Rabu

Seniman Idealis Sebuah Pilihan

Sabrot Dodong Malioboro
Pilar-pilar kapitalis yang individual, liberal, materialistik, dan eksploitatif kini merambah dalam kultur dan gaya hidup masyarakat Indonesia. Dunia seni pun tidak luput dari rayuan kapitalistik. Tentu saja hal ini menjadi tantangan berat bagi para seniman yang setia mengusung idealisme. Karena banyak seniman yang terjebak memilih jalan instan atau mengorbankan segalanya hanya untuk mencapai satu tujuan. Yaitu kesenangan materi, tanpa memperhitungkan kualitas berkesenian mereka. Berlimpah materi itulah yang membuat banyak orang awam tergoda meniru gaya keartisan mereka. Sehingga tidak salah jika audisi pencari bakat menjamur dan diperjualbelikan peserta. Tapi yang memprihatinkan dari geliat dunia berkesenian itu adalah para seniman cilik yang dikemas sedemikian rupa sehingga menghilangkan hak-hak mereka sebagai anak. Tuduhan eksploitasi atau mempekerjakan anak tertuju pada para orangtua yang mempunyai anak yang berprofesi artis. Bagaimanakah pandangan seniman dan budayawan senior Surabaya, Sabrot Dodong Malioboro, tentang bermunculannya seniman dadakan tersebut? Berikut wawancaranya;

Saat ini, bermunculan banyak artis muda di dunia hiburan dan seni kita. Mereka sukses, hidup mewah dan bergelimang harta. Jika dilihat dengan seniman zaman dahulu sangat bertolak belakang. Bagaimana pendapat Anda tentang fenomena ini?

Kalau orang hidup itu penuh pilihan, menjadi seniman pun juga pilihan. Karena pada dasarnya, seniman itu ada dua. Yaitu seniman yang berorientasi pasar dan seniman yang serius atau idealis. Kalau seniman pasar, sudah jelas mereka mementingkan pasar, tanpa memperhitungkan eksistensi mereka dalam berkesenian atau proses kreatifitas dan kualitas berkesenian. Yang terpenting bagi mereka adalah membuat karya seni yang laku di pasar sehingga menghasilkan uang banyak. Berbagai cara dilakukan hanya untuk mendapatkan materi. Itu semua juga tidak lepas dari pemikiran kapitalis sebagai akibat globalisasi yang terjadi saat ini.

Bagaimana dengan ajang audisi yang banyak digelar saat ini yang konon bertujuan untuk pencarian bakat-bakat terpendam di kalangan anak muda di bidang seni?

Seniman yang serius atau idealis menurut saya adalah sebuah bakat alam yang ada pada diri seseorang yang memerlukan proses cukup panjang untuk mendapatkan hasilnya. Biasanya, seniman yang seperti ini akan bertahan lama dan eksistensinya di dunia seni cukup diperhitungkan. Ya contoh jelasnya adalah Gesang, Afandi dan tokoh-tokoh seniman lainnya. Tapi berbeda dengan seniman atau artis yang dilahirkan dari ajang-ajang audisi yang banyak diselenggarakan saat ini. Menurut saya, mereka tidak mempunyai bakat alam. Hanya karena dikemas secara bisnis oleh para pemilik modal, sehingga mereka bisa terkenal dan dinyatakan sebagai artis. Lihat saja, suara yang jelek bisa dibuat bagus, akting pas-pasan, karena dipoles di sana-sini akhirnya bisa menjadi pemain sinetron atau pemain film terkenal. Karena bisa terkenal karena si pemilik modal punya jaringan yang kuat. Mulai dari produksi sampai pemasaran. Sehingga tidak salah jika si artis atau seniman ini akan cepat meroket namanya. Tapi jangan lupa, jika si seniman ini ditinggal pemilik modal, dapat dipastikan dia jatuh dan tidak mungkin bisa bertahan lagi. Itulah hasil dari seniman instan. Bukan seniman yang dilahirkan dari proses panjang dalam hidup dan berkesenian.

Apa sesungguhnya beda antara seniman dan artis ?

Ah, itu kan hanya sebutan wartawan saja. Mereka menggambarkan kalau artis adalah pekerja seni yang bergelimang harta dan selalu tampil glamour. Berbeda dengan seniman yang digambarkan lusuh, rambut panjang dan hidupnya serba pas-pasan. Karena yang dipikirkan mereka bukanlah materi, tapi hasil karya yang berkualitas. Mereka tidak akan menjual murah karya mereka. Sehingga ya wajar kalau mereka tidak punya materi. Tapi hasil karya mereka pasti akan dikenang sepanjang masa. Ya lihat saja lagu-lagu tahun 50-an atau 60-an. Meskipun diciptakan puluhan tahun lalu, tapi tetap enak didengarkan sampai sekarang. Tapi kalau lagu yang diciptakan tidak dengan perasaan, ya cuma sekejap saja. Beberapa tahun lagi pasti tidak lagi enak dinikmati. Contohnya lagu-lagu milik Ebit G Ade, tetap enak didengarkan dalam situasi apapun dan kapanpun.

Bagaimanakah menjadi seniman yang baik ?

Sekali lagi menjadi seniman itu adalah pilihan. Apakah dia akan dimakan pasar atau mempertahankan pasar. Semua tentu mempunyai konsekuensi yang berbeda.
(Pewawancara: Wuri Wigunaningsih)

BIODATA:
Nama : Sabrot Dodong Malioboro.
TTL : Surabaya, 14 Agustus 1945.
Aktivitas : Sastra, Ikut mendirikan Dewan Kesenian Surabaya.
Karya : Antologi Puisi 25 Penyair Surabaya (1977), Antologi Puisi 4 Penyair (1984), Antologi Puisi Bengkel Muda Surabaya (1984), Antologi Puisi 2 Geguritan Festival Cak Durasim (2000), Beberapa Puisinya dibicarakan Suripan Sadihutomo (penerbit Hiski 1992).
Organisasi : Dewan Kesenian Surabaya (DKS), Dewan Kesenian Jawa Timur (DKJT), Bengkel Muda Surabaya (BMS).

Tidak ada komentar:

Statistik pengunjung