Selasa

Markas Klub Jadi Ruang Diskusi

PENGANTAR REDAKSI: Klub-klub sepeda gayung kini mulai merambah masyarakat kota terutama anak-anak dan kaum muda. Selain persamaan hobi dan minat, trend kembali ke sepeda gayung sebagai langkah awal membangun sebuah kultur baru. Hidup sehat dengan bersepeda seperti halnya budaya hidup bebas polusi yang dilakoni Vietnam, Jepang dan Cina. Kini terbuka kesempatan sosialisasi rekayasa budaya hidup sehat di kalangan anak sebagai generasi penerus bangsa.


Fenomena klub-klub sosial berdasarkan hobi dan minat kini bukan hanya milik orang dewasa. Anak-anak di daerah perkotaan pun mulai bergaul dalam sebuah klub yang mereka dirikan secara spontan berdasarkan hobi. Di Denpasar, misalnya, marak berdiri klub-klub sepeda gayung dengan sebuah markas yang menjadi tempat mangkal dan terminal akhir kegiatan turing bersama. Di markas inilah, anak-anak yang beda lingkungan dan sekolah ini berbaur akrab. Mereka lancar mendiskusikan desain sepeda dan ragam modifikasi sepeda gayung.
Untuk mendapatkan model sepeda yang diinginkan, mereka cukup menggambarkan di atas kertas kemudian desainnya diberikan ke pemilik bengkel yang merenovasi sepeda sesuai ide anak-anak klub. Ide modifikasi sepeda lahir dari ide sendiri atau melihat sepeda klub lain karena tidak ada contoh dari buku maupun media elektronik.
Coba tengok sepeda anak-anak klub Gertak United dan Gasal Crew Denpasar. Mereka mendesain sendiri model sepedanya di markas sebelum dibawa ke bengkel untuk direnovasi. ”Setelah digambar dan disetujui anggota klub sepedanya langsung direnovasi. Kami punya bengkel sendiri sekaligus jadi markas. Yang punya bengkel juga saudara sendiri jadi lebih menghemat biaya,” ujar Gung Alit dari klub Gertak United.
Biaya yang dikeluarkan untuk memodifikasi sepeda sangat beragam. Menurut Dedi Saputra, ketua klub Gasal Crew, biayanya sekitar Rp 30-50 ribu untuk satu sepeda sudah termasuk mengecat sepedanya. “Agar tidak terlalu mahal, setiap kumpul-kumpul kita selalu membayar uang Rp 1000 untuk uang kas jadi pas ada even apa aja kita udah punya dana. Kadang orang tua juga memberikan uang dan mereka juga mendukung kita kok,” ujarnya.
Bersepeda sebagai sarana untuk jalan-jalan santai, kumpul-kumpul, ngobrol bersama teman-teman baik teman satu klub maupun dengan klub-klub lain. Mereka bersepeda hampir tiap sore dan berkumpul di markas klubnya. Bahkan saat liburan pun, mereka merasa nyaman berada di markas klub sepedanya. Mereka menepis bila konvoi sepeda mengganggu lalu lintas. Buktinya, mereka tertib dalam bersepeda, tidak memenuhi badan jalan dan memiliki tanda pengenal seperti kaos dan stiker bahwa klub mereka sudah terdaftar di kepolisian setempat.
Wayan Subagia, Sekretaris ISSI Badung, melihat klub-klub sepeda bisa menjadi ruang mencari bibit baru atlet sepeda di Bali dan Denpasar utamanya. “Saya akui jika penggemar sepeda banyak tapi untuk yang menjadi atlet masih sedikit. Untuk itu maraknya pecinta sepeda akhir-akhir ini memberi peluang segar bagi pertumbuhan atlet sepeda daerah. Diharapkan anak pecinta sepeda tidak hanya untuk fun saja tetapi juga untuk meraup prestasi,” sarannya. (Wayan Nita & Heni Kurniawati)

Tidak ada komentar:

Statistik pengunjung