Rabu

Kita Perlu Pertanian Berkelanjutan

Prof Dr Ir Dewa Ngurah Suprapta, M.Sc
Indonesia adalah negeri agraris di jalur Khatulistiwa. Negeri yang subur ini ditempati penduduk yang mengimpor beras dari luar negeri. Apakah produksi pangan Indonesia masih rendah ataukah karena tingkat kesuburan tanah terus menurun akibat residu bahan kimia dari pupuk kimia dan pestisida yang merusah unsur hara? Memang sudah saatnya pertanian organik dirintis di Indonesia. Namun menurutDosen Fakultas Pertanian Universitas Udayana Prof Dr Ir Dewa Ngurah Suprapta, M.Sc, pertanian organik harus dimulai secara bertahap. Selain sosialisasi juga perlu persiapan yang matang terkait proses pengadaan, suplai, distribusi dan pola perawatan tanaman dengan pupuk organik. Berikut petikan wawancara dengan akademisi pertanian Unud tersebut:

Bagaimana Anda memandang ketersediaan pangan Indonesia?
Jumlah penduduk Indonesia kian bertambah bahkan kini telah mencapai 235 juta jiwa sedangkan jumlah ketersediaan pangan kita berkurang akibat pengurangan lahan pertanian menjadi perumahan, jalan, pertokoan, dsb. Percepatan pertambahan penduduk kita luar biasa sehingga masalah seperti kelaparan dan kekurangan gizi merupakan tantangan pertanian kita di masa depan. Kemampuan pemerintah dalam menyediakan pangan masih kalah dengan kebutuhan (pertambahan penduduk). Sekarang entah karena alasan apa, pemerintah mengimpor bahan makanan seperti beras, kedelai, gandum, jagung bahkan garam.

Ada pendapat bahwa krisis pangan ini terjadi karena harga pupuk dan pestisida yang naik. Apakah kita perlu menerapkan pertanian organik?
Gagasan pemerintah untuk menggulirkan pertanian organik sangat bagus. Namun, para petani maupun pemerintah belum siap menyediakan pupuk organik seperti pupuk hijau, kompos, kandang untuk mencukupi kebutuhan luas lahan tersebut. Memang dari segi lingkungan bagus tapi dari segi produktivitas akan menurun. Misalnya, per hektar sawah memerlukan 30 ton pupuk organik, siapa yang mampu menyediakan dan di mana mencari bahannya? Belum lagi tenaga kerja untuk mengangkut pupuk serta kendala lainnya. Namun apabila dalam skala kecil masih memungkinkan.
Alternatifnya, untuk kembali ke pertanian organik total itu tidak mungkin. Sehingga pemakaian pupuk kimia harus dikurangi dan menambahkan pupuk organik.

Bagaimana prospek pertanian organik di masa depan?
Prospek pertanian organik ada tapi hanya sporadis dan pada segmen tertentu saja. Jika kita kekurangan pangan, kita tidak berpikir apakah itu beras organik atau non organik. Itu tidak penting, yang penting makan dulu.

Lalu apa yang dapat kita lakukan?
Pertama, intensifikasi pangan yang meliputi pemilihan bibit unggul, penyemprotan hama dan penyakit tanaman, penggunaan teknologi pascapanen yang profesional, dsb. Kedua, angka kehilangan pascapanen kita mencapai 10-15 persen, bisa tercecer, rusak, padi tak berisi atau kosong, dsb. Jika kehilangan hasil ini mampu kita tekan berarti kita juga meningkatkan hasil produksi. Daripada kita meningkatkan produksi 5 persen, lebih baik kita mengurangi kehilangan hasil 5 persen. Ketiga, diversifikasi tanaman yaitu menambahkan varietas lain selain beras misalnya umbi, talas, jagung, sukun, sagu, kentang, dsb. Pemerintah belum menetapkan hal ini. Padahal di lahan produktif, kita mampu menghasilkan beras 3 ton/ha. Sebaliknya, kita mampu menghasilkan ubi jalar 15-20 ton/ha.
Konsumsi varietas makanan di Indonesia hanya berkisar 8 kg/tahun. Sedangkan Belanda telah mengonsumsi umbi-umbian 83 kg/th umbi. Padahal Indonesia adalah surga umbi.

Apa tren pertanian ke depan?
Kuncinya adalah mempertahankan produktivitas. Tren pertanian ke depan adalah pertanian berkelanjutan yaitu pertanian yang memperhitungkan kelestarian alam dan menggunakan semaksimal mungkin faktor-faktor di alam yang terdiri dari semua aspek, baik pupuk, pestisida, sarana produksi hingga keamanan terhadap lingkungan. Bukan berarti kita tidak menggunakan pupuk sintesis/buatan. Namun, penggunaan pupuk tersebut harus diatur dan tidak asal beri. Pertanian berkelanjutan adalah pertanian yang secara fisik, ekologis maupun ekonomis harus menguntungkan sehingga hal ini lebih penting daripada pertanian organik.
Sedangkan harga beras organik masih mahal, masyarakat belum mengerti beras organik atau tidak. Sehingga masih perlu waktu untuk menerima beras organik tersebut. (Pewawancara: Didik Purwanto)
BIODATA:
Nama : Prof Dr Ir Dewa Ngurah Suprapta, M.Sc.
TTL : Batubulan, Gianyar, 28 November 1958
Pekerjaan : Dosen Fakultas Pertanian Unud
Riwayat Pendidikan :
S1 : Fakultas Pertanian Unud (1984)
S2 : Fakultas Pertanian Kagoshima University Jepang (1994)
S3 : Graduate School for Agricultural Sciences Kagoshima University Jepang (1997)
Pengalaman Kerja :
Dosen Fakultas Pertanian Unud sejak tahun 1985
Dosen PS Magister Bioteknologi Pertanian Program Pascasarjana Unud sejak tahun 1999
Ketua Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Unud 1997-2000
Kepala Lab.Biopestisida, Fakultas Pertanian Unud sejak tahun 2000
Direktur Pascasarjana Universitas Udayana (sejak Februari 1996-sekarang)
Alamat : Jl. Kertawinangun II Gg 3/5 Denpasar.

Tidak ada komentar:

Statistik pengunjung