WACANA
Oleh: Benni Setiawan*
Anak menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa) adalah keturunan kedua. Manusia yang masih kecil. Orang yang berasal dari atau dilahirkan di suatu negara atau daerah. Orang yang masuk dalam di suatu golongan pekerjaan (keluarga).
Anak menurut UU No 4 Tahun 1979, LN. 1979-32 Tentang Kesejahteraan Anak, mendefinisikan secara khusus merupakan keturunan dalam keluarga, sedangkan dalam arti luas adalah generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial secara utuh, serasi, selaras dan seimbang.
Menurut UNICEF, Guide to the Convensi on the Rights of the Child (CRC) sebagaimana dikutip Muhammad Joni dan Zulchana Z. Tanmas (1999) ada empat kategori hak-hak anak. Pertama, hak terhadap keberlangsungan hidup (survival rights) yaitu hak-hak anak dalam konvensi hak anak yang meliputi hak-hak untuk melestarikan dan mempertahankan hidup (the right of life) dan hak untuk memperoleh standar kesehatan tertinggi dan perawatan yang sebaik-baiknya (the right to the higest standard of helath and medical care attainable).
Kedua, hak terhadap perlindungan (protection rights), yaitu hak-hak anak dalam konvensi hak anak yang meliputi hak perlindungan dari diskriminasi, tindak kekerasan dan keterlantaran bagi anak yang tidak mempunyai keluarga dan anak-anak pengungsi.
Ketiga, hak untuk tumbuh kembang (development rights), yaitu hak-hak anak dalam konvensi hak anak yang meliputi segala bentuk pendidikan (formal dan non formal) dan hak untuk mencapai standar hidup yang layak bagi perkembangan fisik, mental, spiritual, moral dan sosial.
Keempat, hak untuk berpartisipasi (participation rights), yaitu hak-hak anak dalam konvensi hak anak yang meliputi hak anak untuk mengemukakan pendapat dalam segala hal yang mempengaruhi anak (the rights of a child to express her/his views in all metters affecting that child). Pertanyaannya, bagaimana dengan anak-anak Indonesia?
Anak-anak Indonesia masih terkungkung dalam tindak kekerasan. Data menunjukkan, pada tahun 2003 tindak kekerasan terhadap anak mencapai 481 kasus. Tahun 2004 meningkat 547 kasus dengan rincian 221 kasus kekerasan seksual, 140 kekerasan fisik, 80 kekerasan psikis dan 106 kasus lainnya.
Pada tahun 2005, jumlahnya meningkat lagi menjadi 766 kasus, dengan rincian 327 kasus kekerasan seksual, 233 kasus kekerasan fisik, 176 kekerasan psikis dan 130 kasus lainnya. Sedangkan pada semester pertama tahun 2006 terdapat 460 kasus.
Menurut, Terry E. Lawson, setidaknya ada empat macam abuse, yaitu emotional abuse, verbal abuse, physical abuse, dan sexual abuse. Dalam tulisan ini hanya dibahas mengenai emosial abuse dan verbal abuse.
Emotional abuse terjadi ketika orangtua/pengasuh dan pelindung anak setelah mengetahui anaknya meminta perhatian, mengabaikan anak itu. Ia membiarkan anak basah atau lapar karena ibu terlalu sibuk atau tidak ingin diganggu pada waktu itu. Ia boleh jadi mengabaikan kebutuhan anak untuk dipeluk atau dilindungi. Anak akan mengingat semua kekerasan emosional jika kekerasan emosional itu berlangsung konsisten. Orangtua yang secara emosional berlaku keji pada anaknya akan terus-menerus melakukan hal sama sepanjang kehidupan anak itu.
Verbal abuse terjadi ketika orangtua/pengasuh dan pelindung anak, setelah mengetahui anaknya meminta perhatian, menyuruh anak itu untuk diam atau jangan menangis. Jika si anak mulai berbicara, ibu terus-menerus menggunakan kekerasan verbal seperti, "kamu bodoh", "kamu cerewet", dsb. Anak akan mengingat semua kekerasan verbal jika semua kekerasan verbal itu berlangsung dalam satu periode.
Menurut Jack Canfield --seorang pakar kepercayaan diri-- (1982) melaporkan hasil penelitian terhadap 100 anak. Setiap anak menerima rata-rata 460 komentar negatif atau kritik dan hanya 75 komentar positif atau yang bersifat dukungan dalam satu hari. Komentar negatif ini sangat berbahaya bagi perkembangan emosi dan kecerdasan anak.
