Jumat

Sawunggaling, Ikon Batik Surabaya

OLEH: WURI WIGUNANINGSIH

Orang Jawa sangat identik dengan kain batik, terutama masyarakat Jawa Tengah, dan untuk Jawa Timur dikenal beberapa jenis batik. Banyuwangi misalnya, lebih identik dengan batik gajah oling, Tuban dengan batik gedhok, dan Surabaya sendiri tidak mempunyai identitas kerajinan batik. Namun beberapa tahun terakhir, seorang kreator batik, Hj Putu Sulistiani Prabowo menciptakan batik dengan ciri khas Surabaya. Uniknya, yang menciptakan justru orang Bali.
Menurut Sulistiani, sejak muda ia sudah tertarik dengan batik, dan apalagi alumni Fakultas Farmasi Unair ini memiliki bakat melukis. Untuk memperkaya wawasan, dirinya membeli buku-buku terkait batik, baik batik yang dipakai masyarakat Jawa, tapi juga batik buatan seluruh anak negeri di tanah air. ‘’Buku-buku itu, sampai sekarang saya susun rapi di galeri bersama hasil-hasil karya lain,’’ kata Hj Sulistiani Prabowo.
Untuk lebih mendalami batik, selain menjelajah setiap lembaran buku-buku, juga mengunjungi daerah-daerah yang mempunyai ciri khas batiknya. Seperti Solo, Pekalongan, Jogjakarta, Banyuwangi, Tulungagung, Tuban dan beberapa kota di Madura. Setelah studi di beberapa kota itu, ia memutuskan untuk mengembangkan batik menjadi sebuah usaha bisnis. Istri Edy Budi Prabowo ini merasa keki dengan negara Malaysia yang memproklamirkan diri bahwa batik menjadi karya negara Jiran itu.
Dari belajar batik itulah, muncul ide untuk menciptakan batik khas Surabaya. Untuk itulah ia mencari-cari apa yang menjadi budaya Surabaya yang kemudian dikembangkan menjadi coretan-coretan dalam kain mori. Hj Sulistiani kemudian ingat cerita legenda Sawunggaling yang terkenal dengan ayam jagonya yang selalu menang dalam setiap pertarungan dan makanan khas, semanggi Suroboyo. Dua legenda itu lalu dipadukan, di mana ayam jago yang bertarung dengan sayap dikepakkan jika dilukis dalam kain mori, sutra maupun sogan akan nampak indah dan gagah, serta dipermanis dengan gambar daun semanggi.
Pada tahun 2004, ia mulai berani memasarkan karya-karyanya. “Semula saya tawarkan ke kenalan saya. Eh ternyata mereka menyambut baik. Saya tambah semangat untuk terus berkarya,” katanya dengan mata berbinar. Akhirnya dari mulut ke mulut banyak orang yang pesan, baik untuk diri sendiri maupun untuk souvenir. “Pemkot Surabaya sering memesan batik ke saya untuk souvenir tamu. Demikian juga Walikota Surabaya, Pak Bambang DH juga sering pesan,” ujar wanita yang pernah bekerja di perusahaan kosmetik dan kini memproduksi bahan-bahan spa untuk masker dan lulur itu.
Meski karyanya sudah banyak yang mengagumi, namun hingga kini belum mendapat pengakuan resmi dari Pemkot Surabaya. Sedangkan soal hak paten, sedang dalam proses. ‘’Saya juga masih mencari-cari desain yang lebih cocok bahwa motif Surabaya seperti ini. Bisa ayam jago Sawunggaling, bisa bekisar dan semanggi,’’ papar Sekretaris Asosiasi Tenun Batik Bordier (ATBB) Jawa Timur ini. Soal harga, cukup variatif dan tergantung bahan yang digunakan. Bahan termurah justru primisima Rp 400 ribu dan termahal Rp 3 juta. Untuk memperkenalkan batik Surabaya, Hj Putu Sulistiani sering mengikuti pameran di berbagai kota, termasuk pernah pameran di Cina, sekalipun kurang mendapat sambutan hangat di negeri tirai bambu tersebut.

Tidak ada komentar:

Statistik pengunjung