Selasa

Memacu Kepercayaan Diri

Belajar sesungguhnya tidak hanya dilakukan di sekolah. Dalam bermain, selalu ada pembelajaran. Baik itu di sekolah maupun di rumah. Hasil penelitian mengatakan kalau dalam bermain adalah proses pengajaran komprehensif yang melibatkan banyak hal. Melibatkan emosi, daya pikir, imajinasi, gerak motorik hingga penggunaan indera secara maksimal. Dengan bermain, anak merasakan kebebasan atas pilihan kesenangannya sendiri yang memicu kepercayaan diri dan semangatnya untuk mempelajari banyak hal.
“Jika seorang anak bermain, tentu saja imajinasi, kecerdasan, bahasa dan kemampuan motorik akan berkembang. Bila anak tidak bermain, aspek kognitifnya akan kurang berkembang. Dengan demikian, dalam bermain terdapat proses belajar. Dan ini harus dikembangkan terus. Cuma pada bermain dan belajar pada setiap umur berbeda-beda,” kata psikolog Nur Ainy F Nawangsari S.Psi.
Porsi bermain pada anak, remaja dan dewasa memang harus berbeda. Pada anak-anak misalnya menyisipkan belajar dalam permainannya. Contohnya adalah anak bisa diajari berhitung melalui lagu ‘satu-satu aku sayang ibu…’. Lalu anak juga bisa mendapatkan konsep geometri lewat lagu ‘topi saya bundar’ dan sebagainya. Beranjak remaja, permainan yang dilakukan akan lebih terstruktur, kompleks dan ada aturan yang mesti diikuti. Dari bermain, anak akan mempelajari nilai-nilai penting yang sangat berguna bagi kehidupannya kelak.
Pada anak-anak, porsi belajar hanya berkisar 10-20 persen. Semakin bertambah usia, porsi bermain semakin berkurang. Hingga dewasa, porsi bekerja menjadi dominan dibandingkan dengan porsi bermain.
Sistem pembelajaran yang ideal bagi anak adalah disesuaikan dengan nature anak yang senang bermain, senang bergerak, senang bertanya, senang berimajinasi dan senang bereksperimen. Dan kalau anak-anak diajak belajar dengan sistem yang sesuai dengan naturenya, yang membuat dia senang, tentu dia akan rindu dengan sekolah, bahkan dengan gurunya.
Sekolah dalam bahasa Yunani artinya tempat bersantai dan bermain. Maka, kita perlu mengupayakan agar sistem belajar anak atau sekolah dirancang agar anak tetap merasa sedang bermain. Menarik, menyenangkan dan membuatnya ingin melakukannya lagi dan lagi. Sistem belajar lewat bermain, sebenarnya merupakan proses memancing kesenangan anak, ketertarikan anak, baru masuk pada memberi pemahaman pada anak. “Karena lewat bermain justru anak mudah diberi penjelasan dan pemahaman soal konsep,” tambah Nur Ainy.
Sementara Ayu Norma pengelola pusat belajar Cheeky Monkyes di Jl Danau Tamblingan, Denpasar, menganjurkan agar orangtua tidak perlu melarang anaknya untuk bermain. Proses belajar dengan cara ini mampu meningkatkan kemandirian anak, meningkatkan kreatifitas terutama anak akan tumbuh kembang secara alami sesuai dengan waktunya. “Dengan pola belajar sambil bermain seorang anak mampu menemukan jati dirinya, tanpa harus dipaksakan oleh siapapun” ungkapnya.
Pola belajar sambil bermain tepat bagi anak–anak berusia satu setengah sampai enam tahun. Mereka tidak dipaksakan untuk belajar secara akademis namun dibiarkan memilih sesuai dengan keinginannya. Dengan situasi yang nyaman, anak bisa diajak bersosialisasi dengan sesamanya atau bahkan dengan yang lebih tua hingga tampak sikap dan bakat anak secara alamiah.
Bagi Ni Kadek Listiani, Marketing and Promotion Manager High/scope Indonesia, teknik belajar sambil bermain juga membuat daya ingat anak lebih panjang. “Dengan proses semacam itu, anak akan belajar merencanakan sesuatu, melakukannya, dan mengulas kembali yang telah dilakukan. Jadi anak bukan hanya termangu melihat tapi langsung turut aktif di dalamnya,” katanya. (Wuri W & Roro S)

Tidak ada komentar:

Statistik pengunjung