Bentuk kekerasan psikis ini sulit untuk diketahui apalagi dilaporkan. Kekerasaan psikis hampir terjadi dalam kehidupan anak. Ironisnya banyak orangtua yang tidak tahu dan kurang peduli terhadap hal ini.
Kekerasan psikis yang sempat muncul ke publik adalah tindakan Densus 88 Antiteror terhadap anak Abu Dujana. Anak Abu Dujana mengalami depresi berat akibat menyaksikan ayahnya ditangkap oleh pihak berwajib.
Kekerasan psikis menurut hemat penulis lebih berbahaya dari pada kekerasan fisik dan kekerasan seksual. Kekerasan fisik akan melekat dalam diri anak hingga anak menjadi dewasa. Anak akan terpengaruh oleh kondisi di mana ia dibesarkan dengan kekerasan.
Anak yang mengalami kekerasan psikis cenderung pendiam, tidak tanggap terhadap sesuatu, menutup diri dan seterusnya. Jika kondisi ini tidak cepat ditangani akan mengakibatkan depresi berat pada anak yang pada akhirnya anak akan bunuh diri.
Menurut konvensi hak anak di atas, sudah selayaknya orangtua, masyarakat dan semua pihak mencegah kekerasan terhadap anak terutama kekerasan psikis.
Orangtua sudah saatnya mendidik anak-anaknya dengan kasih sayang. Orangtua juga dilarang berkata kotor, membentak di depan anak-anaknya. Anak harus mendapatkan porsi lebih daripada yang lain. Keadaan ini akan mendorong anak hidup lebih baik dan terhindar dari tekanan psikis.
Masyarakat pun demikian, masyarakat sebagai keluarga kedua sudah saatnya mengajarkan sikap yang baik kepada anak-anak di lingkungan. Salah satunya dengan mengajarkan arti sopan santun dan hormat menghormati kepada yang lebih tua dan menyayangi yang muda. Pada akhirnya, kekerasan psikis adalah kondisi yang lebih membahayakan dari pada kekerasan fisik.
*) Anggota Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah.
Oleh: Benni Setiawan*
Anak menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa) adalah keturunan kedua. Manusia yang masih kecil. Orang yang berasal dari atau dilahirkan di suatu negara atau daerah. Orang yang masuk dalam di suatu golongan pekerjaan (keluarga).
Anak menurut UU No 4 Tahun 1979, LN. 1979-32 Tentang Kesejahteraan Anak, mendefinisikan secara khusus merupakan keturunan dalam keluarga, sedangkan dalam arti luas adalah generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial secara utuh, serasi, selaras dan seimbang.
Menurut UNICEF, Guide to the Convensi on the Rights of the Child (CRC) sebagaimana dikutip Muhammad Joni dan Zulchana Z. Tanmas (1999) ada empat kategori hak-hak anak. Pertama, hak terhadap keberlangsungan hidup (survival rights) yaitu hak-hak anak dalam konvensi hak anak yang meliputi hak-hak untuk melestarikan dan mempertahankan hidup (the right of life) dan hak untuk memperoleh standar kesehatan tertinggi dan perawatan yang sebaik-baiknya (the right to the higest standard of helath and medical care attainable).
Kedua, hak terhadap perlindungan (protection rights), yaitu hak-hak anak dalam konvensi hak anak yang meliputi hak perlindungan dari diskriminasi, tindak kekerasan dan keterlantaran bagi anak yang tidak mempunyai keluarga dan anak-anak pengungsi.
Ketiga, hak untuk tumbuh kembang (development rights), yaitu hak-hak anak dalam konvensi hak anak yang meliputi segala bentuk pendidikan (formal dan non formal) dan hak untuk mencapai standar hidup yang layak bagi perkembangan fisik, mental, spiritual, moral dan sosial.
Keempat, hak untuk berpartisipasi (participation rights), yaitu hak-hak anak dalam konvensi hak anak yang meliputi hak anak untuk mengemukakan pendapat dalam segala hal yang mempengaruhi anak (the rights of a child to express her/his views in all metters affecting that child). Pertanyaannya, bagaimana dengan anak-anak Indonesia?
