Senin

Potensi Daerah Sebagai Muatan KTSP

OPSI
Oleh: Sudaryanto*
Melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia, Nomor 22, 23, dan 24 Tahun 2006, Pemerintah telah mengesahkan kurikulum baru pendidikan dasar dan menengah yang diberi nama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP itu sendiri, sebenarnya merupakan penyempurnaan dari kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis Kompetensi, KBK), yang secara gencar telah disosialisasikan. Beberapa sekolah bahkan telah mulai melaksanakannya.
Jika kita cermati, bahwa secara substansi, KTSP tidak jauh berbeda dengan KBK, karena keduanya sama-sama berorientasi pada kompetensi lulusan dan kebutuhan stakeholder. Hanya saja, dalam KTSP, tidak diatur secara rinci kegiatan belajar mengajar di kelas. Di samping itu, KTSP memberikan keleluasaan kepada daerah (guru dan kepala sekolah) untuk melakukan pengembangan kurikulum sesuai potensi dan kemampuan sekolah, dan kebutuhan peserta didik, serta kebutuhan masyarakat setempat. Dalam hal ini, keterlibatan dan kontribusi pemerintah daerah tidak sekadar menjalankan kurikulum yang dibuat pusat, melainkan ikut serta dalam proses pengembangan dan evaluasinya.
Dalam konteks ini, setiap guru dan kepala sekolah diberikan wewenang merancang dan melakukan improvisasi dalam pengembangan pola pendidikan, serta dapat memasukkan local content daerah masing-masing. Pemerintah pusat hanya menetapkan suatu standar minimal yang harus dipenuhi seperti yang dibuat Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
Artinya, pihak sekolah dapat mengembangkan standar yang lebih tinggi atau minimal sama dengan standar yang telah ditetapkan BSNP tersebut. Pengembangan KTSP erat kaitannya dengan konsep manajemen berbasis sekolah (MBS) yang salah satunya mencakup otonomi sekolah dalam program meningkatkan mutu pendidikan.
Pemberlakuan kurikulum baru ini, memang tidak serta merta akan menjawab semua permasalahan pendidikan yang dihadapi negeri ini. Namun, paling tidak akan dapat menjawab kekakuan pembelajaran yang terjadi selama ini.
Oleh karena itu, perubahan kurikulum ini tidak perlu dilihat dengan kaca mata negatif dan sikap apriori, melainkan harus dipandang sebagai suatu peluang dan atau lebih sebagai kesempatan bagi daerah untuk dapat memberikan kontribusi dalam mengkaji, mengembangkan dan menerapkan kurikulum secara lebih leluasa, fleksibel dan sesuai dengan kondisi daerah. Lebih dari itu, pemerintah daerah dapat memunculkan kekhasan masing-masing yang merupakan nilai lebih dari daerah lain, di atas standar-standar minimal yang disusun BSNP.
KTSP Dan Keunggulan Daerah
Pengembangan KTSP sangat relevan dengan konsep desentralisasi pendidikan dan sejalan pula dengan pelaksanaan otonomi daerah. Apabila setiap daerah dapat menjabarkan, mengembangkan dan menerapkan KTSP secara konsisten dan sungguh-sungguh, maka setiap daerah bahkan satu sekolah dan sekolah lainnya, boleh jadi akan memiliki kurikulum yang berbeda-beda dengan menonjolkan keunggulan daerah masing-masing.
Dengan konsep pengembangan kurikulum seperti itu, nantinya masing-masing daerah di Indonesia akan memiliki pola pendidikan beragam dengan standar mutu yang sama baiknya.
Provinsi Jawa Tengah, misalnya, dapat mengembangkan pola pendidikan yang menekankan pada hal-hal yang berhubungan dengan agribisnis dan agroindustri. Daerah Yogyakarta akan mengembangkan pola pendidikan pada aspek seni, budaya dan pariwisata. Provinsi Bali, semua mafhum sudah amat familiar dengan ragam budaya dan pariwisata berikut diferensiasinya, yang semua itu amat urgen untuk dikembangkan sebagai bahan ajar muatan lokal dalam pelajaran di sekolah. Daerah Riau mungkin akan mengarahkan pendidikan pada aspek pertambangan minyak bumi. Papua boleh jadi akan mengembangkan pola pendidikan dengan penekanan pada metalurgi. Maluku mungkin mengembangkan industri perikanan dan perairan. Begitu pula Jawa Barat dan DKI Jakarta memusatkan pada dunia industri manufaktur, sementara dearah-daerah di Kalimantan memusatkan pada pertambangan batubara.
Dalam spektrum yang lebih sempit dalam satu provinsi, setiap kabupaten bisa mengembangkan pola pendidikan sesuai kondisi dan potensi kabupatennya. Untuk satu wilayah kabupaten misalnya, barangkali akan mengarahkan pendidikan pada sektor agribisnis dan industri rumah tangga berbasis keramik, gerabah, pengembangan industri kain batik, pengembangan potensi wisata daerah, dan lain sebagainya. Sementara kabupaten lain mungkin bisa diarahkan pada masalah yang berkaitan dengan pengolahan hasil perkebunan yang menjadi pionir daerah tersebut (kelapa sawit, teh, tembakau) dan sebagainya. Spesifikasi-spesifikasi kurikulum yang dikembangkan tersebut akan menghasilkan pusat-pusat keunggulan di setiap daerah otonom.
Demikianlah, setiap daerah akan memiliki nilai lebih dari daerah lain. Hingga, suatu ketika anak didik di Indonesia akan memiliki banyak pilihan di bidang pendidikan sesuai keinginan, bakat, dan talenta yang dimilikinya.
Dengan demikian akan lahir diversifikasi pendidikan sesuai dengan potensi dan keadaan daerah yang ada, dengan kualitas pendidikan yang tidak akan jauh berbeda antara satu daerah dan daerah lain karena dikontrol oleh standar yang ditetapkan pemerintah pusat.
Perlu Persiapan
Berdasar Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006, pemberlakukan KTSP dimulai tahun ajaran 2006/2007 dan dilakukan secara bertahap selama 3 tahun yang diawali dengan kelas 1 dan 4 untuk sekolah dasar, dan kelas 1 untuk sekolah menengah. Jadi, diharapkan pada tahun ajaran 2009/2010 KTSP sudah dilaksanakan di semua kelas pada semua tingkat pendidikan.
Sedangkan pada 2012/2013, KTSP ditargetkan sudah dapat dilaksananakan secara nasional di semua sekolah. Mengingat, secara resmi KTSP sudah disahkan pemberlakuannya, maka tidak ada pilihan lain kecuali pemerintah daerah, pihak sekolah, dan komite sekolah serta lembaga terkait segera memersiapkan segala sesuatu untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab serta peluang yang diberikan ini. Jika tidak, maka dapat dipastikan bahwa nasib KTSP tak akan jauh berbeda dengan kurikulum-kurikulum yang ada sebelumnya.
Terkait upaya dalam rangka penerapan KTSP, maka sebagai masukan bagi Pemerintah Daerah (Pemda), Dinas Pendidikan, pihak sekolah dan lembaga terkait serta masyarakat di masing-masing daerah, berikut ini diuraikan beberapa hal yang perlu segera dilakukan.
Pertama adalah sosialisasi KTSP. Sebagian besar masyarakat bahkan tenaga pendidik dan praktisi pendidikan, masih belum memahami prinsip-prinsip penerapan kurikulum baru ini secara utuh. Meskipun, secara substansi, telah disosialisasikan pada saat penerapan KBK, namun munculnya kurikulum baru ini menimbulkan gejolak bagi beberapa kalangan. Perlu diingat bahwa masyarakat Indonesia pada umumnya tidak mudah menerima perubahan. Apalagi kalau perubahan itu terkesan mendadak.
Kalau dibiarkan, hal itu akan menjadi kontraproduktif dan hambatan dalam pengembangan KTSP. Oleh karena itu, perubahan kurikulum perlu segera disosialisasikan sampai ke tingkat bawah, baik menyangkut alasan, prinsip, dan target yang ingin dicapai.
Di samping itu, sosialisasi dimaksudkan untuk memberikan pemahaman tentang hak dan tanggung jawab masing-masing pihak. Sosialisasi dapat dilakukan dalam bentuk pelatihan, ceramah dan lain-lain dengan melibatkan berbagai pihak terkait.
Kedua, persiapan task force kurikulum. Mengingat BSNP telah membuat Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan untuk Sekolah Dasar dan Menengah sebagai acuan bagi sekolah dalam mengembangkan KTSP, maka pengembangan kurikulum baru ini dapat dimulai dengan melakukan kajian tentang dasar-dasar yang diperlukan dalam penyusunan kurikulum seperti visi, misi dan tujuan satuan pendidikan yang diselaraskan dengan visi dan misi daerah, karakteristik lingkungan, harapan pemerintah dan masyarakat, norma, seni, adat istiadat setempat dan lain-lain.
Dari situ, dapat dirumuskan standar kompetensi dan kompetensi dasar, materi dan silabus serta model-model pembelajaran dengan mengedepankan keunggulan dan atau potensi daerah. Tahap berikutnya adalah uji coba dan sosialisasi. Terakhir, perlu dilakukan evaluasi dan penyempurnaan terhadap kurikulum. Jadi, pengembangan kurikulum tidak sekali jadi dan tidak boleh di-gebyah uyah, melainkan dilakukan secara bertahap. Namun, yang terpenting dari semua itu: action harus segera dimulai.
Yang menjadi persoalan sekarang adalah, akankah setiap Pemda di setiap daerah di Indonesia segera merespons kebijakan baru ini secara positif dan proaktif dengan mengkaji, mengembangkan dan menerapkan KTSP? Atau, akankah daerah kembali hanya berperan sebagai pengguna kurikulum yang dibuat pusat? Jawabannya terpulang kepada masing-masing daerah.
*) Guru (GTT) Bimbingan Konseling (BK) SMAN I Bayat, Klaten, Jawa Tengah.

Tidak ada komentar:

Statistik pengunjung