Dunia hiburan adalah dunia yang tak habis dieksplorasi zaman. Sekaligus menjanjikan keuntungan berlimpah apabila masyarakat jeli terhadap peluang. Adnyana Basuki, putra Dewata yang akrab dengan dunia film semenjak mahasiswa ikut terjun dalam bisnis persewaan VCD dan DVD original. Berawal dari kesenangan menonton film namun sangat sulit mencari tempat persewaan yang bagus dan sistem peminjaman yang terpola, alumnus Teknik Arsitektur Universitas Udayana ini nekat untuk membangun usaha dari peluang tersebut.
Membangun usaha yang baru bukan lantas tanpa hambatan. Segala sistem pun dicoba dan meminimalisir terjadi pembajakan sistem (hacking). Pola pembelian VCD dan DVD pun langsung berasal dari distributor resmi yang menjamin kualitas film. “Walau sudah diputar 200 kali, film kami masih bagus. Jika film tidak dapat diputar (rusak), bisa ditukar dengan film sejenis lainnya, tanpa bayar lagi,”janji Adnyana Basuki yang telah merintis usaha sejak September 2002.
Untuk mendatangkan konsumen, usaha persewaan VCD dan DVD original yang telah memiliki 14 outlet di Bali, Surabaya dan Yogyakarta ini pun merangkul berbagai perusahaan selular, toko elektronik, radio, café, restoran, dan bioskop. Sistem buka non stop dari jam 8 pagi hingga 10 malam ini hanya libur saat hari raya Nyepi (khusus Bali) dan tetap buka non stop di cabang yang lain. Untuk menjadi anggota, konsumen pun cukup menyerahkan identitas diri dan membayar 50 ribu (bisa menyewa 18 film) dan 15 ribu (4 film).
Tidak terlena terhadap kesuksesan sekarang, penyuka film 12 Monkeys dan 7 Years in
Yang Aspal Diminati
Tawaran harga murah meriah membius masyarakat
Biasanya produk media cakram yang asli berkisar antara Rp 50 ribu sampai Rp 80 ribu per keping dan jenis asli tapi palsu (aspal) hanya Rp 5 ribu sampai Rp 10 ribu per keping, bahkan ada yang lebih murah. Oskar Arfian, siswa kelas tiga SMU Harapan, Jl Sesetan misalnya, lebih suka membeli CD bajakan daripada yang orisinil.
“Pilihan membeli CD atau VCD tentu dilihat bukan dari asli atau palsu tetapi kita
Serupa dengan Oskar, Kadek Arini, siswa SMU Harapan pun berujar lebih suka membeli yang bajakan karena masalah harga lebih murah. ”Untuk CD, meski kopian tetapi kualitas suara yang ditampilkan tidak kalah dengan yang original. Kalau VCD, saya tidak suka membeli yang bajakan karena kualitas gambar jelek. Tetapi saya juga tidak membeli yang asli sebab mahal. Selama ini ia lebih suka menyewa di rental VCD original. ‘’Meski kita suka membeli yang bajakan tetapi kita sadar jika hal ini merugikan artisnya. Mungkin jika harga CD/VCD sudah tidak mahal lagi pasti banyak membeli yang orisinil,” kata siswi kelas dua.
Bagi Nanang, pekerja swasta daerah Sesetan, jika membeli bajakan berarti merugikan pihak yang berkreatifitas. Karena kreatifitas seseorang mahal harganya. Namun rendahnya perekonomian masyarakat, membuat orang lebih memilih yang aspal ketimbang original. ”Bagi kita yang penting bisa dilihat dan didengar, sekalipun kualitas yang ditawarkan jelek. Kalau diharuskan untuk membeli yang asli tentu perekonomian masyarakat harus ditingkatkan agar usaha bajakan di Indonesia tidak bisa berkembang,” tegas warga Sanur, Denpasar ini. (Didik Purwanto & Heni Kurniawati)
1 komentar:
pak oles, artikel anda sangat membantu kami yang ingin mengembangkan usaha dalam bidang persewaan VCD. kebetulan saya juga punya usaha Rentals VCD
Posting Komentar