Sabtu

Catatan Korupsi Akhir Tahun 2006

Dari 637 Kasus Korupsi, 56 Divonis Bebas
OLEH: AGUS SALAM
Diskusi akhir tahun yang diadakan Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) bertema, “Pemberantasan Korupsi dalam Perspektif Pembangunan Nasional” di Hotel Mahattan Jakarta lalu terungkap, Indonesia merupakan negara yang menduduki peringkat ke-130 dari 163 negara terkorup di dunia.
“Indeks persepsi korupsi Indonesia tahun 2006 ada di tingkat ke-130 dari 163 negara dengan skor 2,4, sementara dari 637 kasus korupsi yang dibawa Kejaksaan ke Pengadilan, 56 kasus di antaranya divonis bebas, demikian dikatakan anggota Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Pusat Deddie A Racman.

Menurut Deddie, korupsi di Indonesia adalah kejahatan luar biasa sehingga harus dihadapi dengan cara yang luar biasa pula, dan pada tahun 2007 nanti menjadi tantangan berat bagi KPK untuk memberantas kejahatan luar biasa ini.
Memang selama tahun 2006, pemberantasan korupsi di Indonesia dirasa belum menggembirakan walaupun Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bersama jajarannya sudah membulatkan tekad memberantas para koruptor. Kenyataan di lapangan masih menunjukkan adanya “tebang pilih” dalam pemberantasan korupsi. Hal ini dapat dilihat penanganan korupsi terbatas pada koruptor kelas “teri” saja, sedang koruptor kelas kakap masih belum tersentuh.

Praktisi Hukum Eggi Sudjana yang menjadi salah satu pembicara tersebut, menyarankan agar Presiden SBY segera membentuk peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) yang mengatur pemberlakukan azas pembuktian terbalik dalam penanganan perkara korupsi. Hal ini untuk mengefektifkan pemberantasan korupsi di Indonesia.
Lanjut Eggi, salah satu cara luar biasa untuk memberantas korupsi adalah dengan memberlakukan azas pembuktian terbalik. Lewat azas ini, setiap pejabat wajib melaporkan kekayaannya sebelum menjabat. Ketika jabatannya berakhir, ia harus melaporkan kembali hartanya berikut menjelaskan asalnya. Jika tak dapat penjelasan atau penjelasannya tidak masuk akal, ia akan dijerat dengan pasal korupsi. Azas pembuktian terbalik, semakin dibutuhkan karena koruptor kian pintar menghilangkan barang bukti.
Sementara itu, praktisi hukum Yasin Ardi menilai korupsi sudah menjadi budaya di negeri ini, anak-anak di atas 5 tahun saja sudah bisa korupsi. Di segala bidang kehidupan korupsi terjadi. Karena itu, untuk pemberantasan korupsi di Indonesia, hukuman untuk para koruptor harus diperberat. “Jika hanya dua, empat tahun, bahkan dikurangi remisi, koruptor tak akan jera, ia bisa berbuat kembali. Supaya jera tak ada jalan lain, hukuman harus berat, “katanya.

Tidak ada komentar:

Statistik pengunjung