Levina Dan Buruknya Sistem Transportasi
OLEH: Fitriana Utami Dewi*
Belakangan ini, musibah transportasi di negeri datang silih berganti. Dalam sepekan saja kita dikagetkan oleh dua insiden: patahnya badan pesawat Adam Air saat mendarat keras di Bandara Juanda,
Kita tentu belum lupa dengan musibah hilangnya pesawat Adam Air dalam perjalanan dari
Pada kurun waktu yang sama kita juga menyaksikan kecelakaan kereta api di beberapa daerah. Anjloknya gerbong kereta api akibat rel yang patah atau ambles ke tanah menjadi penyebab kecelakaan kereta belakangan ini. Sejumlah musibah transportasi itu seharusnya membuat kita sadar bahwa latar masalahnya tak lain adalah kesalahan manusia dan buruknya sistem transportasi dan teknologi. Faktor tersebut sangat kelihatan sekali, meski di
Sebagai gambaran yang benar-benar tidak masuk akal, kenapa kebakaran di KMP Levina I bermula dari bak muatan sebuah truk? Ketika api disiram air oleh petugas keamanan kapal, ternyata kobaran api makin besar. Fenomena itu menyimpulkan bahwa truk itu mengangkut bahan kimia yang mudah terbakar. Pada botol-botol zat kimia yang mudah terbakar biasanya tercantum peringatan keras agar user tidak sembarangan membuka botol atau menggunakan bahan itu. Semuanya punya prosedur ketat agar zat yang mudah terbakar ini tidak menimbulkan kecelakaan.
Selain faktor kesalahan manusia (human factor and human error) yang perlu diperhatikan secara serius adalah membenahi manajemen sistem transportasi. Sebab, hal ini menyangkut keselamatan penumpang, menyangkut jiwa manusia. Oleh karenanya perlu dilakukan penyelidikan mendalam terhadap kecelakaan-kecelakaan yang terjadi sehingga ditemukan faktor-faktor yang menjadi penyebabnya. Jangan sekadar retorika atau cuma setengah-setengah saja dalam mengantisipasinya.
Transportasi amat terkait dengan kelaikan alat atau kendaraannya. Di sinilah diperlukan pengawasan yang ketat serta uji kelaikan bagi alat transportasi yang akan dioperasikan. Dalam hal ini pihak-pihak terkait dengan pengawasan dan pengujian kelaikan, tidak boleh main-main. Apalagi bisa kongkalikong dengan pengusaha agar meluluskan alat transportasi yang sedang menjalani uji kelaikan, padahal sebenarnya tidak laik jalan atau terbang. Termasuk di sini adalah soal kelengkapan alat keselamatan bila terjadi kecelakaan, seperti pelampung dan sekoci yang cukup dalam sebuah kapal penumpang.
Selain soal pengawasan dan uji kelaikan yang ketat, juga diperlukan pembenahan di lapangan. Ini menyangkut orang-orang yang terkait dengan keberangkatan sebuah alat transportasi. Informasi awal menyebutkan api yang menyebabkan kebakaran di KM Levina I berasal dari sebuah truk yang diduga mengangkut bahan-bahan kimia (Republika, 2007). Bagaimana mungkin hal ini terjadi bila tidak karena lemahnya kontrol di pintu masuk. Demikian halnya dengan jumlah penumpang yang berlebihan dari kapasitas. Hal-hal seperti itu menunjukkan adanya ketidakberesan di level operasional petugas lapangan.
Selanjutnya adalah soal kelaikan para awak alat transportasi itu sendiri. Selama ini kita tidak tahu persis bagaimana standar yang digunakan oleh Dephub dalam mengontrol dan mengawasi masalah ini. Sudah semestinya para pilot, nakhoda, masinis, serta sopir angkutan umum memiliki kualifikasi sesuai dengan standar yang ditetapkan. Tentu saja ini menyangkut kapabilitas mereka dalam mengatasi saat-saat darurat atau musibah menimpa.
Kecelakaan demi kecelakaan transportasi yang terjadi beruntun belakangan ini, sekali lagi, harus membuat pemerintah serta pihak-pihak swasta terkait serius menanggapinya. Sebab, ini menyangkut jiwa manusia. Jangan hanya mengejar profit, tapi keselamatan penumpang dinomorduakan
Menhub Hatta Radjasa tidak cukup hanya mencabut izin operasi kapal Levina atau alat transportasi lainnya, lebih dari itu komitmen untuk memperbaiki kinerja dan sistem pengawasan dan perbaikan alat transportasi menjadi sangat penting. Lebih-lebih belakangan ini, sering sekali terjadi kecelakaan.
Akhirnya, semua pihak seharusnya juga harus mulai menyadari dan ikut memperbaiki serta waspada terhadap sistem transportasi di tanah air. Dalam konteks ini, memang negara harus bertanggung jawab penuh atas segala hal yang terjadi di rumah yang bernama
*) Mahasiswi Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel
Tidak ada komentar:
Posting Komentar