Sabtu

Diusir, Mereka Cuma Pindah Tempat

OLEH: DIDIK PURWANTO

Dalam suatu usaha pastilah ditemukan berbagai kendala. Namun dari kendala tersebut, akan muncul sikap kemandirian, keuletan, pantang putus asa dan akhirnya berbuah kesuksesan. Begitu pula dengan usaha kaum pendatang yang mengadu nasib di pulau Dewata ini.
Rusdiman, pria 35 tahun asal Lombok ini telah berjualan Es Kelapa Muda semenjak enam tahun lalu. Mulai pukul 10 pagi hingga enam sore, dia berjualan di kawasan PJKA (Perusahaan Jawatan Kereta Api) di Jalan Diponegoro Denpasar dan sanggup menghabiskan 50 biji kelapa muda setiap hari. Memang, di kawasan ini banyak usaha makanan yang ramai sepanjang waktu. Selain itu, kawasan simpang Diponegoro dan Teuku Umar dianggap sebagai pusat bisnis di Denpasar. Alangkah beruntungnya, bapak ini mendapat tempat usaha yang nyaman dan menguntungkan. “Saya menjual es kelapanya 2000 rupiah per gelas. Kalau cuaca panas, saya bisa untung 100.000 bersih tapi kalau mendung minimal cukup mengantongi 50.000 saja setiap hari,”ujarnya.
Awalnya, bapak dari dua putra ini berjualan di depan lapangan Bajra Sandhi Renon. Namun sejak ada peraturan dilarang berjualan di lokasi tersebut, maka mau tidak mau, lelaki yang sering dipanggil Agus ini pun pasrah. Usahanya pun pindah di depan BRI Renon, masih di kawasan lapangan. Namun, malang tak dapat ditolak. Rombongan petugas ketertiban pun menggerebeknya. Alhasil, usahanya harus pindah lagi. Kali ini ke kawasan Lapangan Pegok, Sesetan. Tidak sampai bertahan satu tahun, pecalang (petugas ketertiban adat) pun melarangnya berjualan di situ. Untungnya, sikap pantang putus asa dari bapak yang gemar baca koran ini patut diacungi jempol.
Tak hanya itu, istrinya juga cukup mendukung usaha suaminya. Selain mengurus kedua anaknya, tempurung kelapa sisa jualan, dibersihkan, dijemur dan dikirim ke Kuta. Satu biji dihargai 600 rupiah. “Katanya untuk dijadikan gelang, bingkai foto, aksesoris, pokoknya yang dipakai bule-bule itu,”jawabnya sambil tersenyum puas.
Beda dengan ibu Nyoman, wanita asli Denpasar ini berjualan lumpia yang dijajakan di lapangan Renon. Menyadari adanya larangan berjualan di lokasi tersebut, wanita yang tinggal di jalan Ahmad Yani Denpasar ini masih sering kucing-kucingan dengan petugas ketertiban. “Kemarin teman saya kena tangkap, ga tahu bagaimana nasibnya sampai sekarang,”ucapnya lirih.
Para penjual makanan di kawasan lapangan Renon memang bejibun jumlahnya. Namun mereka harus bersaing merebut pelanggan yang kebanyakan olahraga atau sekadar melepas lelah. Dengan tempo jualan selama seharian, maksimal dia cuma mengantongi keuntungan 15.000 rupiah per hari. Itupun belum dipotong dengan biaya lumpia yang diambil dari temannya. “Saya tidak bisa bikin sendiri, tidak sempat,”tambahnya.

Tidak ada komentar:

Statistik pengunjung