Aparat kepolisian bekerja sama beberapa pihak, terus merazia semua jenis barang bajakan, baik kaset, CD, DVD maupun software. Dalam razia, polisi tidak tebang pilih, baik para pembajak software yang terkategori besar maupun sampai bisnis di pinggiran jalan. Apalagi itu jelas melanggar HAKI.
Razia terbesar yang pernah dilakukan Polda Jatim adalah menyita 179 unit PC oleh Polwil Malang yang berasal dari sebuah warnet. Di warnet tersebut hanya manfaatkan 1 unit master software original yang digandakan ke komputer lain. "Berdasarkan UU 19 tahun 2002 tentang HAKI, komputer itu telah masuk dalam kategori bajakan," papar Kanit Industri Perdagangan Polda Jatim, AKP Daddy Hartadi.
Dibanding merazia jenis bajakan lain, razia software lebih sulit karena kemampuan SDM penegak hukum di bidang IT kurang maksimal termasuk di instansi kepolisian. Untuk deteksi software palsu atau tidak juga perlu penelitian mendalam karena sulit membedakan yang asli dan palsu. Secara sepintas, bedanya hanya pada harga, yang palsu harga jual lebih murah dibanding asli.
Menurut pengakuan korban dan pelaku, kejahatan HAKI berkaitan dengan praktik penjualan bukti keaslian software sistem operasi Microsoft berlisensi. Modus operandi, para pembajak mengelupas (peeled) logo stiker Certificate of Authenticity (COA) pada software Microsoft yang menempel pada komputer lama, lalu COA dijual lagi dengan harga lebih murah dari harga asli.
Dalam kasus pembajakan, polisi menggunakan UU Hak Cipta Nomor 19 tahun 2002 dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara (denda Rp 500 juta). Penyidik juga menggunakan pasal 72 ayat 1 tentang memalsukan hak cipta dan pasal 73 ayat 1 tentang penggandaan.
Razia kaset, CD maupun DVD bajakan juga sering dilakukan di wilayah Polda Jatim. Hingga kini, sering ditangkap para pedagang barang bajakan sedangkan produser (pengganda) jarang diamankan karena miliki jaringan kerja yang sangat luas. Mereka miliki hubungan dengan beberapa negara di Asia. Soal alat-alat operasional seperti mesin pengganda juga banyak dijualbelikan secara bebas. Dari hasil sitaan Polda Jatim diketahui, kebanyakan mesin berasal dari Cina, Jepang dan Eropa.
Langka
Awalnya persediaan perangkat komputer di pasaran sangat sulit ditemukan. Meski ada, jelas harganya sangat mahal. Untuk satu software asli, harganya bisa satu jutaan lebih, dan bajakan bisa dibeli dengan Rp 20 ribuan. Potensi ini dimanfaatkan para oknum teknisi komputer untuk menciptakan perangkat komputer seperti asli, lalu dilego ke pasaran dengan harga murah. Peluang ini dijadikan tambang emas bagi operator komputer dan karyawan sebagai pelengkap komputer mereka.
Bromo Gastriantoro, salah seorang teknisi komputer di Denpasar mengaku, awalnya memang menggunakan perangkat lunak komputer bajakan seperti software Operating System (OS) untuk menginstal komputer di tempatnya bekerja. Karena perusahaan sudah memakai komputer sejak tahun 1997, yang saat itu software komputer masih minim dan toko yang menjual program software asli belum banyak tersebar di Indonesia. Hanya sejak tahun 2002, software asli mulai banyak dijual di pasaran sehingga secara perlahan software Operating System (OS) komputer yang tidak sesuai kebutuhan diganti software asli.
”Meskipun software yang asli mahal dan mengunakan yang asli atau palsu tidak ada pengaruhnya pada CPU komputer. Tetapi saya tidak mau kena masalah dan berurusan dengan pihak berwajib kalau ketahuan menggunakan software bajakan,” tegas Gastriantoro.
Untuk mengakali harga software yang mahal dan mengantisipasi penggunaan software bajakan maka perusahaan yang menggunakan sistem komputer harus membeli komputer sesuai dengan kebutuhan. Software (program) yang diinstal pada setiap komputer harus disesuaikan dengan kebutuhan operasional kantor. Apakah untuk mengetik dan mengolah data atau membutuhkan program pengolah gambar (foto) seperti photoshop atau Corel Draw.
Hanya saja, tidak semua operator komputer dan karyawan menggunakan software asli. Sebab masih ada yang mengunakan bajakan. ”Saya menggunakan software bajakan untuk program komputer kantor karena bajet yang diberikan atasan sedikit. Sedangkan atasan tidak tahu kalau program komputer sangat mahal. Mereka cuma ingin komputernya mendapat program yang diinginkan dengan cepat. Padahal saya tahu menggunakan yang bajakan salah dan beli di galeri-galeri dengan sembunyi-sembunyi karena takut berurusan dengan polisi,” urai Dira, karyawati perusahaan swasta di Denpasar. (Wuri Wigunaningsih & Wayan Nita)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar