Untuk mengukir sebuah prestasi gemilang di tingkat lokal maupun nasional, tidak mutlak menjadi hak milik anak-anak yang berkecukupan. Sebab anak-anak terlantar yang secara rutin mengemis atau mengamen di setiap hiruk pikuk keramaian kota di sejumlah kawasan Kota Surabaya, punya kemampuan untuk memanusiakan diri dengan meraih sejumlah prestasi gemilang.
Fakta itu melekat pada diri Sri Wahyuni (13), Siti Rodiah (13) dan Susanti (11). Susanti sendiri sudah 10 tahun bergabung di Sanggar Alang-Alang Surabaya. Berkat prestasi yang diukirnya, Susanti pernah mewakili Kota Surabaya untuk menjadi peserta kongres anak dan Jambore Nasional (Jamnas). ”Saya sudah delapan tahun bergabung dalam sanggar ini. Dulu saya pulang sekolah mengamen di terminal Joyoboyo. Maklum saja, ibu dan bapak saya berjualan di terminal itu,” kata Susanti.
Menurut sulung dari empat bersaudara ini, sejak kecil ia sudah akrab dengan lingkungan terminal. Karena kondisi ekonomi keluarga yang kurang, sepulang sekolah ia pasti bergabung dengan teman-teman sebaya lain untuk mengamen. Uang hasil ngamen digunakan untuk membantu ekonomi keluarga di samping membayar uang sekolah, membeli buku sampai makan sehari-hari. Ia mengaku diajak bergabung di Sanggar Alang-Alang untuk latihan menyanyi dan menari. Sejak itu ia sering pentas di beberapa tempat dan di depan tamu kenegaraan bersama teman-teman sanggar.
Hal serupa dialami Sri dan Siti. Secara ekonomi, kedua anak ini jauh dari mapan. Karena lingkungan mereka banyak yang menjadi pengamen dan pengemis, mereka pun ikut-ikutan mengamen. Uang hasil ngamen digunakan untuk membeli jajan dan membantu ekonomi keluarga. Sepulang sekolah, mereka langsung mengamen sampai sore hari. Setelah aktif di Sanggar Alang-Alang, keduanya berhenti ngamen, karena banyak kegiatan yang harus dijalani di sanggar tersebut.
Di tempat ini, anak-anak yang tidak mampu sekolah, bisa belajar membaca dan menulis. Perpustakaan kecil hasil bantuan dari berbagai pihak turut melengkapi. ’’Selain itu, di sanggar ini kita juga bisa latihan menyanyi, menari atau mengaji atau sembahyang,” cerita Sri yang sempat beberapa bulan menjadi pengamen di terminal Joyoboyo.
Untuk memiliki uang recehan, sebut Sri, mereka dapat dari pentas yang digelar secara rutin. Berbagai prestasi yang ditoreh Sri, buah gemblengan para pengelola Sanggar Alang-Alang, bersama Susanti dan Siti terpilih menjadi utusan Surabaya untuk mengikuti kongres anak dan Jamnas pada tahun 2006.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar