Rabu

Kalau Mau Utamakan Pendidikan Wirausaha

Dr Muslich Anshori, SE, MSc, Ak.
Semangat wirausaha di kalangan generasi muda Indonesia amat lemah. Masih banyak orangtua yang berharap anak mereka menjadi pegawai negeri sipil ketimbang terjun ke dunia usaha atau berwiraswasta. Tentu alasan yang dikemukan cukup masuk akal. Merintis dunia usaha itu tidak segampang membalik telapak tangan dan jauh dari kesan ‘mapan’. Langkah strategis untuk mengasah jiwa wirausaha bisa ditempuh lewat proses pendidikan yang mengutamakan kemampuan dan keahlian pribadi bukan gelar atau ijasah akademis semata. Berikut wawancara dengan Dr Muslich Anshori, SE, MSc, Ak., guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya tentang tantangan pihak kampus mencetak mahasiswa berjiwa wirausaha:

Mengapa banyak sarjana berlomba-lomba menjadi pegawai negeri dan enggan berwiraswasta?

Itu semua tak lepas dari cara pandang masyarakat kita yang masih sangat kolonial. Mereka menganggap seorang pegawai lebih terpandang dibandingkan pengusaha. Selain itu, mereka berpandangan sebuah gelar jauh lebih penting dibandingkan kemampuan atau keahlian seseorang. Padahal yang baik adalah mempunyai keahlian dahulu baru diikuti gelar. Bukan seperti sekarang, mencari gelar dulu baru mencari-cari kemampuan atau keahlian. Dengan demikian wajar bila banyak mereka yang mempunyai gelar sarjana tapi pengangguran. Seharusnya cara pandang itulah yang kita ubah.

Darimana kita mulai perubahan tersebut?

Sesungguhnya kita sudah mulai perubahan tersebut. Misalnya dengan membagi-bagi sistem pendidikan serta kurikulumnya. Di tingkat pendidikan menengah atas telah dibagi jadi dua, yaitu SMA dan SMK. SMA dipersiapkan untuk menjadi seorang akademisi dan SMK menjadi seorang yang mempunyai ketrampilan tertentu, setelah lulus langsung bisa kerja. Demikian juga di tingkat perguruan tinggi dibagi lagi jadi diploma dengan porsi pendidikan ketrampilannya lebih besar dibandingkan teori, yaitu 60:40. Setamat diploma, mereka mampu mandiri dan membuka usaha sendiri. Kalau S1 atau sarjana memang dipersiapkan untuk menjadi seorang akademisi. Kurikulumnya juga berbeda, 60 persen teori, 40 persennya ketrampilan. Jika ingin berwirausaha, mereka harus mengambil pendidikan ketrampilan lagi. Misalnya notaris atau pendidikan keahlian lainnya. Tapi bagi mereka yang ingin menekuni dunia akademisi, untuk menjadi seorang profesional, dipersilahkan melanjutkan pendidikan S2.

Untuk menempuh pendidikan tertentu harus berdasarkan bakat dan minat?

Benar sekali. Kalau sudah berminat untuk menjadi pengusaha, jangan masuk S1. Lebih baik masuk program Diploma. Nanti kalau ingin memperdalam teori atau ilmu, tinggal melanjutkan S1-nya. Dengan demikian pendidikan yang dijalani tidak sia-sia. Kendala sekarang Diploma, S1, dan S2 dalam satu naungan fakultas. Misalnya mata kuliah marketing. Seharusnya, materi yang diajarkan berbeda. Di program Diploma, materi yang diajarkan marketing di lapangan, di S1, teori marketingnya. Untuk S2-nya diberikan teori marketing yang lebih mendalam lagi. Terkadang karena dosennya sama, terdapat kerancuan dalam memberikan materi kuliah.

Perlukah kurikulum pendidikan khusus untuk mencetak generasi muda yang berjiwa wirausaha?


Sesuai dengan porsinya masing-masing, di program pendidikan Diploma misalnya, seharusnya ada dosen yang berasal dari pengusaha dan akademisi. Tapi, porsi kuliah dari pengusaha lebih banyak dibandingkan akademisi karena pengusaha jelas mengetahui situasi dan kondisi lapangan. Sedangkan kuliah dari akademisi sebagai wawasan pengetahuan tambahan saja. Untuk S1 sebaiknya dosen tidak hanya dari kalangan akademisi, tapi juga pengusaha dengan porsinya berbeda. Jika ini dapat dilaksanakan dengan baik, pasti akan mendapatkan hasil yang baik dan maksimal. Sesungguhnya inti seorang wiraswasta adalah berani mengambil resiko. Kalau masih setengah-setengah, jangan menjadi pengusaha. Biasanya orang yang seperti ini mengambil jalan menjadi pengawai serta berusaha kecil-kecilan. Tapi ada juga orang yang tidak berani mengambil resiko atau selalu menghindari resiko tersebut. Orang–orang yang seperti inilah yang akhirnya memilih untuk menjadi PNS. Kalau kesempatan menjadi PNS dan pegawai kecil, otomatis kita harus mengubah pola pikir kita untuk berusaha sendiri serta membuka lapangan pekerjaan.
(Pewawancara: Wuri Wigunaningsih)

BIODATA:
Nama : Dr Muslich Anshori, SE, MSc, Ak.
TTL : Jombang, 21 Maret 1952
Jabatan : Lektor Kepala Unair
Pendidikan :
Pascasarjana S3 Program Studi Ilmu Ekonomi Unair (1999)
Pascasarjana S2 Jurusan Teknik dan Manajemen Industri ITB (1990)
Sarjana Ekonomi Jurusan Akutansi, Fak Ekonomi Unair (1984)
Riwayat Pekerjaan:
Pembantu Dekan I Fak Ekonomi Unair
Dosen Program Studi Magister Akutansi Pascasarjana Unair
Managing Director “ISEI” Business Reseach and Development Center”
Dosen Program Studi Ilmu Ekonomi (S3) Pascasarjana Unair
Dosen Program Studi Ilmu Manajemen Pascasarjana Unair
Dosen Program Studi Magister Managemen Pascasarjana Unair
Dosen tetap Fak Ekonomi Unair

Tidak ada komentar:

Statistik pengunjung