Sabtu

HAKI Masih Asing Di Indonesia

Oleh: Roro Sawita

Kasus-kasus pelanggaran terhadap karya cipta berupa teknologi, seni maupun sastra dalam bentuk hak paten, merek maupun royalti terus bermunculan. Kasus paling aktual saat ini terjadi pada lagu daerah Maluku Rasa Sayange yang dipakai sebagai jingle iklan pariwisata negara Malaysia. Sebelumnya karya dan produk khas bangsa Indonesia seperti Penjor Bali, kunyit, dan tahu telah dipatenkan Jepang. Buah mengkudu pun diklaim milik Amerika, bahkan kain batik telah diakui sebagai karya bangsa Malaysia.

Berbagai contoh kasus lain sebenarnya masih banyak lagi yang menimpa pada pengapresiasian karya anak bangsa di Nusantara ini. Kurangnya informasi mengenai arti penting hak kekayaan intelektual (HaKI) menyebabkan sebagian besar masyarakat dan pengusaha, terutama industri kecil dan menengah lebih senang bila karyanya disukai atau diborong pembeli.

Bila dikaji lebih jauh, sebenarnya melalui HaKI, negara bertanggung jawab untuk melindungi kepentingan warga negara. Apalagi dalam sebuah karya mengandung manfaat ekonomi yang mempunyai nilai kekayaan (properti). Sedangkan bagi dunia usaha, karya-karya itu dikatakan sebagai aset perusahaan. Dengan HaKI masyarakat memperoleh perlindungan terhadap penyalahgunaan atau pemalsuan karya yang dimiliki, bahkan bisa juga menjadi alat promosi untuk memperluas pasar produk serta mendapat jaminan kepastian hukum.

Menurut Subdis Industri Divisi Pengendalian dan Pengawasan Disperindag Bali, Drs AA Gde Agung Arya Mayun, jangka waktu perlindungan hak cipta mencapai akhir hayat pencipta ditambah 50 tahun setelah meninggal. Jadi tidak ada ruginya bila seseorang mendaftarkan sebuah ciptaan. Berdasarkan data Dirjen Industri Kecil dan Menengah, sejak 1998 hingga 2007, baru 1.090 produk yang mendapat hak cipta, 556 produk memperoleh hak merek dan pengakuan desain industri baru 23.

“Sampai saat ini upaya pemerintah baru sebatas menghimbau lewat ceramah-ceramah dan sosialisasi hak paten. Cara itu belum optimal ditambah miskinnya wawasan dan pengetahuan masyarakat hingga banyak karya yang belum mendapat HaKI,” tegas Mayun.

Untuk memperoleh HAKI, seseorang perlu mendaftarkan karyanya pada Menteri Kehakiman RI lewat Direktorat Hak Cipta di setiap provinsi. Pertama, pendaftar harus membuat deskripsi penemuan, mengisi formulir, dan membayar biaya pendaftaran. Seluruh karya yang memiliki nilai teknologi bahkan jenis makanan bisa dipatenkan. Di dalam sebuah produk merek, logo dan ciptaan melekat menjadi satu sehingga apabila ada pihak-pihak yang melakukan pemalsuan atau bersifat merugikan dapat dilakukan tuntutan hukum secara pidana atau perdata yang dikenai denda sampai Rp 2 milyar.

Tidak ada komentar:

Statistik pengunjung