Anak yang terlahir cacat fisik dan mental bukanlah kutukan. Mereka tetap anak manusia yang memiliki hak hidup, hak untuk mandiri dan membangun masa depan. Sejarah terus mencatat anak-anak yang meski dibalut keterbatasan fisik, namun mereka mampu menoreh prestasi brilian di bidang tertentu. Stevie Wonder di dunia tarik suara, Stephen Hawking yang lumpuh, tapi cerdas melahirkan teori black hole yang meramaikan lalu lintas teori yang ingin menyingkap misteri alam semesta. Bethooven yang tuli, tapi telinga musikalnya lebih tajam dari telinga orang normal. Lagu klasik karyanya dinikmati para ibu hamil demi memacu pertumbuhan syaraf otak janin.
Sayang, kaum penyandang cacat di negeri ini belum sepenuhnya menikmati hak-hak dasar mereka sebagai warga masyarakat. Kiprah mereka di ranah publik masih terganjal oleh pandangan minor sebatas tukang mijit. Menurut Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan RI, Dr Meutia Hatta Swasono, penyandang cacat, baik laki-laki maupun perempuan mempunyai hak dan peluang mengisi pembangunan nasional sesuai kemampuan yang ada pada dirinya. Penyandang cacat harus tetap dilihat sebagai aset bangsa, karena mereka memiliki kemampuan untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan di tanah air. Banyak peluang yang dapat mereka isi dengan menggunakan anggota tubuhnya yang masih berfungsi. Hal ini terbukti dengan banyaknya prestasi yang dihasilkan antara lain melukis, membuat peralatan rumah tangga, karya seni musik, sastra maupun peranannya dalam kancah politik dan ilmu pengetahuan.
Ahmad Dhani, pentolan grup band Dewa, ditemui saat mengadakan konser perpaduan musik’sempurna’ dalam peluncuran Marlboro Kretek Filter di GOR Ngurah Rai, Denpasar,
Ketika disinggung tentang peluang anak cacat yang memiliki bakat akting atau beryanyi di dunia entertain atau industri musik tanah air, Dhani bertutur jika semuanya ditentukan oleh masyarakat atau peminat musik
Sementara Wuri Handayani, Direktur D-Care dari Jaringan Penyandang Cacat berharap dalam pelaksanaan pembangunan, pemerintah memberikan perhatian yang sama bagi masyarakat umum maupun penyandang cacat. Ia mengapresiasi terobosan Pemkot Surabaya yang membangun fasilitas publik para penyandang cacat. Taman Bungkul, Surabaya adalah satu-satunya taman yang dilengkapi fasilitas bagi para penyandang cacat. Di antaranya adalah toilet umum yang handle atau pegangan besi bagi penyandang cacat. Jalan menuju areal taman dibuat landai, sehingga bisa dilewati kursi roda. Di tempat itu juga diberi pengangan dari besi atau handle. Ini sangat memudahkan bagi para penyandang cacat dengan segala kekurangan yang dimiliki.
“Saya menghimbau pada Kepala Dinas Pertamanan dan Kebersihan Kota Surabaya untuk melengkapi fasilitas bagi penyandang tunanetra. Fasilitas tersebut berupa ubin pemandu sebagai guidance untuk memudahkan tuna netra saat menikmati Taman Bungkul,” tambahnya.
Taman Bungkul adalah salah satu bentuk keseriusan Pemprov Jatim untuk mewujudkan tujuan tahun penyandang cacat internasional, yaitu partisipasi penuh dan kesamaan. Hal ini diungkapkan Asisiten Kesejahteraan Masyarakat Pemprov Jatim, Drs Endro Siswantori Msi ketika membuka lokakarya regional Himpunan Wanita Penyandang Cacat (HWPC) wilayah Indonesia tengah beberapa waktu lalu. Hal ini mengandung makna bahwa cacat jasmani janganlah dijadikan penghalang untuk berpartisipasi dalam berbagai bidang. Penyandang cacat hendaknya dapat diterima dan diperlakukan sama dengan yang tidak cacat sesuai dengan kemampuan dan keahliannya. (Wuri W & Heni K)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar