REFLEKSI
Oleh: Choirul Mahfud*
Berjalan, merangkak perlahan tapi pasti, saling kejar, saling berganti, itulah waktu. Terus berganti tanpa ada yang dapat menghentikannya, kecuali Sang Pencipta waktu itu sendiri. Pergantian masa selalu ditandai dengan peristiwa khas. Misalnya pergantian jam, ditandai dengan dentingan suara lonceng atau bel. Pergantian hari, dari malam ke siang ditandai dengan berkokoknya ayam jantan, dari siang ke malam ditandai dengan keluarnya kelelawar dari sarangnya.
Peristiwa pergantian tahun bagi sebagian masyarakat dianggap sebagai momen yang sakral. Oleh sebab itu, sebagian manusia berusaha membuat tanda, kenangan yang dianggap dapat berkesan untuk diingat sepanjang masa. Mereka merayakannya dengan membuat acara super meriah sepanjang siang dan malam. Walaupun sebenarnya mereka juga sama sekali tidak tahu menahu tentang apa maksud dan tujuan acara yang dilakukannya. Mereka terjebak dalam taklid buta (ikut-ikutan).
Sesungguhnya pesta tahun baru kini menawarkan konsumerisme, hedonisme, dan hura-hura (hypies). Bahkan tidak jarang menjerumuskan seseorang ke dalam perbuatan syirik, kriminal dan permissive (zina). Dengan alasan ‘setahun sekali’, mereka kemudian menyelenggarakan berbagai macam pesta gila sekalipun. Laki-laki dan wanita berbaur menjadi satu untuk mengungkapkan rasa bahagianya. Segala yang tabu di mata masyarakat dan agama, berubah seketika menjadi halal di tahun baru.
Ada banyak cara orang merayakan momen tahun baru. Ada yang pergi ke alun-alun, pesta dan hura-hura. Bagaimana seharusnya kita bersikap? Bagi kita seharusnya melakukan evaluasi diri selama satu tahun yang lalu (2006), kemudian mempersiapkan diri menyongsong tahun depan (2007). Lebih dari itu, kita juga perlu menyadari sepenuhnya, bahwa waktu akan berjalan terus tanpa pernah kembali sehingga kita tidak dapat seenaknya dalam menyikapi waktu. Dalam ajaran Islam telah diingatkan dalam Al-Qur’an yang terjemahannya adalah: "Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang beriman dan mengerjakan amal saleh serta saling menasihati dalam kebenaran dan supaya menetapi kesabaran."
Kutipan ayat tersebut di atas, mengajarkan bahwa kita tidak boleh menyia-nyiakan waktu untuk berhura-hura, bersenang-senang, apalagi berpesta pora memperturutkan hawa nafsu demi merayakan sesuatu yang jelas-jelas tidak ada perintahnya. Rasulullah memberikan warning kepada kita umatnya, agar kita tidak membuat amal yang tidak ada dasar syar’inya, memerintahkan kita untuk meninggalkan kesia-kesiaan dan sikap mubazir. Waktu bagi masyarakat barat adalah uang atau dalam bahasa inggris time is money. Ali bin Abi Thalib RA berkata: "Waktu ibarat pedang, barang siapa tidak dapat menggunakannya, maka akan menebas lehernya sendiri."
Bersikap Wajar
Kalau kita sudah sadar untuk tidak lagi menjerumuskan diri kita dalam hingar bingar pesta ‘setan’ tahun baru, kita tidak perlu kebingungan dan salah menentukan acaranya. Bersikaplah sewajarnya sebagaimana tugas kita sebagai muslim: amar ma’ruf nahi munkar. Memang di antara masyarakat kita yang menggelar acara muhasabah akhir tahun. Tapi yang perlu menjadi catatan, hendaknya acara antisipatif yang diselenggarakan untuk mengcounter acara jahiliyah di tahun baru itu, tidak menjurus ke dalam acara ritual (peribadahan) ‘baru’ yang tidak ada tuntunannya.
Tiba-tiba dan tanpa alasan, setiap tahun harus selalu ada acara muhasabah dengan susunan yang baku. Sesungguhnya muhasabah tidak hanya dilakukan di tahun baru, tetapi setiap hari kita harus melakukannya (QS Al Hasyr: 18). Maka berhati-hatilah dalam mengemas acara Islami di tahun baru, agar kita tidak terjebak bid’ah. Melawan kemaksiatan adalah keharusan, tapi janganlah melawan kemaksiatan dengan bid’ah.
Dalam sebuah riwayat diceritakan, seorang ahli neraka berdoa kepada Allah agar dikembalikan lagi ke dunia. Ia berjanji, ketika di dunia nanti seluruh waktu dan hidupnya dipergunakan untuk beribah. Tetapi oleh Allah, permintaan itu tidak dikabulkan karena bagi semua manusia kesempatan hidup di dunia itu hanya satu kali. Mulai sekarang kita harus menyadari, hidup di dunia hanya satu kali. Tidak ada garansi atau perpanjangan waktu, sedetik sekali pun.
Untuk itu, kita harus selalu waspada atas datangnya maut yang tidak dapat diterka seperti yang dinyanyikan grup musik Ungu dengan judul lagu “Andai Kutahu.” Karenanya, kita harus selalu waspada dan istiqamah mengisi lembaran waktu dengan perbuatan baik. Perjalanan kita kemarin yang berbelok ke arah keburukan, saatnya kita luruskan kembali. Episode demi episode hidup yang kita lalui adalah peringatan Tuhan bagi manusia, waktu itu terus berjalan dan tidak berhenti. Bagi orang beragama, fenomena waktu akan mengingatkannya untuk senantiasa mengevaluasi masa lalu dan menyiapkan perbekalan untuk hari esok. Bertobat atas keping-keping dosa yang telah dibuat dan mendekatkan diri pada Yang Kuasa, agar diberikan keteguhan hati dalam menjalani sisa waktu hidup. Akhirnya, dengan semangat dan kesadaran diri atas optimalisasi waktu ini diharapkan pada gilirannya semakin sukses hidup.
*) Pemerhati sosial-agama, tinggal di Surabaya
Oleh: Choirul Mahfud*
Berjalan, merangkak perlahan tapi pasti, saling kejar, saling berganti, itulah waktu. Terus berganti tanpa ada yang dapat menghentikannya, kecuali Sang Pencipta waktu itu sendiri. Pergantian masa selalu ditandai dengan peristiwa khas. Misalnya pergantian jam, ditandai dengan dentingan suara lonceng atau bel. Pergantian hari, dari malam ke siang ditandai dengan berkokoknya ayam jantan, dari siang ke malam ditandai dengan keluarnya kelelawar dari sarangnya.
Peristiwa pergantian tahun bagi sebagian masyarakat dianggap sebagai momen yang sakral. Oleh sebab itu, sebagian manusia berusaha membuat tanda, kenangan yang dianggap dapat berkesan untuk diingat sepanjang masa. Mereka merayakannya dengan membuat acara super meriah sepanjang siang dan malam. Walaupun sebenarnya mereka juga sama sekali tidak tahu menahu tentang apa maksud dan tujuan acara yang dilakukannya. Mereka terjebak dalam taklid buta (ikut-ikutan).
Sesungguhnya pesta tahun baru kini menawarkan konsumerisme, hedonisme, dan hura-hura (hypies). Bahkan tidak jarang menjerumuskan seseorang ke dalam perbuatan syirik, kriminal dan permissive (zina). Dengan alasan ‘setahun sekali’, mereka kemudian menyelenggarakan berbagai macam pesta gila sekalipun. Laki-laki dan wanita berbaur menjadi satu untuk mengungkapkan rasa bahagianya. Segala yang tabu di mata masyarakat dan agama, berubah seketika menjadi halal di tahun baru.
