Oleh: Heni Kurniawati
Nama besar sebuah merek atau kesuksesan seseorang kadang menjadi inspirasi orang lain untuk berusaha lebih maju. Hanya saja, banyak orang yang tergiur mendapat keuntungan dengan meniru atau mendompleng nama besar merek produk orang lain. Sekalipun suatu produk dan merek sudah didaftarkan hak paten demi menghalangi para penjiplak, namun masih banyak yang memakai atau meniru sebuah merek terkenal. Salah satunya dialami JOGER, sebuah merek kaos dengan pabrik kata-kata yang khas.
Menurut Joseph Theodorus Welianadi alias Mr Joger, pemilik toko baju JOGER, Jl Raya Tuban, Kuta, meski awalnya karena desakan teman untuk mematenkan buah pikiran dan karyanya, namun akhirnya ia merasa pendaftaran hak paten sangat penting untuk melindungi karya dari para plagiator (penjiplak).
”Mendaftarkan merek atau mematenkan hasil karya, bukan untuk menjadi terkenal tetapi lebih untuk membedakan produk kita sehingga orang lain tak memakai merek yang sama,” kata mantan guide turis Jerman ini. Dengan mematenkan karya dan merek, sebut Joger, dapat melindungi hasil kreativitas para pengusaha dari para pengusaha lain yang hanya kreatif mencontoh karya orang lain untuk meraup keuntungan.
Joger sebagai pabrik kata-kata yang telah berkembang dan maju sejak tahun 1980, telah mematenkan merek, cap, dan tanda tangan secara resmi di Departemen Kehakiman RI Dirjen Kehakiman Hak Cipta, Paten dan Merek pada tahun 1986. Selain itu, merek Joger dipatenkan di tiga negara sekaligus meliputi
Meski sudah diatur dalam UU Republik Indonesia (UURI) 19 tahun 1997 tentang merek, bab XI Ketentuan Pidana, pasal 81 tentang pelanggaran hak paten, merek dan hak cipta, masih banyak orang yang memakai nama Joger untuk produk sejenis. Beberapa pedagang di pasar Sukawati, Gianyar dan PT Tora Nusantara Pacific diketahui dengan sengaja memakai nama Joger sebagai merek produk dan memperdagangkan ke masyarakat luas. Mr Joger berusaha bersikap bijak. Selama ini pihaknya tidak menuntut secara pidana tetapi menghimbau agar masyarakat, para plagiat dan oknum petugas Dirjen HAKI sadar hukum serta mengaplikasikan norma, etika dan moral untuk mencari mata pencaharian.
Pelangaran hukum tidak akan muncul jika tidak ada orang yang mendukung terciptanya pelanggaran hukum. ’’Menjiplak karya orang lain merupakan tindakan pidana serius yang bisa berakibat fatal untuk masa depan mereka. Sebab pembajak dapat dikenai hukuman pidana minimal 7 tahun dan denda sebesar 2 milyar rupiah,” tandasnya. Sanksi yang berat patut dijatuhkan bagi para pelanggar hak paten dan karya cipta karena hasil karya yang diperoleh dari orisinalitas pemikiran atau ide kreatif seseorang, tidak dapat dinilai dengan uang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar