Dr H Suprapto Wijoyo SH MH
Tanggal 29 Mei, genap satu tahun masyarakat Porong, Sidoarjo menderita akibat lumpur panas yang menenggelamkan rumah-rumah mereka. Kasus Lapindo ini, telah mengganggu roda perekonomian Provinsi Jawa Timur karena sarana dan prasarana vital rusak oleh lumpur yang konon akan berhenti sendiri setelah 30 tahun menyemburkan lumpur.
Pengamat lingkungan dan dosen Hukum Lingkungan FH Universitas Airlangga Surabaya Dr H Suprapto Wijoyo SH MH, menilai kasus Lapindo adalah bukti kegagalan negara melindungi tanah tumpah darah Indonesia. Jika dilihat dari aspek pidana, kasus Lapindo bisa dijerat oleh UU Anti Teroris karena mengakibatkan korban jiwa yang sifatnya massal. Siapa sebenarnya yang harus bertanggung jawab dengan kejadian ini? Pemerintah atau Lapindo? Yang kita herankan, mengapa DPRD Sidoarjo dan Jawa Timur bahkan pusat tidak melakukan hak interpelasi tentang kenerja pemerintah dalam mengatasi kasus Lapindo. Apakah masyarakat Porong tidak termasuk warga negara pemerintah Indonesia? Berikut petikan wawancaranya;
Kerja Timnas Penanggulangan Lumpur sudah berakhir dan dibentuk BPLS (Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo). Apakah ada perbedaan visi di antara kedua tim ini?
Kita lihat dulu siapa yang menjadi anggota Timnas dan siapa yang mendanai Timnas. Keanggotaan Timnas salah satunya adalah menteri. Sedangkan semua pengoperasian Timnas, dibiayai oleh Lapindo. Dengan demikian, Lapindo berada di atas negara. Seharusnya, Timnas harus diaudit. Tidak seperti sekarang, dengan gampangnya dibubarkan tanpa ada tanggung jawab sama sekali. Dengan demikian, negara kita ini tidak berharga. Sedangkan aparatur tidak bertabiat. Kalau aparatur tidak bertabiat, otomatis hukum juga tidak bermartabat. Sesungguhnya, BPLS setali tiga uang dengan Timnas.
Kenapa dalam kasus Lapindo ini dikatakan hukum tidak bermartabat. Bukankah selama ini Lapindo sudah diperkarakan di meja hijau?
Yang memperkarakan ke meja hijau itu kan Walhi. Bukan pemerintah. Padahal seharusnya pemerintah yang mengajukan hukum. Kalau ditelusuri dengan jeli, kasus Lapindo ini bisa dijerat dengan UU Anti Teroris. Salah satu syarat bisa dijerat UU Anti Teroris adalah kejahatan massal. Sedangkan sebuah kejahatan dikatakan kejahatan massal, jika mengakibatkan korban yang sifatnya massal. Kemudian hancurnya sarana dan prasarana vital di daerah tersebut. Kasus Lapindo, sudah termasuk dalam kasus kejahatan lingkungan yang mengakibatkan korban massal. Yaitu berupa masyarakat yang kehilangan rumah-rumahnya sehingga menjadi pengungsi serta hancurnya sarana dan prasarana. Mulai jalan raya, kereta api, listrik dan air minum. Tidak hanya itu. Menghancurkan masa depan sebuah masyarakat juga termasuk dalam kejahatan massal. Dengan demikian, sudah seharusnya Lapindo diperkarakan secara pidana. Tidak hanya orang yang merencanakan pengeboman saja yang dijerat UU Anti Teroris.
Apa alasan pemerintah tidak memperkarakan Lapindo di meja hijau?
Ya itulah pemerintah negara kita ini merasa tidak dirugikan dengan kasus Lapindo. Padahal sudah banyak yang dirugikan dengan kasus Lapindo ini. Dengan ini berarti terjadi kemandekan tanggung jawab pemerintah pada tanah air, bangsa dan negara. Hal ini juga berarti pemerintah gagal melindungi tumpah darahnya. Padahal UUD 1945 menyebutkan, pemerintah harus melindungi bangsa dan negara. Berarti pemerintah gagal dalam melindungi sumber daya manusia. Padahal pemerintah mempunyai wewenang untuk melindungi bangsa dan negara. Sekarang apakah Porong bukan termasuk tumpah darah Indonesia. Apakah masyarakat Porong bukan manusia yang termasuk dalam warga negara Indonesia? Kasus Lapindo ini, selain harus diselesaikan secara pidana, juga harus diselesaikan dengan secara politik. Karena banyak unsur yang harus diselesaikan dalam kasus Lapindo ini.
(Pewawancara: Wuri Wigunaningsih)
BIODATA:
Nama : DR H Suprapto Wijoyo SH MH
TTL : Lamongan, 28 Oktober 1968
Nama Istri : Hj Chamimah SH
Anak : Ananda Azhari Hidayat Fikri
Jabatan :
- Dosen Hukum Lingkungan, Administrasi dan Otonomi Daerah Unair
- Anggota tenaga ahli/dewan pakar pengelolaan lingkungan hidup Jatim
- Lembaga penyedia jasa pelayanan penyelesaian sengketa lingkungan Jatim
Tanggal 29 Mei, genap satu tahun masyarakat Porong, Sidoarjo menderita akibat lumpur panas yang menenggelamkan rumah-rumah mereka. Kasus Lapindo ini, telah mengganggu roda perekonomian Provinsi Jawa Timur karena sarana dan prasarana vital rusak oleh lumpur yang konon akan berhenti sendiri setelah 30 tahun menyemburkan lumpur.
Pengamat lingkungan dan dosen Hukum Lingkungan FH Universitas Airlangga Surabaya Dr H Suprapto Wijoyo SH MH, menilai kasus Lapindo adalah bukti kegagalan negara melindungi tanah tumpah darah Indonesia. Jika dilihat dari aspek pidana, kasus Lapindo bisa dijerat oleh UU Anti Teroris karena mengakibatkan korban jiwa yang sifatnya massal. Siapa sebenarnya yang harus bertanggung jawab dengan kejadian ini? Pemerintah atau Lapindo? Yang kita herankan, mengapa DPRD Sidoarjo dan Jawa Timur bahkan pusat tidak melakukan hak interpelasi tentang kenerja pemerintah dalam mengatasi kasus Lapindo. Apakah masyarakat Porong tidak termasuk warga negara pemerintah Indonesia? Berikut petikan wawancaranya;
Kerja Timnas Penanggulangan Lumpur sudah berakhir dan dibentuk BPLS (Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo). Apakah ada perbedaan visi di antara kedua tim ini?
Kita lihat dulu siapa yang menjadi anggota Timnas dan siapa yang mendanai Timnas. Keanggotaan Timnas salah satunya adalah menteri. Sedangkan semua pengoperasian Timnas, dibiayai oleh Lapindo. Dengan demikian, Lapindo berada di atas negara. Seharusnya, Timnas harus diaudit. Tidak seperti sekarang, dengan gampangnya dibubarkan tanpa ada tanggung jawab sama sekali. Dengan demikian, negara kita ini tidak berharga. Sedangkan aparatur tidak bertabiat. Kalau aparatur tidak bertabiat, otomatis hukum juga tidak bermartabat. Sesungguhnya, BPLS setali tiga uang dengan Timnas.
Kenapa dalam kasus Lapindo ini dikatakan hukum tidak bermartabat. Bukankah selama ini Lapindo sudah diperkarakan di meja hijau?
Yang memperkarakan ke meja hijau itu kan Walhi. Bukan pemerintah. Padahal seharusnya pemerintah yang mengajukan hukum. Kalau ditelusuri dengan jeli, kasus Lapindo ini bisa dijerat dengan UU Anti Teroris. Salah satu syarat bisa dijerat UU Anti Teroris adalah kejahatan massal. Sedangkan sebuah kejahatan dikatakan kejahatan massal, jika mengakibatkan korban yang sifatnya massal. Kemudian hancurnya sarana dan prasarana vital di daerah tersebut. Kasus Lapindo, sudah termasuk dalam kasus kejahatan lingkungan yang mengakibatkan korban massal. Yaitu berupa masyarakat yang kehilangan rumah-rumahnya sehingga menjadi pengungsi serta hancurnya sarana dan prasarana. Mulai jalan raya, kereta api, listrik dan air minum. Tidak hanya itu. Menghancurkan masa depan sebuah masyarakat juga termasuk dalam kejahatan massal. Dengan demikian, sudah seharusnya Lapindo diperkarakan secara pidana. Tidak hanya orang yang merencanakan pengeboman saja yang dijerat UU Anti Teroris.
Apa alasan pemerintah tidak memperkarakan Lapindo di meja hijau?
Ya itulah pemerintah negara kita ini merasa tidak dirugikan dengan kasus Lapindo. Padahal sudah banyak yang dirugikan dengan kasus Lapindo ini. Dengan ini berarti terjadi kemandekan tanggung jawab pemerintah pada tanah air, bangsa dan negara. Hal ini juga berarti pemerintah gagal melindungi tumpah darahnya. Padahal UUD 1945 menyebutkan, pemerintah harus melindungi bangsa dan negara. Berarti pemerintah gagal dalam melindungi sumber daya manusia. Padahal pemerintah mempunyai wewenang untuk melindungi bangsa dan negara. Sekarang apakah Porong bukan termasuk tumpah darah Indonesia. Apakah masyarakat Porong bukan manusia yang termasuk dalam warga negara Indonesia? Kasus Lapindo ini, selain harus diselesaikan secara pidana, juga harus diselesaikan dengan secara politik. Karena banyak unsur yang harus diselesaikan dalam kasus Lapindo ini.
(Pewawancara: Wuri Wigunaningsih)
BIODATA:
Nama : DR H Suprapto Wijoyo SH MH
TTL : Lamongan, 28 Oktober 1968
Nama Istri : Hj Chamimah SH
Anak : Ananda Azhari Hidayat Fikri
Jabatan :
- Dosen Hukum Lingkungan, Administrasi dan Otonomi Daerah Unair
- Anggota tenaga ahli/dewan pakar pengelolaan lingkungan hidup Jatim
- Lembaga penyedia jasa pelayanan penyelesaian sengketa lingkungan Jatim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar