OLEH: WURI WIGUNANINGSIH
Saat ini, di kota Surabaya memiliki belasan panti werdha atau panti jompo yang semua dikelola swasta atau individu. Sedangkan panti jompo yang dikelola pemerintah, hanya ada satu dan dibagun di Pasuruan. Panti jompo yang dikelola pemerintah, otomatis kelangsungan hidup yayasan ini ada ditangan pemerintah. Bahkan pihak panti juga menyediakan lahan kosong untuk kuburan mereka. Sedangkan untuk swasta, pendanaan sepenuhnya aa ditangan swasta. Ada yang berasal dari agama tertentu, LSM yang bergerak dibidang tertentu atau pendanaan berasal umum. Seperti panti werdha Hargo Dedali yang terletak di jalan Manyar Kartika Surabaya.
Ide awal berdirinya panti sosial ini adalah banyaknya eks pejuang, khususnya pejuang wanita yang hidup sebatangkara di Surabaya. Karena mereka ditinggal suami dan anak-anak mereka ketika merebut kemerdekaan. ‘’Waktu itu, Ibu Tien Soeharto mendirikan panti werdha yang anggotanya khusus untuk eks pejuang wanita di Jakarta. Kemudian Ibu Dar Mortar bersama beberapa teman, diantaranya saya, menghadap Ibu Tien dan minta dukungan untuk mendirikan panti werdha serupa di Surabaya,’’ kata Ketua Panti Werdha Hargo Dedali, Rubijati Ismudarto.
Seorang ibu ada tahun Kemudian pada tahun 1978, panti werdh Hargo Dedali berdiri yang beranggotakan 80 eks pejuang wanita yang ada di Surabaya. Seiring dengan
waktu, satu per satu anggota panti ini meninggal dunia. Hasil kesepakatan bersama dan demi kelangsungan hidup panti, akhirnya disetujui untuk menerima lansia dari masyarakat umum. Setelah 20 tahun berdiri, hingga sekarang panti yang terletak di tengah kota ini beranggotakan 40 orang, dan kapasitas panti sendiri sebanyak 83 orang.
Sesuai dengan amanah Ibu Tien Soeharto dan Dar Mortir sebagai pendiri,
panti ini memang dikhususkan untuk merawat lansia wanita dan masih memiliki keluarga. Masing-masing panti mempunyai syarat sendiri-sendiri bila akan menjadi anggota.Untuk menjadi anggota panti werdha Hargo Dedali sayaratnya adalah wanita yang usianya sudah lebih dari 60 tahun. Kemudian tidak mempunyai penyakit kronis yang sifatnya menular dan yang pasti masih bisa melakukan aktivitas. Meskipun aktivitasnya pasif. Artinya, pihak panti tidak bisa menerima lansia yang aktivitasnya hanya di tempat tidur. Semua persyaratan itu, dikuatkan dengan adanya surat dokter atau
pernyataan dari dokter yang rutin mengunjungi panti ini.
Lansia yang datang ke sini, harus miliki keluarga yang bertanggung jawab. Karena pada mereka dikenakan biaya Rp 350 ribu - Rp 400 ribu setiap bulan. Tapi, dari 40 anggota di Indnoesiakpwkita, hanya empat orang yang membayar rutin setiap bulannya. Yang lainnya tidak membayar. Karena keluarga mereka juga tidak mampu. Sedangkan untuk memelihara mereka, selama ini donatur tetap kita dari Yayasan Darmais dan Dinas Sosial Provinsi Jatim. Itu pun kalau ada sisa dana, cerita Rubijati yang sudah sejak muda terlibat dalam pengelolaan panti social ini.
Bagi keluarga yang tidak mampu, pihak panti tidak memaksa untuk membayar tiap bulannya. Tapi keberadaan keluarga ini harus tetap diketahui pihak panti, karena bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, pihak keluarga mudah dihubungi. Misalnya ketika anggota panti ini tiba-tiba sakit dan mengharuskannya hanya bisa beraktivitas di tempat tidur. Bila sudah seperti ini, pihak panti akan menyerahkan pada keluarga untuk
merawatnya. Hal ini dilakukan karena keterbatasan perawat dipanti yang minggu lalu mendapat bantuan dari beberapa yayasan sosial dalam rangka menyambut hari jadi kota Surabaya ke 714 ini.
Kunjungan dari keluarga, psikolog maupun dokter sering dilakukan mahasiswa atau dokter di Surabaya. Yang paling sering melakukan kunjungan adalah mahasiswa yang duduk di semester akhir, untuk menghadapi ujian skripsi. Banyak dari para lansia dipanti werdha ini menjadi responden para mahasiswa ini. Menurut Rubijati, keberadaan dokter dan psikolog sangat penting. Karena kesehatan fisik mereka sudah menurun dan kejiwaan mereka sedikit labil, karena jauh dari keluarga.
Saat ini, di kota Surabaya memiliki belasan panti werdha atau panti jompo yang semua dikelola swasta atau individu. Sedangkan panti jompo yang dikelola pemerintah, hanya ada satu dan dibagun di Pasuruan. Panti jompo yang dikelola pemerintah, otomatis kelangsungan hidup yayasan ini ada ditangan pemerintah. Bahkan pihak panti juga menyediakan lahan kosong untuk kuburan mereka. Sedangkan untuk swasta, pendanaan sepenuhnya aa ditangan swasta. Ada yang berasal dari agama tertentu, LSM yang bergerak dibidang tertentu atau pendanaan berasal umum. Seperti panti werdha Hargo Dedali yang terletak di jalan Manyar Kartika Surabaya.
Ide awal berdirinya panti sosial ini adalah banyaknya eks pejuang, khususnya pejuang wanita yang hidup sebatangkara di Surabaya. Karena mereka ditinggal suami dan anak-anak mereka ketika merebut kemerdekaan. ‘’Waktu itu, Ibu Tien Soeharto mendirikan panti werdha yang anggotanya khusus untuk eks pejuang wanita di Jakarta. Kemudian Ibu Dar Mortar bersama beberapa teman, diantaranya saya, menghadap Ibu Tien dan minta dukungan untuk mendirikan panti werdha serupa di Surabaya,’’ kata Ketua Panti Werdha Hargo Dedali, Rubijati Ismudarto.
Seorang ibu ada tahun Kemudian pada tahun 1978, panti werdh Hargo Dedali berdiri yang beranggotakan 80 eks pejuang wanita yang ada di Surabaya. Seiring dengan
waktu, satu per satu anggota panti ini meninggal dunia. Hasil kesepakatan bersama dan demi kelangsungan hidup panti, akhirnya disetujui untuk menerima lansia dari masyarakat umum. Setelah 20 tahun berdiri, hingga sekarang panti yang terletak di tengah kota ini beranggotakan 40 orang, dan kapasitas panti sendiri sebanyak 83 orang.
Sesuai dengan amanah Ibu Tien Soeharto dan Dar Mortir sebagai pendiri,
panti ini memang dikhususkan untuk merawat lansia wanita dan masih memiliki keluarga. Masing-masing panti mempunyai syarat sendiri-sendiri bila akan menjadi anggota.Untuk menjadi anggota panti werdha Hargo Dedali sayaratnya adalah wanita yang usianya sudah lebih dari 60 tahun. Kemudian tidak mempunyai penyakit kronis yang sifatnya menular dan yang pasti masih bisa melakukan aktivitas. Meskipun aktivitasnya pasif. Artinya, pihak panti tidak bisa menerima lansia yang aktivitasnya hanya di tempat tidur. Semua persyaratan itu, dikuatkan dengan adanya surat dokter atau
pernyataan dari dokter yang rutin mengunjungi panti ini.
Lansia yang datang ke sini, harus miliki keluarga yang bertanggung jawab. Karena pada mereka dikenakan biaya Rp 350 ribu - Rp 400 ribu setiap bulan. Tapi, dari 40 anggota di Indnoesiakpwkita, hanya empat orang yang membayar rutin setiap bulannya. Yang lainnya tidak membayar. Karena keluarga mereka juga tidak mampu. Sedangkan untuk memelihara mereka, selama ini donatur tetap kita dari Yayasan Darmais dan Dinas Sosial Provinsi Jatim. Itu pun kalau ada sisa dana, cerita Rubijati yang sudah sejak muda terlibat dalam pengelolaan panti social ini.
Bagi keluarga yang tidak mampu, pihak panti tidak memaksa untuk membayar tiap bulannya. Tapi keberadaan keluarga ini harus tetap diketahui pihak panti, karena bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, pihak keluarga mudah dihubungi. Misalnya ketika anggota panti ini tiba-tiba sakit dan mengharuskannya hanya bisa beraktivitas di tempat tidur. Bila sudah seperti ini, pihak panti akan menyerahkan pada keluarga untuk
merawatnya. Hal ini dilakukan karena keterbatasan perawat dipanti yang minggu lalu mendapat bantuan dari beberapa yayasan sosial dalam rangka menyambut hari jadi kota Surabaya ke 714 ini.
Kunjungan dari keluarga, psikolog maupun dokter sering dilakukan mahasiswa atau dokter di Surabaya. Yang paling sering melakukan kunjungan adalah mahasiswa yang duduk di semester akhir, untuk menghadapi ujian skripsi. Banyak dari para lansia dipanti werdha ini menjadi responden para mahasiswa ini. Menurut Rubijati, keberadaan dokter dan psikolog sangat penting. Karena kesehatan fisik mereka sudah menurun dan kejiwaan mereka sedikit labil, karena jauh dari keluarga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar