OLEH: AGUS SALAM
Sebagai alat kesenian tradisional, angklung terbuat dari ruas-ruas bambu yang dibunyikan dengan cara digoyang untuk menghasilkan nada-nada tertentu. Bila dimainkan secara bersama-sama, musik ini memiliki tingkat kesulitan tersendiri. Hingga kini, tidak mudah menjejaki kapan kesenian angklung mulai ada di Indonesia, dari mana asalnya dan siapa yang pertama menciptakan.
Mengaca pada sejarah perkembangan seni pertunjukan daerah Jawa Barat, angklung yang berkembang belakangan ini berasal dari tanah Sunda. Potret ini bisa terekam dari penyebaran alat musik angklung yang begitu merata se-antero pelosok daerah dan fungsinya sebagai alat kesenian pendukung upacara adat istiadat. Angklung banyak dimainkan bersama kesenian tradisional lain. Ada yang menyebut Angklung Degung, Angklung pengiring Kuda Lumping, Angklung yang dimainkan dalam kesenian badeng dan pengiring kawih (nyanyian Sunda), serta Angklung pengiring tarian.
Di daerah Banten, Baduy, Sukabumi dan Cirebon, angklung berfungsi sebagai sarana ritual untuk upacara ngaseuk pare (menanam benih padi), nginebkeun pare (menyimpan padi untuk sementara), ngampihkeun pare (menyimpan padi), seren taun (upacara tahunan), nadran (berziarah), ngunjung ka Gunung Jati (upacara ritual ke Gunung Jati) dan heleran (menggiling padi).
Festival
Untuk tetap mempertahankan eksistensi alat musik Angklung, pernah digelar Braga Festival 2006 di Bandung dengan tema Serumpun Bambu. Medio Juli 2007, juga digelar Festival Musik Bambu Nusantara di Jakarta Internasional Expo.
Wawan Juanda, Direktur Kreatif Festival Musik Bambu Nusantara menilai, alat musik bambu pantas ditampilkan karena bambu sangat dekat dengan kehidupan masyarakat Indonesia. Ekspresi bermusik terkait buah kreasi dari batang bambu dipamerkan guna mengangkat dan memperkenalkan 80 jenis musik bambu dari semua daerah di Indonesia, baik bernuansa klasik maupun kontemporer.
Untuk jenis klasik ditampilkan alat musik bambu yang sudah dikenal luas dan mengakar secara turun-temurun seperti Angklung Arumba Jegog Bali, Tarling dari Cirebon dan Saluang dari Sumatra Barat. Musik bambu kontemporer dimodif bersama musisi seperti Grup Krakatau, Discus, Saraswati, Sambasunda dan Sonoseni. Musik bambu merupakan bagian dari khasanah budaya nusantara yang bisa ditampilkan ke dunia luar sebagai identitas plus salah satu ikon budaya nusantara.
Di sepanjang dataran tanah Katulistiwa, muncul ragam dan jenis musik bambu dengan nama, istilah dan fungsi musikal nan unik sesuai kultur musik induk. Ada serunai, seruling, suling bansi dan seterusnya untuk menamai berbagai jenis alat musik tiup dari bambu. Juga angklung, calung, krumpyung, jegong, patrol dan oklik. Selain perkenalkan musik bambu, festival Juli lalu juga sebagai media dokumentasi dan pemberdayaan, serta ditopang kuliner dan kerajinan bambu. Karena itu, generasi muda tidak perlu minder melahirkan kreativitas berbasis musik bambu, jelas Juanda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar