dharmika S Psi.

Kita melihat eksistensi penyandang cacat mulai diterima publik di antaranya pembangunan fasilitas umum yang memang diperuntukkan bagi penyandang cacat. Pendapat Anda?

Di Surabaya, bisa kita lihat Taman Bungkul. Toilet serta jalan menuju taman sudah ada fasilitas untuk penyandang cacat. Tapi masih banyak yang diskriminasi pada penyandang cacat. Di antaranya belum ada angkutan umum yang menyediakan fasilitas bagi orang cacat. Belum ada rambu-rambu di jalan yang diperuntukkan bagi tuna netra maupun tuna rungu. Masih banyak persamaan hak yang kita perjuangkan untuk mendapat persamaan hak hidup di negara ini. Itulah salah satu tujuan kita mendirikan organisasi yang beranggotakan orang-orang cacat ini.

Apakah ada perusahaan yang mempekerjakan peca atau yang berkarir sebagai PNS?

O, jangan salah. Banyak peca yang bekerja di perusahaan di Surabaya. Tentunya disesuaikan dengan kemampuan mereka. Misalnya bagi tuna rungu, mereka banyak bekerja di perusahaan bagian pengepakan atau produksi lainnya yang tidak membutuhkan banyak perintah. Bahkan banyak perusahaan yang mengaku senang mempekerjakan para tuna rungu, karena tingkat konsentrasi mereka tinggi, tidak banyak mengobrol dengan temannya atau tidak terganggu bila mendengar kebisingan mesin pabrik. Bagi mereka yang mempunyai cacat kaki juga banyak yang bekerja di pabrik. Sedangkan di lingkup PNS, banyak yang telah mempekerjakan peca. Yang banyak tentunya di Dinas Sosial atau guru-guru di SLB. Sedangkan untuk di pelayanan umum masyarakat memang belum. Ya maklum saja, untuk pelayanan fasilitas umum, mereka lebih mementingkan fisik dibandingkan kemampuan. Padahal kalau diadu kemampuan, kita yakin bisa lebih dibandingkan yang mempunyai kesempurnaan fisik.

Apa sebenarnya yang menjadi kendala sehingga para peca belum bisa diterima masyarakat?

Intinya, bagaimana mereka akan mengenal kita, sedangkan kita tidak pernah memperkenalkan diri? Selanjutnya bagaimana kita akan tampil di hadapan umum, kalau situsi dan kondisinya memang tidak mendukung? Misalnya bagaimana kita akan jalan-jalan ke mal atau taman umum, kalau tidak ada jalan untuk peca. Kemudian bagaimana kita akan kuliah atau berpergian menggunakan kendaraan umum, sedangkan tidak ada kendaraan yang dirancang khusus untuk kita yang menyandang cacat fisik. Bagunan kuliah pun umumnya bertingkat yang sangat tidak memungkinkan bagi para peca. Bagimana kita bisa didayagunakan mengisi pembangunan atau bersama memajukan pembangunan, kalau memang potensi serta kemampuan kita tidak diasah dan tidak dimunculkan? Alasannya satu, sarana dan prasarana harus dipenuhi terlebih dahulu.

Bagaimana seharusnya sikap masyarakat terhadap para peca?

Sebenarnya, yang diinginkan oleh peca adalah perhatian serta dorongan semangat untuk hidup dan berguna, baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Yang pertama menjadi ujung tombak bagi para peca adalah keluarga. Perhatian serta semangat keluarga sangat penting bagi seorang peca. Dorongan bahwa mereka hadir di dunia bukan menyusahkan orang lain bahkan sebaliknya, berguna bagi orang lain, harus selalu ditanamkan pada diri peca. Dengan demikian, peca akan mempunyai rasa percaya diri dalam menghadapi hidup dan masa depannya. Jika sudah demikian, potensi yang ada di dalam dirinya akan muncul dan pasti akan memunculkan hal-hal yang positif. Bila hal ini sudah terbentuk, peca tidak hanya berguna bagi diri sendiri, tapi juga orang lain. Banyak peca kita yang menjadi duta negara di tingkat internasional dan hal positif lainnya.
(Pewawancara: Wuri Wigunaningsih)

BIODATA:
Nama : Ni Made Dharmika
Tempat/tgl lahir : Surabaya 13 Maret 1972
Pendidikan : Sarjana Psikologi Universitas Airlangga
Pekerjaan : Psikolog

Tidak ada komentar:

Statistik pengunjung