Anak-anak Indonesia masih terkungkung dalam tindak kekerasan. Data menunjukkan, pada tahun 2003 tindak kekerasan terhadap anak mencapai 481 kasus. Tahun 2004 meningkat 547 kasus dengan rincian 221 kasus kekerasan seksual, 140 kekerasan fisik, 80 kekerasan psikis dan 106 kasus lainnya.
Pada tahun 2005, jumlahnya meningkat lagi menjadi 766 kasus, dengan rincian 327 kasus kekerasan seksual, 233 kasus kekerasan fisik, 176 kekerasan psikis dan 130 kasus lainnya. Sedangkan pada semester pertama tahun 2006 terdapat 460 kasus.
Menurut, Terry E. Lawson, setidaknya ada empat macam abuse, yaitu emotional abuse, verbal abuse, physical abuse, dan sexual abuse. Dalam tulisan ini hanya dibahas mengenai emosial abuse dan verbal abuse.
Emotional abuse terjadi ketika orangtua/pengasuh dan pelindung anak setelah mengetahui anaknya meminta perhatian, mengabaikan anak itu. Ia membiarkan anak basah atau lapar karena ibu terlalu sibuk atau tidak ingin diganggu pada waktu itu. Ia boleh jadi mengabaikan kebutuhan anak untuk dipeluk atau dilindungi. Anak akan mengingat semua kekerasan emosional jika kekerasan emosional itu berlangsung konsisten. Orangtua yang secara emosional berlaku keji pada anaknya akan terus-menerus melakukan hal sama sepanjang kehidupan anak itu.
Verbal abuse terjadi ketika orangtua/pengasuh dan pelindung anak, setelah mengetahui anaknya meminta perhatian, menyuruh anak itu untuk diam atau jangan menangis. Jika si anak mulai berbicara, ibu terus-menerus menggunakan kekerasan verbal seperti, "kamu bodoh", "kamu cerewet", dsb. Anak akan mengingat semua kekerasan verbal jika semua kekerasan verbal itu berlangsung dalam satu periode.
Menurut Jack Canfield --seorang pakar kepercayaan diri-- (1982) melaporkan hasil penelitian terhadap 100 anak. Setiap anak menerima rata-rata 460 komentar negatif atau kritik dan hanya 75 komentar positif atau yang bersifat dukungan dalam satu hari. Komentar negatif ini sangat berbahaya bagi perkembangan emosi dan kecerdasan anak.
Bentuk kekerasan psikis ini sulit untuk diketahui apalagi dilaporkan. Kekerasaan psikis hampir terjadi dalam kehidupan anak. Ironisnya banyak orangtua yang tidak tahu dan kurang peduli terhadap hal ini.
Kekerasan psikis yang sempat muncul ke publik adalah tindakan Densus 88 Antiteror terhadap anak Abu Dujana. Anak Abu Dujana mengalami depresi berat akibat menyaksikan ayahnya ditangkap oleh pihak berwajib.
Kekerasan psikis menurut hemat penulis lebih berbahaya dari pada kekerasan fisik dan kekerasan seksual. Kekerasan fisik akan melekat dalam diri anak hingga anak menjadi dewasa. Anak akan terpengaruh oleh kondisi di mana ia dibesarkan dengan kekerasan.
Anak yang mengalami kekerasan psikis cenderung pendiam, tidak tanggap terhadap sesuatu, menutup diri dan seterusnya. Jika kondisi ini tidak cepat ditangani akan mengakibatkan depresi berat pada anak yang pada akhirnya anak akan bunuh diri.
Menurut konvensi hak anak di atas, sudah selayaknya orangtua, masyarakat dan semua pihak mencegah kekerasan terhadap anak terutama kekerasan psikis.
Orangtua sudah saatnya mendidik anak-anaknya dengan kasih sayang. Orangtua juga dilarang berkata kotor, membentak di depan anak-anaknya. Anak harus mendapatkan porsi lebih daripada yang lain. Keadaan ini akan mendorong anak hidup lebih baik dan terhindar dari tekanan psikis.
Masyarakat pun demikian, masyarakat sebagai keluarga kedua sudah saatnya mengajarkan sikap yang baik kepada anak-anak di lingkungan. Salah satunya dengan mengajarkan arti sopan santun dan hormat menghormati kepada yang lebih tua dan menyayangi yang muda. Pada akhirnya, kekerasan psikis adalah kondisi yang lebih membahayakan dari pada kekerasan fisik.
*) Anggota Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar