Selasa

“Tubuhnya Milik Keluarga, Jiwanya Milik Setan”

OLEH: BENY ULEANDER
Wacana tes sample urin bagi para pelajar dan mahasiswa untuk memangkas tingkat kecanduan narkoba dan zat adiktif lainnya memang terdengar sebagai usulan yang bakal merecoki wilayah privat warga Negara. Namun melihat peredaran narkoba yang tidak peduli lagi pada golongan umur, dari orang tua hingga anak-anak, maka langkah proteksi kehancuran masa depan generasi muda bisa ditempuh lewat tes urin. Meski bukan sebagai langkah tunggal, setidaknya kebijakan ini bersifat solutif demi mencegah aksi genocide sebuah generasi.
Dalam dunia rehabilitasi pecandu narkoba tidak dikenal istilah mantan pecandu. Sekali seseorang ketagihan mengonsumsi narkoba, apalagi sampai taraf sakaw, maka seumur hidup ia sulit lepas bebas dari narkoba. Prof Dr dr Aleks Pangkahila beberapa waktu lalu mengatakan, bila seorang anak dalam suatu keluarga sudah kecanduan narkoba, maka hanya tubuhnya yang milik keluarga, tetapi jiwanya adalah milik setan. Sebuah ungkapan bernada rohaniah tetapi secara ilmiah mudah dipahami. Cara kerja narkotika seperti heroin, pil koplo, ekstasi dan lainnya memang merusak sistem memori dan struktur syarat otak. Akibatnya, menurut dr Wayan Westa, SpKj staf klinik Rumutan Methadone RS Sanglah, tubuh pecandu amat tergantung pada narkotika.
Di panti rehabilitasi, papar dr Made Nyandra, SpKj dari SMF Psikiatri RSU Wangaya, pencandu narkoba ‘tidak’ disembuhkan tetapi mereka dibantu dengan berbagai metode untuk mengurangi ketergantungan pada zat-zat adiktif tersebut. Metode harm reduction atau pengurangan bahaya ditempuh dengan memberikan substitusi heroin dalam bentuk zat cair atau pil yang dapat diminum. Metode ini ditentang psikiater Prof Dr dr H Dadang Hawari karena mereka bukan diobati, tapi malah diberi heroin imitasi. Untungnya, menurut dr Made Nyandra, SpKj, metode ini memperlakukan pecandu secara manusiawi. Pecandu tidak lagi menggunakan jarum suntik bekas/bergantian yang rentan menularkan virus HIV/AIDS di antara sesama pemakai. Mereka ditolong secara perlahan-lahan mengurangi dosis dalam menggunakan subsitusi heroin seperti methadone atau subutec.
Setiap lembaga sekolah dan perguruan tinggi sangat peduli akan bahaya narkoba. Mereka menggandeng pihak LSM yang bergiat dalam pencegahan bahaya narkoba dan HIV/AIDS. Ada juga sekolah yang mengundang band kenamaan untuk mengajak siswa/I mengambil sikap tegas melawan narkoba. Memang langkah ini sangat inspiratif karena sesuai dengan tipikal pelajar yang berumur ABG suka mengikuti idolanya.
Melihat peredaran narkoba yang kian meluas di kalangan anak-anak, langkah tes urin menyelamatkan masa depan seorang pelajar. Bila terbukti positif, maka siswa tersebut bisa masuk panti rehabilitasi bila sudah kecanduan. Bila masih dalam taraf coba-coba bisa mendapat perhatian lebih dari keluarga dan sekolah. Ingat petuah, lebih baik mencegah daripada mengobati.
Langkah lain yang kini gencar diusulkan kalangan LSM yaitu mengajak atau membawa para siswa melihat langsung kehidupan para pecandu narkoba di panti rehabilitasi. Bila melihat saat-saat seorang pecandu didera sakaw dengan tubuh keblinger, bisa menjadi shock teraphy yang tepat. Dengan melihat dampak buruk pemakaian narkoba, para siswa sudah memiliki gambaran betapa ganasnya narkoba. Nikmat sesaat tetapi sengsara seumur hidup.
Kita juga mengapresiasi dengan rasa hormat yang luhur kiprah para mantan pecandu yang gencar memberikan penyuluhan dari pengalaman mereka kepada para remaja. Mereka banyak yang menjadi aktivis yayasan yang bergerak di bidang pencegahan dan penanganan terpadu kasus-kasus narkoba dan HIV/AIDS.
Manusia tetaplah makhluk rohani yang tetap terbuka terhadap setiap sentuhan rahmat Tuhan yang kerap mengubah hidup seseorang dari keterpurukan menjadi "sumber inspirasi" bagi orang lain untuk menimba air kehidupan.

Tidak ada komentar:

Statistik pengunjung