Ada banyak cara orang merayakan momen tahun baru. Ada yang pergi ke alun-alun, pesta dan hura-hura. Bagaimana seharusnya kita bersikap? Bagi kita seharusnya melakukan evaluasi diri selama satu tahun yang lalu (2006), kemudian mempersiapkan diri menyongsong tahun depan (2007). Lebih dari itu, kita juga perlu menyadari sepenuhnya, bahwa waktu akan berjalan terus tanpa pernah kembali sehingga kita tidak dapat seenaknya dalam menyikapi waktu. Dalam ajaran Islam telah diingatkan dalam Al-Qur’an yang terjemahannya adalah: "Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang beriman dan mengerjakan amal saleh serta saling menasihati dalam kebenaran dan supaya menetapi kesabaran."
Kutipan ayat tersebut di atas, mengajarkan bahwa kita tidak boleh menyia-nyiakan waktu untuk berhura-hura, bersenang-senang, apalagi berpesta pora memperturutkan hawa nafsu demi merayakan sesuatu yang jelas-jelas tidak ada perintahnya. Rasulullah memberikan warning kepada kita umatnya, agar kita tidak membuat amal yang tidak ada dasar syar’inya, memerintahkan kita untuk meninggalkan kesia-kesiaan dan sikap mubazir. Waktu bagi masyarakat barat adalah uang atau dalam bahasa inggris time is money. Ali bin Abi Thalib RA berkata: "Waktu ibarat pedang, barang siapa tidak dapat menggunakannya, maka akan menebas lehernya sendiri."
Bersikap Wajar
Kalau kita sudah sadar untuk tidak lagi menjerumuskan diri kita dalam hingar bingar pesta ‘setan’ tahun baru, kita tidak perlu kebingungan dan salah menentukan acaranya. Bersikaplah sewajarnya sebagaimana tugas kita sebagai muslim: amar ma’ruf nahi munkar. Memang di antara masyarakat kita yang menggelar acara muhasabah akhir tahun. Tapi yang perlu menjadi catatan, hendaknya acara antisipatif yang diselenggarakan untuk mengcounter acara jahiliyah di tahun baru itu, tidak menjurus ke dalam acara ritual (peribadahan) ‘baru’ yang tidak ada tuntunannya.
Tiba-tiba dan tanpa alasan, setiap tahun harus selalu ada acara muhasabah dengan susunan yang baku. Sesungguhnya muhasabah tidak hanya dilakukan di tahun baru, tetapi setiap hari kita harus melakukannya (QS Al Hasyr: 18). Maka berhati-hatilah dalam mengemas acara Islami di tahun baru, agar kita tidak terjebak bid’ah. Melawan kemaksiatan adalah keharusan, tapi janganlah melawan kemaksiatan dengan bid’ah.
Dalam sebuah riwayat diceritakan, seorang ahli neraka berdoa kepada Allah agar dikembalikan lagi ke dunia. Ia berjanji, ketika di dunia nanti seluruh waktu dan hidupnya dipergunakan untuk beribah. Tetapi oleh Allah, permintaan itu tidak dikabulkan karena bagi semua manusia kesempatan hidup di dunia itu hanya satu kali. Mulai sekarang kita harus menyadari, hidup di dunia hanya satu kali. Tidak ada garansi atau perpanjangan waktu, sedetik sekali pun.
Untuk itu, kita harus selalu waspada atas datangnya maut yang tidak dapat diterka seperti yang dinyanyikan grup musik Ungu dengan judul lagu “Andai Kutahu.” Karenanya, kita harus selalu waspada dan istiqamah mengisi lembaran waktu dengan perbuatan baik. Perjalanan kita kemarin yang berbelok ke arah keburukan, saatnya kita luruskan kembali. Episode demi episode hidup yang kita lalui adalah peringatan Tuhan bagi manusia, waktu itu terus berjalan dan tidak berhenti. Bagi orang beragama, fenomena waktu akan mengingatkannya untuk senantiasa mengevaluasi masa lalu dan menyiapkan perbekalan untuk hari esok. Bertobat atas keping-keping dosa yang telah dibuat dan mendekatkan diri pada Yang Kuasa, agar diberikan keteguhan hati dalam menjalani sisa waktu hidup. Akhirnya, dengan semangat dan kesadaran diri atas optimalisasi waktu ini diharapkan pada gilirannya semakin sukses hidup.
*) Pemerhati sosial-agama, tinggal di Surabaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar